PENDAHULUAN
Anjing merupakan hewan kesayangan yang banyak digemari oleh masyarakat Indonesia, banyak diantara anjing-anjing kesayangan tersebut mengalami gangguan penyakit (Tilley and smith, 1997)
Enterotomi merupakan operasi membuka dinding usus untuk mengambil benda asing dan dilakukan apabila jaringan usus masih baik, yaitu bila pulsasi masih ada, jaringan tidak mengalami nekrosis, elastisitas usus masih baik dan warna jaringan masih muda. Enterotomi dilakukan untuk menghindari terjadi nekrosis pada usus yang disebabkan benda asing (Yudhi, 2010).
Secara histologi usus terdiri dari beberapa lapisan yaitu; mukosa, sub mukosa, muskularis mukosa dan serosa (Colville dan Bassert, 2002). Mukosa yang sehat dan suplai darah yang baik sangat penting untuk sekresi dan absorbsi normal usus. Submukosa terdiri dari pembuluh darah, limpatik dan saraf. Muskularis mukosa dibutuhkan untuk kontraksi normal dan serosa penting untuk pemulihan yang cepat saat terjadi perlukaan atau insisi (Fossum, 2002).
Usus merupakan bagian dari alat pencernaan yang menempati rongga abdomen yang dimulai dari pylorus dan berakhir di rectum. Letaknya dipertahankan oleh panggantung yang disebut dengan mesentrium (Colville dan Bassert, 2002).
Secara umum usus dibagi menjadi dua bagaian, yaitu usus kecil dan usus besar, usus kecil panjangnya rata-rata 4 meter pada anjing yang yang terdiri dari duodenum, jejunum dan ileum. Sedangkan usus besar terdiri dari caecum, colon dan rectum yang panjangnya kira-kira 60 cm (Frandson, 1992). Fungsi utama usus halus yaitu untuk penyerapan misel yang diperlukan oleh tubuh dan membantu proses pencernaan. Fungsi usus besar adalah sebagai organ penyerap air, penampung dan pengeluaran bahan-bahan feces (Aiache, 1983).
Indikasi
Enterotomi adalah suatu tindakan penyayatan pada usus yang bertujuan untuk mengangkat benda asing atau kemungkinan adanya gangren pada usus (Yusuf, 1995). Benda asing yang ditemukan itu sangat bervariasi seperti kulit yang keras, kain, jarum besi, kawat, seng, rambut, tulang yang keras dan lain-lain. Benda asing yang besar akan menyebabkan gejala ileus obstruksi, sedangkan benda tajam menyebabkan perforasi saluran cerna dengan gejala peritonitis. Untuk mendiagnosa adanya benda asing pada saluran pencernaan tidak mudah tetapi dengan pemeriksaan ronsen dapat membantu diagnosa (Ibrahim, 2000).
MATERI DAN METODELOGI OPERASI
Persiapan Pra Operasi
Pasien yang digunakan adalah anjing lokal (Canis domesticus), jenis kelamin jantan, umur kira-kira 3 bulan dengan berat badan 4 kg, berasal dari Lamlhom Lhoknga. Sebelum operasi dilaksanakan, Pasien diperiksa keadaan fisik secara umum, kemudian dipuasakan selama 12 jam dengan tujuan untuk menghindari terhadap muntah akibat pemberian anastesi dan untuk membersihkan saluran pencernaan. Pasien dimandikan dan dicukur bulunya disekitar daerah yang akan dioperasi satu hari sebelum dilaksanakan operasi pembedahan.
Alat dan Bahan
Peralatan bedah disterilkan dan disediakan obat-obat yang diperlukan. Alat yang digunakan adalah: meja bedah, spuit 2,5 cc, scalpel, arteri klem, needle holder, gunting ujung tumpul dan ujung runcing, pinset anatomis dan serurgis, alis forcep, drapping, pemegang tampon, tampon, kain kasa, sarung tangan dan stetoskop.
Bahan yang digunakan adalah alkohol 70%, iodium tincture 3%, NaCL fisiologis, antibiotik (penicillin oil, procain penicillin G, Penstrep 1%) vitamin B kompleks, wonder dust, swat, Atropin sulfat, ketamin, Xylazin, catgut kromik dan silk.
Persiapan Operator dan Co-Operator
Sebelum operasi dilakukan, operator dan co-operator terlebih dahulu mencuci tangan dari ujung jari sampai ke siku dengan air sabun dan dibilas dengan air bersih. Tangan dikeringkan dengan handuk bersih kemudian didesinfeksi dengan alkohol 70 %. Kemudian operator dan co-operator mengunakan sarung tangan dan pakaian khusus bedah. Keadaan tersebut dipertahankan sampai operasi selesai.
Premedikasi dan Anastesi
Premedikasi yang digunakan pada operasi ini adalah Atropine Sulfat dengan dosis 0,04 mg/kg berat badan secara subkutan. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya muntah, hipersalivasi dan sebagai sedatif. Setelah sepuluh menit dilanjutkan dengan pemberian anastesi umum, diberikan Ketamin 20 mg/kg berat badan, Xylazin 3 mg/kg berat badan yang dikombinasikan dalam satu spuit secara intra muskulus.
Kombinasi obat anastesi dilakukan untuk mendapatkan anastesi yang sempurna, dimana kedua obat ini mempunyai efek kerja yang antagonis atau berlawanan, sehingga efek buruk yang ditimbulkan berkurang.
Ketamin mempunyai sifat analgesik dan kataleptik dengan kerja singkat. Sifat analgesiknya sangat kuat untuk sistem somatik, tetapi lemah untuk sistem viceral. Tidak menyebabkan relaksasi otot lurik, bahkan kadang-kadang tonusnya meninggi. Ketamin mimilik kekurangan yaitu sangat lemah sifat analgesik pada visceral karena itu tidak dapat diberikan secara tunggal untuk prosedur operasi (Fossum, 2002)
Sedangkan xylazin mempunyai efek sedasi, analgesi,anastesi dan relaksasi otot pada dosis tertentu. Xylazin mempunyai efek terhadap sistem sirkulasi, penapasan dan penurunan suhu tubuh. Selain itu dapat menyebabkan bradiaritmia, serta diikuti oleh hipotensi yang berlangsung lama (Artbeiter, 1972).
Setelah hewan benar-benar teranastesi baru dilakukan penyayatan pada linea alba daerah abdomen dengan posisi dorso recumbency dari mulai kulit sampai menembus lapisan peritonium. Pada saat penyayatan lapisan peritonium hendaknya dibantu dengan jari tangan untuk menghindari tersayat atau tergunting organ visceral. Selama berlangsung stadium anastesi, cardiolog memonitor frekuensi denyut jantung dan pernafasan setiap 5 menit sekali sampai pembedahan selesai (Tilley dan Smith, 1997).
Teknik Operasi
Setelah pasien teranastesi, pasien diletakkan di atas meja operasi pada posisi dorsal recumbency, kemudian daerah yang akan diinsisi didesinfeksi dengan alkohol 70% dan Iodium tincture 3%, pada daerah operasi dipasang drapping untuk mencegah terjadinya kontaminasi.
Kulit diinsisi pada linea median dari umbilicus ke caudal sepanjang kurang lebih 5-6 cm dengan menggunakan scalpel. Preparasi tumpul dilakukan untuk mendapatkan linea alba, kemudian bagian kanan dan kiri linea alba dijepit dengan allis forcep, kemudian dengan ujung gunting atau scalpel dibuat irisan kecil pada linea alba. Irisan diperpanjang dengan menggunakan gunting lurus (sebagai pemandu, jari telunjuk dan jari tengah tangan kiri diletakkan di bawah linea alba agar organ dalam tidak tergunting).
Kemudian usus dikeluarkan, bagian kiri dan kanan dari usus yang akan disayat diikat dengan kain kasa kemudian kain kasa tersebut diklem. Dibuat sayatan pada permukaan usus dan benda asing dikeluarkan usahakan agar usus tetap dalam keadaan basah dengan cara membilas dengan NaCl Fisiologis.
Kemudian mucosa dijahit dengan pola simple continous dan serosa dijahit dengan pola lambert dengan menggunakan cat gut 000/0000. untuk memastikan ada tidaknya kebocoran dilakukan uji kebocoran usus dengan menggunakan NaCl Fisiologis. Setelah dipastikan tidak bocor, usus dimasukkan kembali ke rongga abdomen, kemudian peritoneum dijahit dengan menggunakan benang cutgat kromik dengan pola simple interrupted, musculus dan fascia dijahit dengan benang cat gut pola simple continous dan kulit dijahit dengan benang silk pola simple interrupted (Anonymous, 2004).
Pengujian Kebocoran Usus
Pengujian terhadap kebocoran usus dapat dilakukan dengan cara:
· Menekan jari kelingking ditempat persambungan\jahitan, maka akan terasa usus buntu atau tidak.
· Memijat usus didekat persambungan dan melintaskan isi usus melalui persambungan, jika tempat persambungan bocor maka sebagian isi usus akan keluar.
· Menyuntikan larutan NaCl Fisiologis kedalam lumen sambungan usus tersebut, bila larutan tidak keluar maka sambungan sudah baik.
· Jika sambungan usus tersebut buntu maka dapat dibuat irisan sepanjang 1 cm, kira-kira 3 cm dari persambungan, lewat irisan tadi dimasukan hemostatik forseps untuk membuka persambungan yang buntu tersebut.
· Jika ada kebocoran maka pada tempat-tempat tersebut dijahit dengan menggunakan metode cushing sampai kebocoran dapat diatasi.
Perawatan Pasca Bedah
Setelah operasi siap dilakukan, daerah incisi dibersihkan dan diberikan iodium, ke dalam luka disemprotkan penisilin oil, di atas luka jahitan ditaburkan wonder dust dan dioleskan dengan swat. Kemudian pasien diberikan procain penisilin G dengan dosis 0,5 cc secara IM. Selama perawatan diberikan makanan yang bergizi dan makanan yang mudah dicerna. Injeksi Vitamin B compelk selama 3 hari berturut-turut. Selama masa perawatan pasca bedah pasien tidak diberikan keleluasaan untuk bergerak. Jahitan dibuka setelah daerah opearsi sudah mengering dan pada bekas operasi di olesi iodium tincture 3%.
PEMBAHASAN
Pada tanggal 14 Januari 2011 dilakukan operasi enterotomi pada seekor anjing lokal bernama Leo milik Makhfuzh berumur ± 3 bulan, berjenis kelamin jantan dengan berat badan 4 kg, bulu berwarna kuning putih, frekuensi nafas 20x/menit, frekuensi pulsus 110 x/menit, suhu 38,5º C, turgor normal, kulit dan bulu bagus dan tidak rontok, cermin hidung basah, conjunctiva normal. Pada prinsipnya Enterotomi adalah suatu tindakan penyayatan pada usus baik usus halus maupun usus besar yang mengalami gangguan (penyumbatan) atau karena adanya benda asing (tulang yang keras, kaca, kawat, besi, seng dan rambut) atau kemungkinan adanya gangren pada usus.
Sebelum dilakukan operasi hewan terlebih dahulu diberikan premedikasi yaitu atropin sulfat dengan dosis yang digunakan = 0,64 cc (SC) untuk mencegah terjadinya hipersalivasi dan sedativa, operasi dilakukan dengan menggunakan anestesi umum yang dikombinasikan yaitu ketamin dengan dosis yang digunakan 1,6 cc dan xylazin dengan dosis 0,6 cc (I.M). Sehari sebelum operasi hewan dimandikan, dan dipuasakan selama 8-12 jam, tidak diberi minum selama 2 jam, daerah yang akan dioperasi bulunya dicukur. Setelah itu pasien diletakkan dengan posisi dorsal recumbency. Daerah yang akan di operasi di desinfeksi dengan alkohol 70 % dan di lanjutkan dengan Iodium tincture 3 % selanjutnya daerah operasi di pasang drapping. Laparotomy dilakukan pada daerah linea alba posterior yang meliputi kulit, fascia, musculus dan peritoneum sepanjang 4 – 5 cm, kulit dan jaringan subcutan diincisi dengan menggunakan scalpel, preparasi tumpul dilakukan untuk mendapatkan linea alba, kemudian bagian kiri dan kanan linea alba dijepit dengan allis forceps, kemudian dengan ujung gunting atau scalpel dibuat irisan kecil pada linea alba.
Irisan diperpanjang dengan menggunakan gunting lurus (sebagai pemandu, jari telunjuk dan jari tengah tangan kiri di letakkan di bawah linea alba agar organ dalam tidak tergunting). Kemudian intestinum dikeluarkan, bagian kiri dan kanan dari intestinum yang akan disayat diikat dengan kain kasa kemudian kain kasa tersebut diklem. Dibuat sayatan pada permukaan intestinum dan benda asing dikeluarkan, usahakan agar usus tetap dalam keadaan basah dengan cara membilas dengan penstrep 1%. Kemudian mucosa dijahit dengan pola simple continous dan serosa dijahit dengan pola lambert dengan menggunakan cat gut 000/0000.
Untuk memastikan ada tidaknya kebocoran dilakukan uji kebocoran usus. Setelah dipastikan tidak bocor, intestinum dimasukkan kembali ke rongga abdomen, kemudian peritoneum dijahit dengan menggunakan cat gut pola simple interrupted, musculus dan fascia dijahit dengan benang cat gut pola simple continous dan kulit dijahit dengan silk pola simple interrupted.
Pada perawatan pasca bedah, pasien ditempatkan dalam kandang yang bersih dan terkontrol keadaan serta makanan dan minumannya. Antibiotik diberikan selama 5 hari dan vitamin B-komplek selama 3 hari sebagai supportif. Setelah luka jahitan tertutup dan mengering, maka jahitan dapat dibuka. Pelaksanaan operasi enterotomi secara umum berhasil dengan baik dan hewan dalam keadaan sehat.
Proses Penyembuhan luka
1. Fase Peradangan
Segera setelah trauma, rongga luka diisi oleh bekuan fibrinogen dan serum protein lain, eritrosit, leukosit, sel yang mati, dan umumnya bakteri dan benda asing lainnya. Pada akhir fase ini terbentuk kapiler-kapiler baru sekeliling pinggir luka. Dalam jaringan penyambung sekeliling kapiler, sel mesenkial berdiferensiasi menjadi fibroblas, dan sel fagosit akan membersihkan jaringan sel mati. Pada fase ini ditemukan tanda-tanda radang.
2. Fase Granulasi (Kollagen)
Pada hari kelima, genarasi baru sel radang, monosit, menuju ketempat luka. Terjadi pertumbuhan kapiler, setelah proses pembentukan jaringan ikat selesai, mulailah dibentuk kollagen (retikulin) yang mencapai puncaknya dalam waktu 2-3 minggu. Seluruh defek akan terisi jaringan penyambung (connective tissue) muda yang vaskuler yang disebut jaringan granulasi.
3. Fase Jaringan Parut
Kollagen akan berubah menjadi jaringan parut. Sel-sel jaringan penyambung muda kemudian menjadi kurang aktif, jumlahnya berkurang dan lebih kecil. Jaringan granulasi berubah menjadi jaringan ikat (fibrous tissue) tipe dewasa/matang. Pengerutan disebabkan oleh kontraksi fibril kollagen yang dikeluarkan fibroblas. Satu sampai dua minggu, keropeng terlepas, diganti dengan jaringan parut tebal yamg menempati daerah yang tadinya meradang.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan terdiri dari faktor lokal, faktor tubuh hewan itu sendiri, dan faktor luar. Faktor lokal terdiri dari keadaan vaskularisasi jaringan, jenis, jumlah, dan virulensi bakteri serta lamanya serangan oleh bakteri tersebut, ada tidaknya benda asing di tempat tersebut, balutan yang terlalu menekan atau istirahat yang tidak cukup. Faktor umum adalah pemakaian obat-obatan tertentu yang menghambat koagulasi protein, atau hewannya yang selalu gelisah. Usia hewan yang tua, gizi buruk, dan faktor kekebalan yang tidak memadai akan memperlambat resolusi radang (Ibrahim, 2000).
KESIMPULAN
Dari kasus pada anjing ini dapat diambil kesimpulan bahwa penyebab dilakukannya operasi Enterotomi adalah karena adanya benda asing dalam saluran pencernaan dengan ususnya masih baik sehingga tidak perlu dilakukan pemotongan, tetapi cukup diincisi untuk mengeluarkan benda asing tersebut. Benda asing tersebut ada karena hewan muda rasa keingintahuannya masih tinggi dengan memakan benda apa aja yang ada didepan matanya. Pelaksanaan operasi ini secara teknis telah dilakukan secara benar dan perawatan pasca operasi juga dilakukan dengan benar sehingga anjing tersebut dapat sembuh dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Aiache, M. J. dan A. M. Guyot-Herman. (1993). Bioformasi. Edisi ke-2 (penerjemah Dr. Widji Soeratri). Penerbit Airlangga. University Press. Surabaya.
Anonymous (2004). Penuntun Ilmu Bedah dan Radiology. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala. Banda Aceh.
Arbeiter, K. (1972). Result of a years trial of bay-1470 (rompun) in the dog and cat. Vet ed Rev 3/4 : 248-258.
Colville,T.and J.M. Bassert. (2002). Clinical Anatomy and Fisiology for Veterinary Technicians. Mosby. USA.
Fossum, T.W. (2002). Small Animal Surgery. 2nd ed. Mosby. USA.
Frandson (1982). Anatomi dan Fisiologi Ternak. Edisi ke-4 UGM. Press.
Ibrahim, R. (2000). Pengantar Ilmu Bedah Umum Veteriner. Syiah Kuala University Press. Banda Aceh.
Tilley. P.L. and F.W.K. Smith. (2000). The Five Minutes Veterinary Consult Canine
and Feline. 2nd ed. Lippicont. Philadelphia.
Mada. Yogyakarta
Yusuf, I. (1995). Ilmu Bedah Khusus Veteriner. Diktat. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Syiah Kuala. Banda Aceh.
PHOTO KETIKA DILAKUKAN OPERASI ENTEROTOMI
Gambar 1. Pemeriksaan denyut jantung sebelum operasi
Gambar 2. Operator menjaga dalam keadaan steril sebelum melakukan bedah
Gambar 3. Denyut jantung tetap dikontrol tiap 2 menit sekali selama operasi
Gambar 4. Kulit diincisi pada linea median dari umbilicus ke caudal
Gambar 5. Usus dikeluarkan
Gambar 6, Incisi pada daerah yang dicurigai
Gambar 7. Benda asing dikeluarkan
Gambar 8. Usus dijahit
Gambar 9. Peritonium, muskulus, fasia dan kulit dijahit
Terima kasih telah membaca artikel tentang ENTEROTOMI di blog Medik Veteriner jika anda ingin menyebar luaskan artikel ini di mohon untuk mencantumkan link sebagai Sumbernya, dan bila artikel ini bermanfaat silakan bookmark halaman ini diwebbroswer anda, dengan cara menekan Ctrl + D pada tombol keyboard anda.