google-site-verification=I3gsFmhNnwraRTClYNy7Zy_HRGb_d1DkfDUi6e1xs34 KADAR KOLESTEROL DAGING PAHA KERBAU JANTAN DAN BETINA (Bubalus bubalis) YANG DIPOTONG DI RUMAH POTONG HEWAN KOTA BANDA ACEH ~ Medik Veteriner Mas Sehat | Blog Tentang Kesehatan | Mas Sehat ~ Blog Tentang Kesehatan | www.mas-sehat.com

KADAR KOLESTEROL DAGING PAHA KERBAU JANTAN DAN BETINA (Bubalus bubalis) YANG DIPOTONG DI RUMAH POTONG HEWAN KOTA BANDA ACEH


PENDAHULUAN

Bahan pangan merupakan kebutuhan pokok manusia. Disamping bahan pangan asal nabati, manusia juga memerlukan bahan pangan asal hewani (daging, susu dan telur) sebagai sumber protein untuk pertumbuhan badan, memelihara stamina tubuh, mempercepat regenerasi sel (Rusfidra, 2005). Salah satu bahan makanan yang sangat penting dalam mencukupi gizi masyarakat antara lain adalah daging (Soejoedono, 1992). Berbagai jenis ternak telah dikembangkan untuk diambil dagingnya baik itu hewan besar seperti sapi, kerbau, kambing, domba dan babi serta beberapa ternak lain seperti ayam dan itik (Anonimus, 2006).
Kerbau adalah binatang pemamah biak yang masih termasuk dalam subkeluarga Bovinae. Seiring dengan upaya pemerintah untuk memenuhi kebutuhan daging di NAD khususnya Banda Aceh adalah dengan peningkatan jumlah penyembelihan ternak diantaranya kerbau. Meskipun sampai saat ini daging kerbau kurang diminati oleh sebagian kelompok masyarakat karena seratnya yang lebih kasar dari daging sapi, laporan Dinas Peternakan NAD menunjukkan adanya peningkatan penyembelihan ternak kerbau dari 1.617 ekor pada tahun 2004 menjadi 1.706 ekor pada tahun 2005. Pada tahun yang sama konsumsi protein per kapita meningkat dari 2,719 gram/hari menjadi 3,34 gram/hari (Anonimus, 2005a).
Dewasa ini terdapat kecenderungan dalam masyarakat bahwa mengkomsumsi bahan makanan bergizi tidak hanya memperhatikan kandungan protein saja, tetapi juga komposisi kandungan lemaknya. Hal ini akibat banyaknya timbul masalah yang terjadi dalam masyarakat seperti meningkatnya tekanan darah tinggi dan serangan jantung yang disebabkan kadar lemak dalam tubuh (Kemal, 1994).
Kolesterol merupakan salah satu derivat lipid, yang penting sebagai pengangkut lemak dari bagian tubuh, pembentukan lemak dan sintesis hormon steroid (Dawn dkk., 1996). Kadar kolesterol dalam daging berhubungan positif dengan kadar lemak yang terkandung dalam daging (Winarno,1984).
Tinggi rendahnya kadar kolesterol dalam tubuh hewan bervariasi satu spesies dengan spesies lainnya. Ini disebabkan oleh pengaruh manajemen terutama sumber makanan yang diberikan pada ternak tersebut, oleh karena itu di negara-negara yang telah maju, manajemen makanan ternak telah diterapkan tidak saja untuk meningkatkan kwalitas daging, telur, atau susu yang dihasilkan, tapi juga diarahkan kepada penurunan kadar kolesterol (Graf, 1984 ).

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar kolesterol yang terdapat di dalam daging paha kerbau jantan dan betina.

Hipotesis Penelitian
            Terdapat perbedaan antara kadar kolesterol daging paha kerbau jantan dan kolesterol daging paha kerbau betina.

Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah memperoleh data kadar kolesterol pada daging paha kerbau jantan dan betina, sehingga hasilnya dapat digunakan sebagai informasi dasar penentuan diet masyarakat.

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Daging Kerbau
Kerbau adalah binatang pemamah biak yang masih termasuk dalam sub keluarga Bovidae. Kerbau tergolong kingdom Animalia, phylum Chordata, kelas Mammalia, ordo Artiodactyla dalam famili Bovidae. Bovidae merupakan nenek moyang bangsa sapi (Bovine), kerbau Asia (Bubalina) dan kerbau Afrika (Synceria). Kerbau Asia inilah yang kemudian menurunkan genus Bubalus yaitu kerbau-kerbau yang banyak berkembang di negara-negara tropis. Genus Bubalus memiliki tiga spesies yang hidup di Sulawesi, Mindaro (Filipina) dan India. Spesies kerbau di Sulawesi dikenal dengan nama anoa dan yang di Mindaro dikenal sebagai tamarao (Anonimus, 2005b).
            Daging merupakan bagian dari hewan sembelih (sapi, domba, kambing, babi, kerbau dan kambing) yang dapat dimakan dan berasal dari otot rangka atau yang terdapat di lidah, diafragma, jantung dan oesophagus dengan atau tidak mengandung lemak, bagian dari tulang, kulit, saraf dan pembuluh darah yang secara normal menyertai jaringan urat daging dan yang tidak dipisahkan dari daging pada waktu penyembelihan, tidak termasuk urat daging yang terdapat dalam lidah, hidung dan telinga (Anonimus, 1998).
Setiawati (1993) mengatakan bahwa, secara umum daging terbentuk dari beberapa unsur pokok seperti air, protein, lemak dan abu selain itu juga mengandung mineral dan vitamin serta pigmen merah (mioglobin), dan Menurut Winarno (1984), struktur daging merupakan tenunan yang terdiri dari air, protein, lemak, potongan tulang dan serabut-serabut otot merupakan unit dasar, serabut-serabut otot berbentuk struktur yang lurus dan panjang di bungkus oleh membran halus disebut sarkolema. Sarkolema terdiri atas sarkoplasma berbentuk gel dan lengket, tenunan pengikat banyak terdapat di sekitar serabut yang mengikat serabut menjadi satu kelompok otot. Tenunan pengikat terdiri atas matriks-matriks didalamnya terdapat serabut-serabut protein kolagen dan elastis.
Menurut Tengoro (2007), Daging kerbau yang baik berwarna merah tua, seratnya lebih kasar dibandingkan serat daging sapi, sedangkan lemaknya berwarna kuning dan keras, umumnya tekstur daging kerbau lebih liat dari daging ternak lainnya.
Daging kerbau kurang banyak mengandung lemak intramuskuler dari pada daging sapi, sehingga lemak dan energi bagian yang dapat dimakan lebih sedikit. Pada kerbau dan sapi konsentrasi total asam lemak jenuh bertambah secara progresif  dari eksternal ke internal, sedangkan asam lemak tidak jenuh bertambah dari bagian internal ke eksternal. Secara umum, ciri khas kualitas daging kerbau terutama dipegaruhi oleh umur dibandingkan dengan jenis pakan yang diberikan. Kualitas daging antara otot berbeda nyata pada berbagai umur penyembelihan (Tridjoko, 2002).
Komposisi kimia daging terdiri dari air 50%, protein 22%, lemak 24%, dan substansi bukan protein terlarut 4% yang meliputi karbohidrat, garam organik, substansi nitrogen terlarut, mineral dan vitamin (Tabrany, 2002). Lemak daging terdiri dari triasil gliserol, fosfolipid, kolesterol, asam-asam lemak essensial (Dawn dkk., 1996).
Pertumbuhan lemak dalam depot lemak secara berurutan yaitu (1) lemak rongga perut, (2) lemak subkutan dan (3) lemak intermuskuler. Soeparno (1992) juga menambahkan bahwa lemak menumpuk di berbagai depot dengan kecepatan yang berbeda dan mempunyai urutan : (1) lemak mesenterium, (2) lemak ginjal, (3) lemak intermuskuler, dan (4) lemak subkutan dan yang terakhir tumbuh adalah lemak diantara ikatan serabut otot yaitu lemak intramuskuler atau marbling. Berdasarkan laju pertumbuhan maksimumnya, jaringan tubuh mempunyai urutan pertumbuhan berdasarkan umurnya yaitu (1) jaringan syaraf, (2) tulang, (3) otot dan (4) lemak
Lemak yang dapat dioksidasi sebagai sumber energi terdiri atas trigliserida, asam lemak bebas dan trigliserida intra muskular. Asam lemak bebas yang terikat dengan albumin di dalam darah hasil metabolisme dari jaringan lemak merupakan sumbangan yang besar pada metabolisme lemak saat otot berkontraksi. Kontraksi otot yang berlangsung lama, dapat menyebabkan terjadinya penurunan metabolisme glukosa dan glikogen, serta terjadi peningkatan metabolisme asam lemak untuk memproduksi energi.
Anonimus (2003) mengatakan, Adapun kelebihan mengkonsumsi daging kerbau dibandingkan dengan daging hewan lainnya yaitu memiliki kalori dan kolesterol yang lebih rendah, cita rasa daging kerbau sama seperti daging sapi kualitas terbaik, kadar lemak daging kerbau lebih rendah dan mengkonsumsi  daging kerbau tidak menyebabkan alergi, jika mengkonsumsi 5 ons daging kerbau 3 sampai 4 kali perminggu dapat mengurangi kolesterol LDL 40 sampai 45 persen, daging kerbau lebih cepat masak karena sangat sedikit mengandung lemak, kemudian kadar kolesterol daging kerbau jauh lebih rendah dibandingkan dengan kadar kolesterol yang terdapat pada daging ayam, anak sapi, daging rusa dan daging hewan-hewan lainnya (Tabel. 1).

         Tabel 1. Kandungan gizi dari berbagai macam spesies (per 100 gram).
Jenis
Lemak (Gram)
Kalori
(K kal)
Kolesterol
(Mg)
Besi
(Mg)
Vitamin B-12
(Mcg)
Daging kerbau
2.42
143
82
3.42
2.86
Daging sapi (pilihan)
10.15
219
86
2.99
2.65
Daging babi
9.66
212
86
1.1
0.75
Daging ayam (tanpa kulit)
7.41
190
89
1.21
0.33
Anak domba
9.64
200
87
-
-
Anak sapi
6.94
176
106
-
-
Daging rusa
3.20
158
112
-
-
Daging burung unta
3.00
140
83
-
-
Jenis-jenis ikan Salmon
10.97
216
87
0.55
5.8
         Sumber : Anonimus (2003)

Kolesterol
Kolesterol merupakan salah satu senyawa lipid yang mempunyai rumus molekul C27H45OH (Thenawidjaja, 1993). Carlson, dkk. (1961) mengemukakan bahwa kolesterol merupakan senyawa induk steroid yang disintesis di dalam tubuh dan dinyatakan sebagai 3 hidroksi 5,6 kolestan yang mempunyai inti siklik dan memiliki fenantren dimana terikatnya cincin siklopentana. Molekul kolesterol terdiri dari 27 atom karbon, 46 atom hydrogen dan 1 atom oksigen dengan berat molekul 378 (Martin dkk., 1983).
Kolesterol berasal dari hasil sintesis di dalam tubuh (sekitar 500 mg/hari) dan berasal dari makanan yang dimakan, pakan yang memiliki serat tinggi dapat menurunkan kadar kolesterol darah karena serat mampu mengikat asam empedu. Ikatan ini akan keluar bersama feses, lemak, dan kolesterol. Semakin banyak serat dikonsumsi, semakin banyak pula asam empedu, lemak dan kolesterol yang dikeluarkan dari tubuh bersama feses (Anis, 2008).
Pujimulyani (2008), juga menyatakan bahwa kandungan serat pangan dalam diet berpengaruh terhadap konsentrasi lipid plasma darah. Bahan yang bisa memberikan efek hipokolesterolemik umumnya bersifat soluble (larut air) seperti guar gum dan pektin atau polisakarida yang mempunyai kandungan serat bersifat larut dalam jumlah besar. Diduga bahwa serat pangan larut dapat menurunkan kolesterol dengan mengubah metabolisme dan penyerapan asam empedu. Mekanisme meningkatnya pengeluaran asam empedu mengakibatkan ketersediaan kolesterol pada jalur sintetik lipoprotein menjadi berkurang. Berkurangnya asam empedu akan menyebabkan hati mensintesis asam empedu lagi dari kolesterol sehingga jumlah kolesterol sebagai bahan dasar asam empedu dalam plasma maupun kolesterol dalam jaringan akan berkurang.
Murray dkk. (2003), mengatakan bahwa kolesterol pada mulanya ditemukan pada cairan empedu yang merupakan kristal padat. Kristal kolesterol berwarna putih, tidak berbau dan tidak mempunyai rasa serta mempunyai sifat fisik serupa dengan lemak dan hormon steroid yang larut dalam larutan eter.
Kolesterol merupakan sterol terpenting yang terdapat di seluruh jaringan makhluk hidup, baik manusia, hewan maupun tumbuh-tumbahan. Kolesterol yang terdapat di alam dibedakan atas tiga golongan. Kolesterol yang berasal dari hewan digolongkan sebagai zoosterol, dari ragi atau fungi (jamur) digolongkan sebagai mikosterol dan dari tumbuhan berderajat tinggi digolongkan sebagai phytosterol (West dan Tood, 1959). Kolesterol terdapat pada semua sel tubuh dan semua komponen struktur daging sel, terutama jaringan syaraf (Baghavan, 1978).
Faktor hormonal berpengaruh terhadap konsentrasi kolesterol dalam tubuh baik pada hewan jantan maupun betina. Pada kerbau jantan kolesterol berperan dalam sistesis hormon testosteron sedangkan pada hewan betina berperan alam sintesis hormon progesteron. Kolesterol termasuk senyawa steroid non hormonal dalam kelompok lemak yang banyak dijumpai pada daging, hati, otak dan kuning telur. Bahan makanan yang banyak mengandung kolesterol adalah yang berasal dari hewani (Winarno, 1984). Kolesterol diperlukan untuk membentuk asam empedu, sintesis hormon-hormon diantaranya progesteron dan hormon testosteron (Wilson dkk., 1979).
Kolesterol yang terdapat di dalam tubuh berasal dari 2 sumber yaitu kolesterol yang terdapat di dalam makanan (kolesterol eksogenous) dan kolesterol endogenous yang disintesis sendiri oleh tubuh (Allen, 1970). Pembentukan kolesterol endogenous ini bervariasi, tergantung kadar kolesterol di dalam makanan. Makanan yang mengandung asam lemak jenuh dapat meningkatkan kadar kolesterol sebanyak 15-25 persen (Martin dkk., 1983).
Pada dekade terakhir ini, banyak kecenderungan dari masyarakat untuk mengkonsumsi makanan bergizi dan menghindari bahan makanan yang berasal dari hewan seperti daging. Hal ini karena kekhawatiran masyarakat terhadap daging yang mempunyai kandungan kolesterol yang tinggi (Basyir, 1997). Bahaya kolesterol erat kaitannya dengan kandungan kolesterol dalam plasma darah dan ini merupakan salah satu penyebab penyakit gangguan sirkulasi darah. Kandungan kolesterol dalam plasma penderita hipertensi, dalam bentuk LDL akan mempengaruhi elastisitas dinding pembuluh darah yang dapat menyumbat atau mempersempit lumen yang akhirnya dapat mengganggu sistem sirkulasi darah (Handayanta, 1991).

         Biosintesis Kolesterol
Martin dkk (1983) menyatakan bahwa, sebenarnya semua jaringan yang mengandung sel berinti mampu mensintesis kolesterol. Proses kolesterolgenesis menggunakan acetyl-CoA sebagai bahan baku seluruh atom karbon pada kolesterol.
Langkah pertama dalam biosintesis kolesterol dimulai dengan pengaktifan asam asetat menjadi acetyl-CoA. Reaksi dapat berlangsung dengan bantuan energi yang bersumber pada ATP. Kemudian dua molekul acetyl-CoA berkondensasi membentuk acetoacetil CoA. Reaksi kondensasi ini dibantu oleh enzim acetyltranferase. Selanjutnya acetoacetyl-CoA membentuk 3-hydrokxy 3-Methylglutaryl-CoA. Reaksi ini dibantu oleh enzim hydroxymethylglutaryl CoA sentesa sebagai senyawa antara (Cunningham, 1978). Reaksi tahap pertama mula-mula dikatalisis oleh enzim HMG-CoA reduktase. Peristiwa reduksi ini memerlukan kehadiran ko-enzim yaitu dua molekul NADPH (Nikotinamid Adenin Dinukleotida Phospat). Pada masing-masing reaksi tersebut dilepaskan satu molekul CoA yang bebas (Wirahadikusumah, 1985).
Langkah berikutnya mevalonat akan mengalami fosforilasi oleh bantuan enzim mevalonate  kinase. Sumber fosfat dalam reaksi ini juga ATP. Hasil reaksi fosforilasi ini adalah Mevalonat 5-phosphatase. Mevalonat 5-Phospate lalu mengalami fosforilasi sekali lagi sehingga terbentuk Mevalonat 5-Phospate, enzim yang bekerja pada fosforilasi yang kedua ini adalah phosphomevalonat kinase ( Murray dkk., 2003).
Selanjutnya mevalonat 5-diphosphate mengalami dikarboksilasi dan reaksi ini dibantu oleh enzim diphosphomevalonat dekarboxylase yang membutuhkan kehadiran ATP. Hasil reaksi dekarboksilasi ini menghasilkan isopentenyl disphosphate kemudian mengalami dua kali kondensasi sehingga terbentuk senyawa isoprenoid yang berkondensasi lagi membentuk squalene yang beratom karbon 15 buah kemudian senyawa isopronoid ini berkondensasi lagi membentuk squalene beratom karbon 30 buah. Langkah terakhir dari proses biosintesis kolesterol adalah siklisasi squlene. Reaksi-reaksi siklisisasi squalene membutuhkan O2 dan NADPH. Bentuk siklik dari squalene adalah lanosterol akhirnya melepaskan 3 gugus methylnya melalui reduksi oleh NADPH akan menghasilkan kolesterol (Stryer, 1981).
Mongomery dkk. (1980) mengemukakan bahwa kolesterol makanan berkonjungi dalam saluran empedu yang kemudian akan dihidrolisis di dalam lumen usus halus dengan bantuan enzim pankreas yang disekresikan oleh kelenjar pankreas. Absorbsi kolesterol terjadi secara difusi ke sel-sel mukosa usus, sebagian besar hasil hidrolisa senyawa kolesterol. Kolesterol dalam bentuk ester disintesis oleh sel mukosa dan kolesterol bukan ester bergabung membentuk kilomikron. Kilomikron tersebut akan bergabung dengan Lipoprotein yang kemudian mengedarkan kolesterol ke dalam plasma darah yang akhirnya menuju jaringan. Senjutnya kolesterol diangkut HDL ( High Density Lipoprotein ) dan LCAT ( Lechitin Cholesterol Asil Tranferase ) dibawa ke hati.
Sebagian kolesterol yang berlebihan diekresikan melalui feses dengan bantuan bakteri usus yang dapat mengubah kolesterol menjadi korpostanol dan kolestanol, karena kolesterol yang berlebihan tidak dapat diserap oleh usus (Fruton dan Simmonds,1963).
 MATERI DAN METODELOGI PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian
            Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Klinik Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala Pada bulan September 2007 sampai dengan Maret 2008.

Materi Penelitian              
            Sebagai bahan percobaan sampel yang digunakan diambil dari 15 ekor kerbau jantan lokal dan 15 ekor kerbau betina lokal, umur 2-4 tahun yang dipotong di Rumah Potong Hewan Kota Banda Aceh.

Alat dan Bahan
            Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Waterbath model Koterman germany, blender, timbangan model Boschs 2000, lumpang porselin, cawan petri, scalpel, pinset, gelas ukur, tabung reaksi, corong,  kertas saring dan spektrofotometer merk 6053.
Bahan yang di gunakan dalam penelitian ini adalah Methanol, Khloroform, NaCL fisiologis dan Kit Kolesterol Nomor Katalog REF D95116.

Metode Penelitian               
            Pembuatan sampel daging dilakukan berdasarkan metode Ostander dan Dugan (1961). Dari setiap sampel daging diambil 100 gram daging paha. Daging tersebut di cincang menjadi potongan kecil dengan menggunakan skalpel dan selanjutnya digerus dalam lumpang hingga halus. Daging yang telah halus di tambah 100 ml larutan NaCL fisiologis kemudian di blender selama 4 menit dengan interval waktu 1 menit.  
            Homogenat yang terbentuk diambil sebanyak 5 ml dan dimasukkan ke dalam sebuah tabung reaksi, lalu ditambah kan 10 ml chloroform dan 5 ml methanol campuran tersebut di kocok hingga rata, kemudian di saring ke dalam tabung reaksi lain. Hasil saringan akan terpisah menjadi dua lapisan, lapisan atas dibuang dan lapisan bawah di ambil sebanyak 1 ml dan dimasukkan kedalam tabung reaksi lain, selanjutnya dipanaskan didalam waterbath pada suhu 80oC selama 15 menit. Setelah proses pemanasan seluruh larutan akan menguap dan sampel berupa bahan kering tinggal melekat pada dinding tabung reaksi yang berisi sampel tersebut di masukkan 0,1ml chloroform dan di kocok selama 6 detik.
            Kadar dalam sampel tersebut di periksa dengan metode CHOD-PAP digunakan Kit Kolesterol Nomor Katalog REF D95116 dengan alat ukur spektrofotometer 6053 dengan panjang gelombang 540 nm.

Analisis Data
            Data kuantitatif yang diperoleh dari pemeriksaan kadar kolesterol daging paha kerbau jantan dan betina dianalisis dengan menggunakan uji t (Nazir, 1988). 

Terima kasih telah membaca artikel tentang KADAR KOLESTEROL DAGING PAHA KERBAU JANTAN DAN BETINA (Bubalus bubalis) YANG DIPOTONG DI RUMAH POTONG HEWAN KOTA BANDA ACEH di blog Medik Veteriner jika anda ingin menyebar luaskan artikel ini di mohon untuk mencantumkan link sebagai Sumbernya, dan bila artikel ini bermanfaat silakan bookmark halaman ini diwebbroswer anda, dengan cara menekan Ctrl + D pada tombol keyboard anda.

Artikel terbaru :

Mas Sehat | Blog Tentang Kesehatan | Mas Sehat ~ Blog Tentang Kesehatan | www.mas-sehat.com

1 komentar :

wah lengkap sekali informsasi ttg kolesterolnya pak, trims

Balas