google-site-verification=I3gsFmhNnwraRTClYNy7Zy_HRGb_d1DkfDUi6e1xs34 PERBANDINGAN METODE DETEKSI FORMALIN SECARA KUALITATIF MENGGUNAKAN ASAM KROMATOFAT DAN KIT TEST ~ Medik Veteriner Mas Sehat | Blog Tentang Kesehatan | Mas Sehat ~ Blog Tentang Kesehatan | www.mas-sehat.com

PERBANDINGAN METODE DETEKSI FORMALIN SECARA KUALITATIF MENGGUNAKAN ASAM KROMATOFAT DAN KIT TEST

div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Sebagai bahan pangan, ikan merupakan sumber protein, lemak, vitamin, dan mineral yang sangat baik dan prospektif. Keunggulan utama protein ikan dibandingkan produk lainnya terletak pada kelengkapan komposisi asam aminonya dan kemudahan untuk dicerna. Ikan juga mengandung asam lemak, terutama asam lemak omega-3 yang sangat penting bagi kesehatan dan perkembangan otak bayi untuk potensi kecerdasannya (Astawan disitasi oleh Puspitasari, 2009).
Pengolahan bahan makanan yang mengandung protein haruslah hati-hati, karena sifat protein yang mudah terdenaturasi. Salah satu penyebab denaturasi protein ini adalah dengan penambahan bahan kimia seperti halnya garam. Denaturasi protein dapat diartikan suatu perubahan protein dari sifat aslinya, yang dapat menyebabkan perubahan sifat biologik maupun kelarutannya. Protein ada yang larut dalam air, dan ada yang larut dalam lemak (Sofro disitasi oleh Puspitasari, 2009).
Bahan kimia tambahan sampai saat ini masih banyak digunakan untuk mengawetkan produk pangan meskipun beberapa diantaranya sudah dilarang.  Salah satunya adalah formalin untuk memperpanjang umur simpan tahu, bakso, mie basah, dan  juga  pada ikan mentah yang di jual di pasar dengan tujuan agar ikan tersebut tidak cepat busuk.  International Programme on Chemical Safety      ( IPCS ) mengatakan  batas aman  formalin yang dibolehkan adalah 0,2 mg/kg BB.  Bila formalin masuk ke tubuh melebihi ambang batas tersebut, maka dapat mengakibatkan gangguan pada organ dan sistem tubuh manusia.  Akibat yang ditimbulkan tersebut dapat terjadi dalam waktu singkat juga dalam jangka panjang, bisa melalui inhalasi, kontak langsung atau tertelan (Judarwanto, 2000).  Pemakaian formalin pada sejumlah makanan juga terjadi di Aceh. Sekitar 70 persen dari 58 sampel diantaranya mie, tahu, ikan asin, ikan teri, dan ikan basah yang diambil dari Banda Aceh, Aceh Besar dan Aceh Barat, menggunakan formalin sebagai bahan pengawet (Raihan, 2006).
   Selama ini dikenal ada beberapa cara menentukan formalin dalam bahan pangan dan makanan, diantaranya uji formalin menggunakan metode secara kualitatif, uji formalin secara kuantitatif, uji formalin dengan perlakuan pemanasan dan uji formalin secara in vitro (Risch, 2005). Menurut Muhammad Bayu, auditor dari Lembaga Penelitian  Pengawasan Obat dan Makanan Majelis Ulama Indonesia Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, uji formalin dapat dilakukan dengan uji organoleptik (uji indrawi). Uji ini dilakukan dengan memperhatikan tekstur pada makanan. Karena sifat formalin mengeraskan jaringan,  maka jika makanan mengandung formalin, akan menpengaruhi tingkat kekenyalan. Tanda laian adalah jika makanan mengandung formalin tidak dikerubuti lalat karena formalin merupakan bahan insektisida (Anonimus, 2006a).
Metode lain yang sering digunakan untuk deteksi formalin di laboratorium salah satunya adalah deteksi formalin menggunakan asam kromatofat yang dilakukan dengan metode destilasi seperti yang sering dilakukan oleh pihak BBPOM untuk mendeteksi formalin dalam bahan pangan dan makanan  (BBPOM, 2008)
            Formalin memiliki kemampuan yang sangat baik ketika mengawetkan makanan, namun walau daya awetnya sangat luar biasa, formalin dilarang digunakan pada makanan. Di Indonesia, beberapa undang-undang yang melarang penggunaan formalin sebagai pengawet makanan adalah Peraturan Menteri Kesehatan No722/1988, Peraturan Menteri Kesehatan No. 68/Menkes/PER/X/1999, UU No 7/1996 tentang Pangan dan UU No 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen. Hal ini disebabkan oleh bahaya residu yang ditinggalkannya bersifat karsinogenik bagi tubuh manusia (Anonimus, 2006b).
Berdasarkan peraturan-peraturan tersebut, formalin termasuk dalam kategori bahan berbahaya yang penggunaannya harus diawasi secara ketat.  Tata niaga bahan kimia formalin yang ada agar diperhatikan lagi dan harus ditata kembali supaya orang tidak mudah mendapatkannya. Untuk mendapatkan formalin harus menggunakan ''sejenis resep'' dari instansi yang dapat dipertanggung jawabkan, misalnya dari laboratorium penelitian, tanpa adanya resep tersebut, pemilik toko dilarang untuk memberikannya, dengan demikian, oleh siapa dan untuk apa formalin tersebut dibeli akan diketahui. Selain itu untuk meninjau ulang kebijakan yang menyangkut tata niaga dan impor formalin serta bahan kimia berbahaya lainnya, pemerintah juga perlu memperketat pemberian izin industri makanan, juga secara rutin mengawasi industri-industri makanan tersebut (Hustyani, 2006).
Alasan pentingnya membandingkan hasil kerja metode pengujian secara kualitatif ini adalah agar memperoleh metode yang lebih sederhana, cepat, akurat dan ekonomis dalam melakukan uji formalin dari kedua metode tersebut. Tujuan penelitian ini adalah membandingkan metode hasil uji penelitian antara metode kit test dan uji formalin secara kualitatif menggunakan asam kromatofat, sehingga diperoleh hasil metode mana yang lebih ekonomis dan hasil yang baik. Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi kepada masyarakat untuk memanfaatkan salah satu metode uji yang lebih ekonomis dan memberikan hasil yang lebih nyata. Sedangkan hipotesis dari penelitian ini adalah, deteksi formalin menggunakan kit test lebih mudah dilakukan serta memperoleh hasil yang cepat dan baik.












TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Asam Kromatofat
Asam kromatofat dengan rumus molekul C10H6O8S2Na2.2H2O digunakan untuk mengikat formalin agar terlepas dari bahan. Formalin juga bereaksi dengan asam kromatofat menghasilkan senyawa kompleks yang berwarna merah keunguan. Reaksinya dapat dipercepat dengan cara menambahkan asam fosfat dan hidrogen peroksida. Caranya bahan yang diduga mengandung formalin ditetesi dengan campuran asam kromatofat, asam fosfat, dan hidrogen peroksida. Jika dihasilkan warna merah keunguan maka dapat disimpulkan bahwa bahan tersebut mengandung formalin (Widyaningsih  yang  disitasi Ramadhan, 2008).
Asam sulfat mempunyai rumus kimia H2SO4, merupakan asam mineral (anorganik) yang kuat. Zat ini larut dalam air pada semua perbandingan. Asam sulfat mempunyai banyak kegunaan, termasuk dalam kebanyakan reaksi kimia. Kegunaan utama termasuk pemrosesan bijih mineral, sintesis kimia, pemrosesan air limbah. Reaksi hidrasi (pelarutan dalam air) dari asam sulfat adalah reaksi eksoterm yang kuat. Jika air ditambah kepada asam sulfat pekat, terjadi pendidihan. Senantiasa tambah asam kepada air dan bukan sebaliknya. Sebagian dari masalah ini disebabkan perbedaan isipadu kedua cairan. Air kurang padu dibanding asam sulfat dan cenderung untuk terapung di atas asam. Reaksi tersebut membentuk ion hidronium: H2SO4 + H2O → H3O+ + HSO4-. Asam sulfat dipercayai pertama kali ditemukan di Iran oleh Al-Razi pada abad ke-9        (Wells, 1984).
Kit Test
   Food Security kit dirancang sebagai screening kit atau alat pemeriksaan/ pendeteksian awal, dengan pembacaan secara visual, yaitu dengan membandingkan warna yang terbentuk dari hasil reaksi antara sampel dengan pereaksi siap pakai dengan rangkaian beberapa warna standard-nya. Maka hasil yang didapat adalah merupakan hasil pendekatan antara nilai yang sebenarnya dengan nilai standar yang ada, sehingga dari temuan awal tersebut, selanjutnya dilakukan identifikasi atau pengujian lanjutan dengan  metode persiapan sampel (sample preparation) dan metode analisa yang sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) (Anonimus, 2010).
Residu formalin pada produk pangan sulit dideteksi secara inderawi. Invensi ini berupa alat penguji (test kit) kualitatif yang praktis menggunakan larutan campuran pararosanilin dengan sulfit jenuh pada suasana asam. Alat penguji ini sama sensitifnya dengan reagen penguji komersial dan dapat mendeteksi adanya formalin pada makanan dalam bentuk padat atau cair dengan batas deteksi minimal 2 ppm. Hasil akhir akan terlihat dengan adanya perubahan warna pada larutan penguji (Anonimus, 2009).

























Gambar 1. Formaldehid Kit Test

Ikan Tongkol
Ikan tongkol dengan nama latin Auxis tharzard merupakan salah satu bahan pangan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Untuk mengkonsumsi ikan perlu diketahui oleh masyarakat bahwa ikan merupakan suatu bahan pangan yang cepat mengalami proses pembusukan (perishable food), hal ini disebabkan karena beberapa hal seperti kandungan protein yang tinggi dan kondisi lingkungan yang sangat sesuai untuk pertumbuhan mikroba pembusuk. Adapun kondisi lingkungan tersebut seperti suhu, pH, oksigen, waktu simpan, dan kondisi kebersihan sarana prasarana (Pandit et al, 2006).
       Ikan tongkol yang tergolong famili scombroidae, jika dibiarkan pada suhu kamar, maka segera akan terjadi proses penurunan mutu, menjadi tidak segar lagi dan jika ikan tongkol  ini dikonsumsi akan menimbulkan keracunan. Keracunan ini disebabkan oleh kontaminasi bakteri patogen seperti Escherichia coli, Salmonella, Vibrio cholerae, Enterobacteriacea dan lain-lain. Salah satu jenis keracunan yang sering terjadi pada ikan tongkol adalah keracunan histamin (scombroid fish poisoning) karena ikan jenis ini mengandung asam amino histidin yang dikontaminasi oleh bakteri dengan mengeluarkan enzim histidin dekarboksilase sehingga menghasilkan histamin. Bakteri ini banyak terdapat pada anggota tubuh manusia yang tidak higienis, kotoran/tinja, isi perut ikan serta peralatan yang tidak bersih (Pandit et al, 2006).















Gambar 2. Ikan Tongkol (Auxis tharzard)










Sumber Formalin
Formaldehid (CH2O) bisa dihasilkan dari pembakaran bahan yang mengandung karbon, dalam asap dari kebakaran hutan, knalpot mobil, dan asap tembakau.  Formalin secara normal ada pada konsentrasi yang rendah, umumnya kurang lebih 0.03 ppm di udara dalam dan luar ruangan.  Konsentrasi formalin di daerah pedalaman lebih rendah, sedangkan di daerah perkotaan konsentrasinya lebih besar dari 0.03 ppm. Tingkat keberadaan formalin di dalam ruangan tergantung suhu, kelembaban dan rasio pertukaran udara dari luar ke dalam ruangan.  Meningkatnya aliran udara dari luar menyebabkan menurunnya tingkat konsentrasi formalin di dalam ruangan.  Bila suhu dan kelembaban tinggi, maka tingkat konsentrasi formalin meningkat.  Sumber formalin di lingkungan yaitu   di dalam kabut yang bercampur asap, rokok dan produksi tembakau, gas untuk memasak dan pemadam api, pabrik kayu dan yang berasal dari rumah tangga seperti gelas fiber, pabrik percetakan serta beberapa bahan pembersih. Tingkat formalin dalam lingkungan mempunyai ciri khas yang baik dan bervariasi, tergantung dari wilayah suatu Negara dan cuaca suatu daerah atau lingkungan perkotaan (CPSC, 1997).
Formaldehid secara konvensional sudah dikenal hampir 100 tahun dan sekarang diproduksi secara luas di seluruh dunia. Formaldehid pertama kali ditemukan oleh ahli kimia Rusia bernama A.M. Butlerov pada tahun 1859, sebagai hasil dari sintesa methylene glycol dengan hidrolisis methyen diacetat  yang tidak berhasil. Gambaran sifat fisika dan kimia dari paraformaldehide yang disebutnya dioksimethylene dan sintesa heksamethyelenetetraamin sebagai derivat dari formaldehid.  Pada tahun 1868, A.W. von Hofman mensintesa formaldehid dengan reaksi metanol dan udara dalam katalisator platina dan mengindentifikasinya secara kimia.  Pada tahun 1886, Loew’s mengembangkan metode praktis katalisasi tembaga dan proses katalisai perak yang dikomersilkan di Jerman pada tahun 1888 dan di Amerika Serikat tahun 1901, sedangkan proses katalisasi perak tersebut dipatenkan pada tahun 1910 dan pada tahun yang sama diproduksi dalam skala terbatas sebelum berkembang resin phenolic.  Pada saat ini, meningkatnya kuantitas formaldehid di pabrik-pabrik melalui oksidasi gas dan hidrokarbon alifatik yang rendah.  Pada tahun 1925, proses petrokimia ini didasarkan pada rintisan kerja John. C . Beker (Kirk-Othmer, 1966). 
Sebenarnya batas toleransi Formaldehid (formalin adalah nama dagang zat ini) yang dapat diterima tubuh manusia dengan aman adalah dalam bentuk air minum, menurut International Programme on Chemical Safety (IPCS), adalah 0,1 mg per liter atau dalam satu hari asupan yang dibolehkan adalah 0,2 mg. Sementara formalin yang boleh masuk ke tubuh dalam bentuk makanan untuk orang dewasa adalah 1,5 mg hingga 14 mg per hari. Berdasarkan standar Eropa, kandungan formalin yang masuk dalam tubuh tidak boleh melebihi 660 ppm (1000 ppm setara 1 mg/liter). Sementara itu, berdasarkan hasil uji klinis, dosis toleransi tubuh manusia pada pemakaian secara terus-menerus (Recommended Dietary Daily Allowances/RDDA) untuk formalin sebesar 0,2 miligram per kilogram berat badan. Misalnya berat badan seseorang 50 kilogram, maka tubuh orang tersebut masih bisa mentoleransi sebesar 50 dikali 0,2 yaitu 10 miligram formalin secara terus-menerus. Sedangkan standar United State Environmental Protection Agency/ USEPA untuk batas toleransi formalin di udara, tercatat sebatas 0.016 ppm. Sedangkan untuk pasta gigi dan produk shampo menurut peraturan pemerintah di negara-negara Uni Eropa (EU Cosmetic Directive) dan ASEAN (ASEAN Cosmetic Directive) memperbolehkan penggunaan formaldehid di dalam pasta gigi sebesar 0.1 % dan untuk produk shampoo dan sabun masing-masing sebesar 0.2 %. Peraturan ini sejalan dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Badan Pengawas Obat dan makanan (BPOM) di Indonesia (Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat & Makanan RI No HK.00.05.4.1745, Lampiran III "Daftar zat pengawet yang diizinkan digunakan dalam Kosmetik dengan persyaratan..." no 38 : Formaldehid dan paraformaldehid) (Fahruddin, 2007).

Kegunaan Formalin
Formalin merupakan bahan kimia yang unik dan serbaguna karena formalin tidak mudah digantikan oleh bahan kimia lain dalam produk industri dan konsumen.  Tanpa menggunakan formalin, kinerja dan manfaat dari produk dalam jumlah besar dapat mengakibatkan kerugian.  Kegunaan formalin sangat banyak antara lain ; formalin dapat digunakan sebagai pembunuh kuman sehingga dapat dimanfaatkan untuk pembersih : lantai, kapal, gudang dan pakaian, pembasmi lalat, berbagai serangga lain, bahan pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak.  Dalam dunia fotografi biasaya digunakan untuk pengeras lapisan gelatin dan kertas, bahan pembuatan pupuk urea, bahan pembuatan produk parfum, bahan pengawet produk kosmetika dan pengeras kuku, pencegah korosi untuk sumur minyak, dan bahan perekat untuk produk kayu lapis.  Dalam konsentrasi yang sangat kecil (<1 %) digunakan sebagai pengawet untuk berbagai barang konsumen seperti : pembersih rumah tangga, cairan pencuci piring, pelembut, perawat sepatu, shampoo mobil, lilin dan karpet Formalin digunakan untuk memusnahkan berbagai jenis bakteri pembusuk, cendawan dan kapang dan dapat mengeraskan jaringan tubuh, oleh karenanya formalin 37 persen digunakan untuk mengawetkan bahan biologi, mayat dan preparat biologi (Anonimus, 2008a).

Gejala Klinis
Penggunaan formalin dalam bahan pangan sangat diperhatikan karena akan berdampak buruk bagi kesehatan, dalam jangka waktu lama dan akan terkumulasi dalam tubuh, yang menyebabkan keluarnya air mata, pusing, teggorokan serasa terbakar, serta kegerahan. Jika terpapar formaldehid dalam jumlah banyak, misalnya terminum, bisa menyebabkan kematian. Dalam tubuh manusia, formaldehid dikonversi menjadi asam format yang meningkatkan keasaman darah, tarikan nafas menjadi pendek dan sering, hipotermia, juga koma, atau sampai kepada kematiannya. Di dalam tubuh, formaldehid bisa menimbulkan terikatnya DNA oleh protein, sehingga mengganggu ekspresi genetik yang normal (Fahruddin, 2007).
Dampak buruk bagi kesehatan pada seseorang yang terpapar dengan formalin dapat terjadi akibat paparan akut atau paparan yang berlangsung kronik. Pada masyarakat kita yang mengonsumsi makanan yang mengandung formalin, tentunya paparan ini berlangsung kronik. Dan itu bisa berdampak buruk bagi kesehatan, seperti sakit kepala, radang hidung kronis, mual-mual, gangguan pernapasan baik batuk kronis atau sesak nafas kronis. Gangguan pada persarafan berupa susah tidur, sensitif, mudah lupa, sulit berkonsentrasi. Pada perempuan akan menyebabkan gangguan menstruasi dan infertilitas. Penggunaan formalin jangka panjang dapat menyebabkan kanker mulut dan tenggorokan. Penelitian pada Hewan menyebabkan kanker kulit dan kanker paru. Formalin juga dapat diserap oleh kulit dan dapat juga terhirup oleh pernapasan. Oleh karena itu, kontak langsung dengan zat tersebut tanpa menelannya juga dapat berdampak buruk bagi kesehatan. Formalin juga dapat merusak persarafan tubuh manusia dan dikenal sebagai zat yang bersifat racun untuk persarafan tubuh (neurotoksik). Sampai sejauh ini informasi-informasi yang ada menyebutkan tidak ada level aman bagi formalin ini jika tertelan oleh manusia (Anonimus, 2006c).

Karakteristik Formalin
Formalin mudah larut dalam air, mudah menguap, berbau tajam dan bersifat iritatif pada saluran pernafasan dan saluran pencernaan. Formalin termasuk kelompok senyawa desinfektan kuat yang dapat membasmi berbagai jenis bakreri pembusuk, cedawan dan kapang juga dapat mengawetkan mayat, bahan biologi dan preparat patologi.  Formalin juga mempunyai sifat antimikrobial yang sangat tinggi, sangat efektif membunuh mikroba dan merupakan salah satu jenis alkil, selanjutnya dikatakan bahwa sifat antimikrobial formalin melalui beberapa cara seperti merusak asam deoksiribonukleat (DNA), denaturasi protein, mengganggu selaput dalam dinding sel.  Karena sifat formalin sangat mudah larut dalam air, maka  jika dicampurkan dengan ikan, formalin dengan mudah terserap oleh daging ikan. Selanjutnya, formalin akan mengeluarkan isi sel daging ikan, dan menggantikannya dengan formaldehid yang lebih kaku. Akibatnya bentuk ikan mampu bertahan dalam waktu yang lama. Selain itu, karena sifatnya yang mampu membunuh mikroba, daging ikan tidak akan mengalami pembusukan.  Formalin memiliki rumus kimia : rumus kimia formalin CHO, berat molekul 30,03, titik beku-92, titik didih : 2140F (1100C),  pH : 2.8-4, gravitasi : 1,08, persentase dijual di pasaran : 37%, bentuk : cair, tidak berwarna dan berbau, pelarut yang digunakan adalah alkohol dan aseton     (Linton et al, 1987).

Dampak Formalin Bagi Kesehatan
Menurut IPCS (International Programme on Chemical Safety), secara umum ambang batas aman di dalam tubuh adalah 1 miligram per liter. IPCS adalah lembaga khusus dari tiga organisasi di PBB, yaitu ILO, UNEP, serta WHO, yang mengkhususkan pada keselamatan penggunaan bahan kimiawi.  Bila formalin masuk ke tubuh melebihi ambang batas tersebut maka dapat mengakibatkan gangguan pada organ dan sistem tubuh manusia.  Akibat yang ditimbulkan tersebut dapat terjadi dalam waktu jangka pendek dan dalam jangka panjang, bisa melalui hirupan, kontak langsung atau tertelan. Dalam jumlah sedikit, formalin akan larut dalam air, serta akan dikeluarkan ke luar bersama cairan tubuh yaitu melalui urin dan feses, sehingga formalin sulit dideteksi keberadaannya di dalam darah.  Imunitas tubuh sangat berperan terhadap pengaruh adanya formalin di dalam tubuh.  Jika imunitas tubuh rendah atau mekanisme pertahanan tubuh rendah, sangat mungkin formalin dengan kadar rendahpun bisa berdampak buruk terhadap kesehatan (Anonimus, 2008b).

Apabila formalin mengenai kulit dapat menimbulkan perubahan warna, kulit menjadi merah, mengeras, mati rasa dan ada rasa terbakar.  Apabila terkena mata dapat menimbulkan iritasi mata yang menyebabkan mata memerah, terasa sakit, gata-gatal, penglihatan kabur dan mengeluarkan air mata. Bahkan dalam konsentrasi tinggi formalin dapat menyebabkan pengeluaran air mata yang hebat dan terjadi kerusakan pada lensa mata.  Apabila formalin tertelan maka mulut, tenggorokan dan perut terasa terbakar, sakit tenggorokan, mual, muntah dan diare, yang dapat disertai pendarahan, sakit perut yang hebat, sakit kepala, hipotensi (tekanan darah rendah), kejang, tidak sadar hingga koma. Akibat lain yang disebabkan oleh formalin berupa kerusakan hati, jantung, otak, limpa, pankreas, sistem susunan syaraf pusat dan ginjal, sehingga menimbulkan gejala demam, dan flu (CPSC, 1997). 







MATERIAL DAN METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengujian Pangan dan Bahan Berbahaya  Balai Besar Pengawasan Obat Dan Makanan (BBPOM) Banda Aceh Provinsi Aceh, Pada Bulan Januari sampai Februari 2010.

Alat dan Bahan Penelitian
   Labu Kjeldahl, gelas ukur, Erlenmeyer, tabung reaksi, kompor, panci, tabung reaksi dan rak tabung, beker glass, batang pengaduk, blender, kertas saring, gelas ukur, pipet steril,timbangan analitik. Sedangkan bahan tambahan yang diperlukan yaitu asam kromatofat, asam sulfat, asam fosfat, akuades, formalin, dan reagen Fo-1.

Sampel Penelitian
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan tongkol yang diperoleh dari pedagang di pasar Ulee Kareng Kota Banda Aceh.

Metode Penelitian
Pengenceran dan Penanganan Bahan Pelarut.
Untuk membuat pereaksi 35 ml asam sulfat 60%, dilarutkan 25 ml asam sulfat pekat  ke dalam 10 ml akuades kemudian diaduk menggunakan batang pengaduk steril, selanjutnya masukkan 0,175 gram asam kromatofat dan diaduk. Setelah semuanya homogen, maka larutan ini menjadi H2SO4 60% dan 65 ml asam kromatofat 0,5%. Seperti terlihat pada Gambar 3, 4 dan 5 (BBPOM, 2008).

Pengujian Formalin Menggunakan Asam Kromatofat dan Kit Test
Deteksi formalin menggunakan asam kromatofat. Sejumlah 20 gr contoh dimasukkan ke dalam labu kjeldahl 800 ml yang telah berisi 200 ml air dan diasamkan dengan 5 ml asam fosfat 10 %. Kemudian didestilasi perlahan-lahan hingga diperoleh 90 ml destilat yang ditampung dalam Erlenmeyer yang telah berisi 10 ml air (ujung pendinginnya harus tercelup). Selanjutnya 2 ml destilat dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan  5 ml larutan asam kromatofat 0,5 %  dalam asam sulfat 60 % yang dibuat segar lalu dipanaskan dalam tangas air yang mendidih selama 15 menit, larutan berwarna merah keunguan jika mengandung formaldehida (BBPOM, 2008).
Deteksi formalin menggunakan kit test sebanyak  20 gr sampel dan ditambahkan air sebanyak 100 ml kemudian dihaluskan selanjutnya disaring menggunakan kertas saring, 5 ml larutan dan masukkan ke dalam tabung reaksi yang berbeda kemudian tambahkan 1 ml baku formalin dengan kosentrasi masing-masing  tabung 10 dan  5 ppm, selanjutnya tambahkan 10 tetes reagen Fo-1 ke dalam tiap-tiap tabung tesebut  yang telah diberi label berdasarkan konsentrasi formalin masing-masing tabung dan di homogenkan, selanjutnya masukkan strip kit test ke dalam tiap-tiap tabung selama 1 detik angkat dan tentukan perubahan warna sesuai dengan indikator warna (Ungu) (BBPOM, 2008).

Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif.














Akuades 10 ml
 



+ 25 ml H2SO4 Pekat 60%
 



+ Asam Kromatofat 0,175 gr
 



Homogenkan dengan Batang Pengaduk
 


35 ml Asam Kromatofat 0,5%  dalam Asam Sulfat 60%
 


















        Gambar 3. Bagan Penanganan Bahan Pelarut.














             

                    




Gambar 4.  Bagan Pengujian Formalin Secara Kualitatif Menggunakan
    Asam Kromatofat





















Gambar 5.   Bagan Pengujian Formalin Secara Kualitatif Menggunakan Kit Test

HASIL DAN PEMBAHASAN

 Dari hasil uji formalin secara kualitatif menggunakan asam kromatofat dan kit test terhadap sampel ikan tongkol yang dijual di pasar Ulee Kareng Kota Banda Aceh, menunjukkan hasil uji yang sama dalam  mendeteksi keberadaan formalin dalam bahan pangan. Hasil uji formalin menggunakan asam kromatofat dan deteksi formalin menggunakan kit test pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2.

Tabel 1. Hasil Pengujian Formalin Menggunakan Asam Kromatofat dan Kit Test 
     pada Ikan Tongkol dari Pasar Ulee Kareng Kota Banda Aceh

No
Tabung
Jumlah
Ppm
Hasil Pengujian
Asam Kromatofat
Kit Test
Negatif
Positif
Negatif
Positif
1
Blanko (air)
-
-
-
 -
-
2
Sampel
-
-
ü   
-
ü   
3
Sampel + Formalin
10
ü   
ü   
ü   
ü   
4
Sampel + Formalin
5
ü   
ü   
ü   
ü   


Dalam hal keamanan pangan, selama proses produksi, penanganan dan pengolahan produk perikanan ternyata masih ditemukan hal-hal yang tidak diharapkan, terutama berkenaan dengan ditemukannya pemakaian bahan-bahan yang tidak selayaknya digunakan sebagai pengawet misalnya formalin, borak, rhodamin B dan lain sebagainya. Menurut (Irianto dan Murdinah, 2006) pernah di temukan penggunaan formalin untuk penanganan ikan di atas kapal.
 Pada Tabel 1 baris ke 2 (dua), terlihat sampel positif berformalin meski pada sampel tersebut tidak ada perlakuan penambahan formalin. Maka hasil tersebut dapat dikaitkan dengan hasil penelitian yang telah dilakukan Anisrullah  et al, (2009) yang mendapatkan dari 77 sampel ikan 58 sampel berformalin.
Penggunaan formalin dalam bahan pangan sangat dilarang karena akan berdampak buruk bagi kesehatan, dalam jangka waktu lama akan terakumulasi dalam tubuh, yang menyebabkan keluarnya air mata, pusing, tenggorokan serasa terbakar, serta kegerahan. Jika terpapar formaldehida dalam jumlah banyak, misalnya terminum, bisa menyebabkan kematian. Dalam tubuh manusia, formaldehida dikonversi menjadi asam format yang meningkatkan keasaman darah, tarikan nafas menjadi pendek dan sering, hipotermia, juga koma, atau sampai kepada kematian. Di dalam tubuh, formaldehida bisa menimbulkan terikatnya DNA oleh protein, sehingga mengganggu ekspresi genetik yang normal (Fahruddin, 2007).










Tabel  2. Perbandingan Metode Uji Formalin Secara Kualitatif Menggunakan
               Asam Kromatofat, Kit Test dan Fenilhidrazin pada  5 dan 10 ppm

No
Indikator yang di ukur
Metode Deteksi
Asam kromatofat
Kit test
Fenilhidrazine*)

1


2



3


4


5


6


7


8

Lama waktu/ waktu yang di perlukan

Biaya yang di butuhkan


Kepraktisan


Perubahan warna


Sensitivitas


Mudah/ sukar mendapatkan reagen

Butuh lab/ tempat/ peralatan Khusus

Memerlukana SDM sebagai penguji

± 30 menit


Rp. 1.500.000,-  untuk 1.000 sampel


Praktis


Merah keunguan


5 ppm


Mudah


Ya


Ya

± 10 menit


Rp. 1.000.000,- untuk 100 sampel


Sangat Praktis


Sesuai indikator  warna (Ungu)

5 ppm


Mudah


Tidak


Tidak

± 10 menit


Rp. 1.300.000,-  untuk  100 sampel


Praktis


Hijau emerald – Biru

0,03 ppm


Mudah


Ya


Ya

*)opung et al , 2009


Menurut BBPOM (2008), hasil  deteksi formalin menggunkan asam kromatofat  jelas terlihat pada penentuan warna setelah dipanaskan. Warna yang terlihat adalah ungu yang menandakan sampel tersebut positif mengandung formalin sedangkan pada metode deteksi formalin menggunkan kit test terlihat jelas jika bahan pangan dan makanan mengandung formalin setelah di celupkan strip kit tes yang berubah warna sesuai indikator warna yang telah ditentukan yakni berwarna ungu.
Asam kromatofat dapat memberi warna merah keunguan karena asam kromatofat digunakan untuk mengikat formalin agar terlepas dari bahan. Formalin juga bereaksi dengan asam kromatopik menghasilkan senyawa kompleks yang berwarna merah keunguan. Reaksinya dapat dipercepat dengan cara menambahkan asam sulfat, asam fosfat dan hidrogen peroksida (Ramadhan, 2008).
Bahan aditif  bisa membuat  penyakit  jika  tidak  digunakan  sesuai dosis.  Penyakit yang biasa timbul dalam jangka waktu lama setelah menggunakan suatu bahan aditif adalah kanker, kerusakan ginjal, dan lain-lain. Formalin terbukti bersifat karsinogen atau dapat menyebabkan kanker  pada hewan percobaan, yang menyerang jaringan permukaan hidung. Bila dilihat dari respon tubuh manusia terhadap formalin, efek yang sama juga terjadi. Secara intrasel, paparan akut formalin pada  hewan  percobaan menyebabkan  perlemakan hati dan  degenerasi  sel,  meningkatnya  kekentalan  darah, dan meningkatnya jumlah sel  darah merah immature, dimana kemampuannya dalam meningkat oksigen  belum sempurna  (Fatimah, 2006).
Solusi penyalahgunaan formalin harus dilakukan secara komprehensif, berkesinambungan dan konsisten melalui pendekatan demand side, dengan melakukan peningkatan kesadaran dan kepedulian pelaku usaha dan masyarakat secara edukasi, informasi dan komusikasi efektif  (Raihan, 2006).



 













Gambar 6. Hasil positif dengan jumlah ppm yang berbeda pada deteksi
                  formalin menggunakan asam kromatofat



































Gambar 7. Hasil positif  dengan jumlah ppm yang berbeda pada deteksi
                  formalin menggunakan kit test.
KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa deteksi formalin menggunakan asam kromatofat dan menggunakan kit test dapat mendeteksi keberadaan formalin pada level 5 ppm. Penggunaan asam kromatofat memberi hasil yang lebih ekonomis dan penggunaan metode kit test lebih praktis.

SARAN
Perlu dilanjutkan penelitian tentang perbandingan metode deteksi formalin secara kuantitatif  menggunakan asam kromatofat dan kit test dengan pengenceran yang lebih rendah.

                                


 
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Sebagai bahan pangan, ikan merupakan sumber protein, lemak, vitamin, dan mineral yang sangat baik dan prospektif. Keunggulan utama protein ikan dibandingkan produk lainnya terletak pada kelengkapan komposisi asam aminonya dan kemudahan untuk dicerna. Ikan juga mengandung asam lemak, terutama asam lemak omega-3 yang sangat penting bagi kesehatan dan perkembangan otak bayi untuk potensi kecerdasannya (Astawan disitasi oleh Puspitasari, 2009).
Pengolahan bahan makanan yang mengandung protein haruslah hati-hati, karena sifat protein yang mudah terdenaturasi. Salah satu penyebab denaturasi protein ini adalah dengan penambahan bahan kimia seperti halnya garam. Denaturasi protein dapat diartikan suatu perubahan protein dari sifat aslinya, yang dapat menyebabkan perubahan sifat biologik maupun kelarutannya. Protein ada yang larut dalam air, dan ada yang larut dalam lemak (Sofro disitasi oleh Puspitasari, 2009).
Bahan kimia tambahan sampai saat ini masih banyak digunakan untuk mengawetkan produk pangan meskipun beberapa diantaranya sudah dilarang.  Salah satunya adalah formalin untuk memperpanjang umur simpan tahu, bakso, mie basah, dan  juga  pada ikan mentah yang di jual di pasar dengan tujuan agar ikan tersebut tidak cepat busuk.  International Programme on Chemical Safety      ( IPCS ) mengatakan  batas aman  formalin yang dibolehkan adalah 0,2 mg/kg BB.  Bila formalin masuk ke tubuh melebihi ambang batas tersebut, maka dapat mengakibatkan gangguan pada organ dan sistem tubuh manusia.  Akibat yang ditimbulkan tersebut dapat terjadi dalam waktu singkat juga dalam jangka panjang, bisa melalui inhalasi, kontak langsung atau tertelan (Judarwanto, 2000).  Pemakaian formalin pada sejumlah makanan juga terjadi di Aceh. Sekitar 70 persen dari 58 sampel diantaranya mie, tahu, ikan asin, ikan teri, dan ikan basah yang diambil dari Banda Aceh, Aceh Besar dan Aceh Barat, menggunakan formalin sebagai bahan pengawet (Raihan, 2006).
   Selama ini dikenal ada beberapa cara menentukan formalin dalam bahan pangan dan makanan, diantaranya uji formalin menggunakan metode secara kualitatif, uji formalin secara kuantitatif, uji formalin dengan perlakuan pemanasan dan uji formalin secara in vitro (Risch, 2005). Menurut Muhammad Bayu, auditor dari Lembaga Penelitian  Pengawasan Obat dan Makanan Majelis Ulama Indonesia Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, uji formalin dapat dilakukan dengan uji organoleptik (uji indrawi). Uji ini dilakukan dengan memperhatikan tekstur pada makanan. Karena sifat formalin mengeraskan jaringan,  maka jika makanan mengandung formalin, akan menpengaruhi tingkat kekenyalan. Tanda laian adalah jika makanan mengandung formalin tidak dikerubuti lalat karena formalin merupakan bahan insektisida (Anonimus, 2006a).
Metode lain yang sering digunakan untuk deteksi formalin di laboratorium salah satunya adalah deteksi formalin menggunakan asam kromatofat yang dilakukan dengan metode destilasi seperti yang sering dilakukan oleh pihak BBPOM untuk mendeteksi formalin dalam bahan pangan dan makanan  (BBPOM, 2008)
            Formalin memiliki kemampuan yang sangat baik ketika mengawetkan makanan, namun walau daya awetnya sangat luar biasa, formalin dilarang digunakan pada makanan. Di Indonesia, beberapa undang-undang yang melarang penggunaan formalin sebagai pengawet makanan adalah Peraturan Menteri Kesehatan No722/1988, Peraturan Menteri Kesehatan No. 68/Menkes/PER/X/1999, UU No 7/1996 tentang Pangan dan UU No 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen. Hal ini disebabkan oleh bahaya residu yang ditinggalkannya bersifat karsinogenik bagi tubuh manusia (Anonimus, 2006b).
Berdasarkan peraturan-peraturan tersebut, formalin termasuk dalam kategori bahan berbahaya yang penggunaannya harus diawasi secara ketat.  Tata niaga bahan kimia formalin yang ada agar diperhatikan lagi dan harus ditata kembali supaya orang tidak mudah mendapatkannya. Untuk mendapatkan formalin harus menggunakan ''sejenis resep'' dari instansi yang dapat dipertanggung jawabkan, misalnya dari laboratorium penelitian, tanpa adanya resep tersebut, pemilik toko dilarang untuk memberikannya, dengan demikian, oleh siapa dan untuk apa formalin tersebut dibeli akan diketahui. Selain itu untuk meninjau ulang kebijakan yang menyangkut tata niaga dan impor formalin serta bahan kimia berbahaya lainnya, pemerintah juga perlu memperketat pemberian izin industri makanan, juga secara rutin mengawasi industri-industri makanan tersebut (Hustyani, 2006).
Alasan pentingnya membandingkan hasil kerja metode pengujian secara kualitatif ini adalah agar memperoleh metode yang lebih sederhana, cepat, akurat dan ekonomis dalam melakukan uji formalin dari kedua metode tersebut. Tujuan penelitian ini adalah membandingkan metode hasil uji penelitian antara metode kit test dan uji formalin secara kualitatif menggunakan asam kromatofat, sehingga diperoleh hasil metode mana yang lebih ekonomis dan hasil yang baik. Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi kepada masyarakat untuk memanfaatkan salah satu metode uji yang lebih ekonomis dan memberikan hasil yang lebih nyata. Sedangkan hipotesis dari penelitian ini adalah, deteksi formalin menggunakan kit test lebih mudah dilakukan serta memperoleh hasil yang cepat dan baik.












TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Asam Kromatofat
Asam kromatofat dengan rumus molekul C10H6O8S2Na2.2H2O digunakan untuk mengikat formalin agar terlepas dari bahan. Formalin juga bereaksi dengan asam kromatofat menghasilkan senyawa kompleks yang berwarna merah keunguan. Reaksinya dapat dipercepat dengan cara menambahkan asam fosfat dan hidrogen peroksida. Caranya bahan yang diduga mengandung formalin ditetesi dengan campuran asam kromatofat, asam fosfat, dan hidrogen peroksida. Jika dihasilkan warna merah keunguan maka dapat disimpulkan bahwa bahan tersebut mengandung formalin (Widyaningsih  yang  disitasi Ramadhan, 2008).
Asam sulfat mempunyai rumus kimia H2SO4, merupakan asam mineral (anorganik) yang kuat. Zat ini larut dalam air pada semua perbandingan. Asam sulfat mempunyai banyak kegunaan, termasuk dalam kebanyakan reaksi kimia. Kegunaan utama termasuk pemrosesan bijih mineral, sintesis kimia, pemrosesan air limbah. Reaksi hidrasi (pelarutan dalam air) dari asam sulfat adalah reaksi eksoterm yang kuat. Jika air ditambah kepada asam sulfat pekat, terjadi pendidihan. Senantiasa tambah asam kepada air dan bukan sebaliknya. Sebagian dari masalah ini disebabkan perbedaan isipadu kedua cairan. Air kurang padu dibanding asam sulfat dan cenderung untuk terapung di atas asam. Reaksi tersebut membentuk ion hidronium: H2SO4 + H2O → H3O+ + HSO4-. Asam sulfat dipercayai pertama kali ditemukan di Iran oleh Al-Razi pada abad ke-9        (Wells, 1984).
Kit Test
   Food Security kit dirancang sebagai screening kit atau alat pemeriksaan/ pendeteksian awal, dengan pembacaan secara visual, yaitu dengan membandingkan warna yang terbentuk dari hasil reaksi antara sampel dengan pereaksi siap pakai dengan rangkaian beberapa warna standard-nya. Maka hasil yang didapat adalah merupakan hasil pendekatan antara nilai yang sebenarnya dengan nilai standar yang ada, sehingga dari temuan awal tersebut, selanjutnya dilakukan identifikasi atau pengujian lanjutan dengan  metode persiapan sampel (sample preparation) dan metode analisa yang sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) (Anonimus, 2010).
Residu formalin pada produk pangan sulit dideteksi secara inderawi. Invensi ini berupa alat penguji (test kit) kualitatif yang praktis menggunakan larutan campuran pararosanilin dengan sulfit jenuh pada suasana asam. Alat penguji ini sama sensitifnya dengan reagen penguji komersial dan dapat mendeteksi adanya formalin pada makanan dalam bentuk padat atau cair dengan batas deteksi minimal 2 ppm. Hasil akhir akan terlihat dengan adanya perubahan warna pada larutan penguji (Anonimus, 2009).

























Gambar 1. Formaldehid Kit Test

Ikan Tongkol
Ikan tongkol dengan nama latin Auxis tharzard merupakan salah satu bahan pangan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Untuk mengkonsumsi ikan perlu diketahui oleh masyarakat bahwa ikan merupakan suatu bahan pangan yang cepat mengalami proses pembusukan (perishable food), hal ini disebabkan karena beberapa hal seperti kandungan protein yang tinggi dan kondisi lingkungan yang sangat sesuai untuk pertumbuhan mikroba pembusuk. Adapun kondisi lingkungan tersebut seperti suhu, pH, oksigen, waktu simpan, dan kondisi kebersihan sarana prasarana (Pandit et al, 2006).
       Ikan tongkol yang tergolong famili scombroidae, jika dibiarkan pada suhu kamar, maka segera akan terjadi proses penurunan mutu, menjadi tidak segar lagi dan jika ikan tongkol  ini dikonsumsi akan menimbulkan keracunan. Keracunan ini disebabkan oleh kontaminasi bakteri patogen seperti Escherichia coli, Salmonella, Vibrio cholerae, Enterobacteriacea dan lain-lain. Salah satu jenis keracunan yang sering terjadi pada ikan tongkol adalah keracunan histamin (scombroid fish poisoning) karena ikan jenis ini mengandung asam amino histidin yang dikontaminasi oleh bakteri dengan mengeluarkan enzim histidin dekarboksilase sehingga menghasilkan histamin. Bakteri ini banyak terdapat pada anggota tubuh manusia yang tidak higienis, kotoran/tinja, isi perut ikan serta peralatan yang tidak bersih (Pandit et al, 2006).















Gambar 2. Ikan Tongkol (Auxis tharzard)










Sumber Formalin
Formaldehid (CH2O) bisa dihasilkan dari pembakaran bahan yang mengandung karbon, dalam asap dari kebakaran hutan, knalpot mobil, dan asap tembakau.  Formalin secara normal ada pada konsentrasi yang rendah, umumnya kurang lebih 0.03 ppm di udara dalam dan luar ruangan.  Konsentrasi formalin di daerah pedalaman lebih rendah, sedangkan di daerah perkotaan konsentrasinya lebih besar dari 0.03 ppm. Tingkat keberadaan formalin di dalam ruangan tergantung suhu, kelembaban dan rasio pertukaran udara dari luar ke dalam ruangan.  Meningkatnya aliran udara dari luar menyebabkan menurunnya tingkat konsentrasi formalin di dalam ruangan.  Bila suhu dan kelembaban tinggi, maka tingkat konsentrasi formalin meningkat.  Sumber formalin di lingkungan yaitu   di dalam kabut yang bercampur asap, rokok dan produksi tembakau, gas untuk memasak dan pemadam api, pabrik kayu dan yang berasal dari rumah tangga seperti gelas fiber, pabrik percetakan serta beberapa bahan pembersih. Tingkat formalin dalam lingkungan mempunyai ciri khas yang baik dan bervariasi, tergantung dari wilayah suatu Negara dan cuaca suatu daerah atau lingkungan perkotaan (CPSC, 1997).
Formaldehid secara konvensional sudah dikenal hampir 100 tahun dan sekarang diproduksi secara luas di seluruh dunia. Formaldehid pertama kali ditemukan oleh ahli kimia Rusia bernama A.M. Butlerov pada tahun 1859, sebagai hasil dari sintesa methylene glycol dengan hidrolisis methyen diacetat  yang tidak berhasil. Gambaran sifat fisika dan kimia dari paraformaldehide yang disebutnya dioksimethylene dan sintesa heksamethyelenetetraamin sebagai derivat dari formaldehid.  Pada tahun 1868, A.W. von Hofman mensintesa formaldehid dengan reaksi metanol dan udara dalam katalisator platina dan mengindentifikasinya secara kimia.  Pada tahun 1886, Loew’s mengembangkan metode praktis katalisasi tembaga dan proses katalisai perak yang dikomersilkan di Jerman pada tahun 1888 dan di Amerika Serikat tahun 1901, sedangkan proses katalisasi perak tersebut dipatenkan pada tahun 1910 dan pada tahun yang sama diproduksi dalam skala terbatas sebelum berkembang resin phenolic.  Pada saat ini, meningkatnya kuantitas formaldehid di pabrik-pabrik melalui oksidasi gas dan hidrokarbon alifatik yang rendah.  Pada tahun 1925, proses petrokimia ini didasarkan pada rintisan kerja John. C . Beker (Kirk-Othmer, 1966). 
Sebenarnya batas toleransi Formaldehid (formalin adalah nama dagang zat ini) yang dapat diterima tubuh manusia dengan aman adalah dalam bentuk air minum, menurut International Programme on Chemical Safety (IPCS), adalah 0,1 mg per liter atau dalam satu hari asupan yang dibolehkan adalah 0,2 mg. Sementara formalin yang boleh masuk ke tubuh dalam bentuk makanan untuk orang dewasa adalah 1,5 mg hingga 14 mg per hari. Berdasarkan standar Eropa, kandungan formalin yang masuk dalam tubuh tidak boleh melebihi 660 ppm (1000 ppm setara 1 mg/liter). Sementara itu, berdasarkan hasil uji klinis, dosis toleransi tubuh manusia pada pemakaian secara terus-menerus (Recommended Dietary Daily Allowances/RDDA) untuk formalin sebesar 0,2 miligram per kilogram berat badan. Misalnya berat badan seseorang 50 kilogram, maka tubuh orang tersebut masih bisa mentoleransi sebesar 50 dikali 0,2 yaitu 10 miligram formalin secara terus-menerus. Sedangkan standar United State Environmental Protection Agency/ USEPA untuk batas toleransi formalin di udara, tercatat sebatas 0.016 ppm. Sedangkan untuk pasta gigi dan produk shampo menurut peraturan pemerintah di negara-negara Uni Eropa (EU Cosmetic Directive) dan ASEAN (ASEAN Cosmetic Directive) memperbolehkan penggunaan formaldehid di dalam pasta gigi sebesar 0.1 % dan untuk produk shampoo dan sabun masing-masing sebesar 0.2 %. Peraturan ini sejalan dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Badan Pengawas Obat dan makanan (BPOM) di Indonesia (Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat & Makanan RI No HK.00.05.4.1745, Lampiran III "Daftar zat pengawet yang diizinkan digunakan dalam Kosmetik dengan persyaratan..." no 38 : Formaldehid dan paraformaldehid) (Fahruddin, 2007).

Kegunaan Formalin
Formalin merupakan bahan kimia yang unik dan serbaguna karena formalin tidak mudah digantikan oleh bahan kimia lain dalam produk industri dan konsumen.  Tanpa menggunakan formalin, kinerja dan manfaat dari produk dalam jumlah besar dapat mengakibatkan kerugian.  Kegunaan formalin sangat banyak antara lain ; formalin dapat digunakan sebagai pembunuh kuman sehingga dapat dimanfaatkan untuk pembersih : lantai, kapal, gudang dan pakaian, pembasmi lalat, berbagai serangga lain, bahan pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak.  Dalam dunia fotografi biasaya digunakan untuk pengeras lapisan gelatin dan kertas, bahan pembuatan pupuk urea, bahan pembuatan produk parfum, bahan pengawet produk kosmetika dan pengeras kuku, pencegah korosi untuk sumur minyak, dan bahan perekat untuk produk kayu lapis.  Dalam konsentrasi yang sangat kecil (<1 %) digunakan sebagai pengawet untuk berbagai barang konsumen seperti : pembersih rumah tangga, cairan pencuci piring, pelembut, perawat sepatu, shampoo mobil, lilin dan karpet Formalin digunakan untuk memusnahkan berbagai jenis bakteri pembusuk, cendawan dan kapang dan dapat mengeraskan jaringan tubuh, oleh karenanya formalin 37 persen digunakan untuk mengawetkan bahan biologi, mayat dan preparat biologi (Anonimus, 2008a).

Gejala Klinis
Penggunaan formalin dalam bahan pangan sangat diperhatikan karena akan berdampak buruk bagi kesehatan, dalam jangka waktu lama dan akan terkumulasi dalam tubuh, yang menyebabkan keluarnya air mata, pusing, teggorokan serasa terbakar, serta kegerahan. Jika terpapar formaldehid dalam jumlah banyak, misalnya terminum, bisa menyebabkan kematian. Dalam tubuh manusia, formaldehid dikonversi menjadi asam format yang meningkatkan keasaman darah, tarikan nafas menjadi pendek dan sering, hipotermia, juga koma, atau sampai kepada kematiannya. Di dalam tubuh, formaldehid bisa menimbulkan terikatnya DNA oleh protein, sehingga mengganggu ekspresi genetik yang normal (Fahruddin, 2007).
Dampak buruk bagi kesehatan pada seseorang yang terpapar dengan formalin dapat terjadi akibat paparan akut atau paparan yang berlangsung kronik. Pada masyarakat kita yang mengonsumsi makanan yang mengandung formalin, tentunya paparan ini berlangsung kronik. Dan itu bisa berdampak buruk bagi kesehatan, seperti sakit kepala, radang hidung kronis, mual-mual, gangguan pernapasan baik batuk kronis atau sesak nafas kronis. Gangguan pada persarafan berupa susah tidur, sensitif, mudah lupa, sulit berkonsentrasi. Pada perempuan akan menyebabkan gangguan menstruasi dan infertilitas. Penggunaan formalin jangka panjang dapat menyebabkan kanker mulut dan tenggorokan. Penelitian pada Hewan menyebabkan kanker kulit dan kanker paru. Formalin juga dapat diserap oleh kulit dan dapat juga terhirup oleh pernapasan. Oleh karena itu, kontak langsung dengan zat tersebut tanpa menelannya juga dapat berdampak buruk bagi kesehatan. Formalin juga dapat merusak persarafan tubuh manusia dan dikenal sebagai zat yang bersifat racun untuk persarafan tubuh (neurotoksik). Sampai sejauh ini informasi-informasi yang ada menyebutkan tidak ada level aman bagi formalin ini jika tertelan oleh manusia (Anonimus, 2006c).

Karakteristik Formalin
Formalin mudah larut dalam air, mudah menguap, berbau tajam dan bersifat iritatif pada saluran pernafasan dan saluran pencernaan. Formalin termasuk kelompok senyawa desinfektan kuat yang dapat membasmi berbagai jenis bakreri pembusuk, cedawan dan kapang juga dapat mengawetkan mayat, bahan biologi dan preparat patologi.  Formalin juga mempunyai sifat antimikrobial yang sangat tinggi, sangat efektif membunuh mikroba dan merupakan salah satu jenis alkil, selanjutnya dikatakan bahwa sifat antimikrobial formalin melalui beberapa cara seperti merusak asam deoksiribonukleat (DNA), denaturasi protein, mengganggu selaput dalam dinding sel.  Karena sifat formalin sangat mudah larut dalam air, maka  jika dicampurkan dengan ikan, formalin dengan mudah terserap oleh daging ikan. Selanjutnya, formalin akan mengeluarkan isi sel daging ikan, dan menggantikannya dengan formaldehid yang lebih kaku. Akibatnya bentuk ikan mampu bertahan dalam waktu yang lama. Selain itu, karena sifatnya yang mampu membunuh mikroba, daging ikan tidak akan mengalami pembusukan.  Formalin memiliki rumus kimia : rumus kimia formalin CHO, berat molekul 30,03, titik beku-92, titik didih : 2140F (1100C),  pH : 2.8-4, gravitasi : 1,08, persentase dijual di pasaran : 37%, bentuk : cair, tidak berwarna dan berbau, pelarut yang digunakan adalah alkohol dan aseton     (Linton et al, 1987).

Dampak Formalin Bagi Kesehatan
Menurut IPCS (International Programme on Chemical Safety), secara umum ambang batas aman di dalam tubuh adalah 1 miligram per liter. IPCS adalah lembaga khusus dari tiga organisasi di PBB, yaitu ILO, UNEP, serta WHO, yang mengkhususkan pada keselamatan penggunaan bahan kimiawi.  Bila formalin masuk ke tubuh melebihi ambang batas tersebut maka dapat mengakibatkan gangguan pada organ dan sistem tubuh manusia.  Akibat yang ditimbulkan tersebut dapat terjadi dalam waktu jangka pendek dan dalam jangka panjang, bisa melalui hirupan, kontak langsung atau tertelan. Dalam jumlah sedikit, formalin akan larut dalam air, serta akan dikeluarkan ke luar bersama cairan tubuh yaitu melalui urin dan feses, sehingga formalin sulit dideteksi keberadaannya di dalam darah.  Imunitas tubuh sangat berperan terhadap pengaruh adanya formalin di dalam tubuh.  Jika imunitas tubuh rendah atau mekanisme pertahanan tubuh rendah, sangat mungkin formalin dengan kadar rendahpun bisa berdampak buruk terhadap kesehatan (Anonimus, 2008b).

Apabila formalin mengenai kulit dapat menimbulkan perubahan warna, kulit menjadi merah, mengeras, mati rasa dan ada rasa terbakar.  Apabila terkena mata dapat menimbulkan iritasi mata yang menyebabkan mata memerah, terasa sakit, gata-gatal, penglihatan kabur dan mengeluarkan air mata. Bahkan dalam konsentrasi tinggi formalin dapat menyebabkan pengeluaran air mata yang hebat dan terjadi kerusakan pada lensa mata.  Apabila formalin tertelan maka mulut, tenggorokan dan perut terasa terbakar, sakit tenggorokan, mual, muntah dan diare, yang dapat disertai pendarahan, sakit perut yang hebat, sakit kepala, hipotensi (tekanan darah rendah), kejang, tidak sadar hingga koma. Akibat lain yang disebabkan oleh formalin berupa kerusakan hati, jantung, otak, limpa, pankreas, sistem susunan syaraf pusat dan ginjal, sehingga menimbulkan gejala demam, dan flu (CPSC, 1997). 







MATERIAL DAN METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengujian Pangan dan Bahan Berbahaya  Balai Besar Pengawasan Obat Dan Makanan (BBPOM) Banda Aceh Provinsi Aceh, Pada Bulan Januari sampai Februari 2010.

Alat dan Bahan Penelitian
   Labu Kjeldahl, gelas ukur, Erlenmeyer, tabung reaksi, kompor, panci, tabung reaksi dan rak tabung, beker glass, batang pengaduk, blender, kertas saring, gelas ukur, pipet steril,timbangan analitik. Sedangkan bahan tambahan yang diperlukan yaitu asam kromatofat, asam sulfat, asam fosfat, akuades, formalin, dan reagen Fo-1.

Sampel Penelitian
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan tongkol yang diperoleh dari pedagang di pasar Ulee Kareng Kota Banda Aceh.

Metode Penelitian
Pengenceran dan Penanganan Bahan Pelarut.
Untuk membuat pereaksi 35 ml asam sulfat 60%, dilarutkan 25 ml asam sulfat pekat  ke dalam 10 ml akuades kemudian diaduk menggunakan batang pengaduk steril, selanjutnya masukkan 0,175 gram asam kromatofat dan diaduk. Setelah semuanya homogen, maka larutan ini menjadi H2SO4 60% dan 65 ml asam kromatofat 0,5%. Seperti terlihat pada Gambar 3, 4 dan 5 (BBPOM, 2008).

Pengujian Formalin Menggunakan Asam Kromatofat dan Kit Test
Deteksi formalin menggunakan asam kromatofat. Sejumlah 20 gr contoh dimasukkan ke dalam labu kjeldahl 800 ml yang telah berisi 200 ml air dan diasamkan dengan 5 ml asam fosfat 10 %. Kemudian didestilasi perlahan-lahan hingga diperoleh 90 ml destilat yang ditampung dalam Erlenmeyer yang telah berisi 10 ml air (ujung pendinginnya harus tercelup). Selanjutnya 2 ml destilat dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan  5 ml larutan asam kromatofat 0,5 %  dalam asam sulfat 60 % yang dibuat segar lalu dipanaskan dalam tangas air yang mendidih selama 15 menit, larutan berwarna merah keunguan jika mengandung formaldehida (BBPOM, 2008).
Deteksi formalin menggunakan kit test sebanyak  20 gr sampel dan ditambahkan air sebanyak 100 ml kemudian dihaluskan selanjutnya disaring menggunakan kertas saring, 5 ml larutan dan masukkan ke dalam tabung reaksi yang berbeda kemudian tambahkan 1 ml baku formalin dengan kosentrasi masing-masing  tabung 10 dan  5 ppm, selanjutnya tambahkan 10 tetes reagen Fo-1 ke dalam tiap-tiap tabung tesebut  yang telah diberi label berdasarkan konsentrasi formalin masing-masing tabung dan di homogenkan, selanjutnya masukkan strip kit test ke dalam tiap-tiap tabung selama 1 detik angkat dan tentukan perubahan warna sesuai dengan indikator warna (Ungu) (BBPOM, 2008).

Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif.














Akuades 10 ml
 



+ 25 ml H2SO4 Pekat 60%
 



+ Asam Kromatofat 0,175 gr
 



Homogenkan dengan Batang Pengaduk
 


35 ml Asam Kromatofat 0,5%  dalam Asam Sulfat 60%
 


















        Gambar 3. Bagan Penanganan Bahan Pelarut.














             

                    




Gambar 4.  Bagan Pengujian Formalin Secara Kualitatif Menggunakan
    Asam Kromatofat





















Gambar 5.   Bagan Pengujian Formalin Secara Kualitatif Menggunakan Kit Test

HASIL DAN PEMBAHASAN

 Dari hasil uji formalin secara kualitatif menggunakan asam kromatofat dan kit test terhadap sampel ikan tongkol yang dijual di pasar Ulee Kareng Kota Banda Aceh, menunjukkan hasil uji yang sama dalam  mendeteksi keberadaan formalin dalam bahan pangan. Hasil uji formalin menggunakan asam kromatofat dan deteksi formalin menggunakan kit test pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2.

Tabel 1. Hasil Pengujian Formalin Menggunakan Asam Kromatofat dan Kit Test 
     pada Ikan Tongkol dari Pasar Ulee Kareng Kota Banda Aceh

No
Tabung
Jumlah
Ppm
Hasil Pengujian
Asam Kromatofat
Kit Test
Negatif
Positif
Negatif
Positif
1
Blanko (air)
-
-
-
 -
-
2
Sampel
-
-
ü   
-
ü   
3
Sampel + Formalin
10
ü   
ü   
ü   
ü   
4
Sampel + Formalin
5
ü   
ü   
ü   
ü   


Dalam hal keamanan pangan, selama proses produksi, penanganan dan pengolahan produk perikanan ternyata masih ditemukan hal-hal yang tidak diharapkan, terutama berkenaan dengan ditemukannya pemakaian bahan-bahan yang tidak selayaknya digunakan sebagai pengawet misalnya formalin, borak, rhodamin B dan lain sebagainya. Menurut (Irianto dan Murdinah, 2006) pernah di temukan penggunaan formalin untuk penanganan ikan di atas kapal.
 Pada Tabel 1 baris ke 2 (dua), terlihat sampel positif berformalin meski pada sampel tersebut tidak ada perlakuan penambahan formalin. Maka hasil tersebut dapat dikaitkan dengan hasil penelitian yang telah dilakukan Anisrullah  et al, (2009) yang mendapatkan dari 77 sampel ikan 58 sampel berformalin.
Penggunaan formalin dalam bahan pangan sangat dilarang karena akan berdampak buruk bagi kesehatan, dalam jangka waktu lama akan terakumulasi dalam tubuh, yang menyebabkan keluarnya air mata, pusing, tenggorokan serasa terbakar, serta kegerahan. Jika terpapar formaldehida dalam jumlah banyak, misalnya terminum, bisa menyebabkan kematian. Dalam tubuh manusia, formaldehida dikonversi menjadi asam format yang meningkatkan keasaman darah, tarikan nafas menjadi pendek dan sering, hipotermia, juga koma, atau sampai kepada kematian. Di dalam tubuh, formaldehida bisa menimbulkan terikatnya DNA oleh protein, sehingga mengganggu ekspresi genetik yang normal (Fahruddin, 2007).










Tabel  2. Perbandingan Metode Uji Formalin Secara Kualitatif Menggunakan
               Asam Kromatofat, Kit Test dan Fenilhidrazin pada  5 dan 10 ppm

No
Indikator yang di ukur
Metode Deteksi
Asam kromatofat
Kit test
Fenilhidrazine*)

1


2



3


4


5


6


7


8

Lama waktu/ waktu yang di perlukan

Biaya yang di butuhkan


Kepraktisan


Perubahan warna


Sensitivitas


Mudah/ sukar mendapatkan reagen

Butuh lab/ tempat/ peralatan Khusus

Memerlukana SDM sebagai penguji

± 30 menit


Rp. 1.500.000,-  untuk 1.000 sampel


Praktis


Merah keunguan


5 ppm


Mudah


Ya


Ya

± 10 menit


Rp. 1.000.000,- untuk 100 sampel


Sangat Praktis


Sesuai indikator  warna (Ungu)

5 ppm


Mudah


Tidak


Tidak

± 10 menit


Rp. 1.300.000,-  untuk  100 sampel


Praktis


Hijau emerald – Biru

0,03 ppm


Mudah


Ya


Ya

*) Anisrullah et al , 2009


Menurut BBPOM (2008), hasil  deteksi formalin menggunkan asam kromatofat  jelas terlihat pada penentuan warna setelah dipanaskan. Warna yang terlihat adalah ungu yang menandakan sampel tersebut positif mengandung formalin sedangkan pada metode deteksi formalin menggunkan kit test terlihat jelas jika bahan pangan dan makanan mengandung formalin setelah di celupkan strip kit tes yang berubah warna sesuai indikator warna yang telah ditentukan yakni berwarna ungu.
Asam kromatofat dapat memberi warna merah keunguan karena asam kromatofat digunakan untuk mengikat formalin agar terlepas dari bahan. Formalin juga bereaksi dengan asam kromatopik menghasilkan senyawa kompleks yang berwarna merah keunguan. Reaksinya dapat dipercepat dengan cara menambahkan asam sulfat, asam fosfat dan hidrogen peroksida (Ramadhan, 2008).
Bahan aditif  bisa membuat  penyakit  jika  tidak  digunakan  sesuai dosis.  Penyakit yang biasa timbul dalam jangka waktu lama setelah menggunakan suatu bahan aditif adalah kanker, kerusakan ginjal, dan lain-lain. Formalin terbukti bersifat karsinogen atau dapat menyebabkan kanker  pada hewan percobaan, yang menyerang jaringan permukaan hidung. Bila dilihat dari respon tubuh manusia terhadap formalin, efek yang sama juga terjadi. Secara intrasel, paparan akut formalin pada  hewan  percobaan menyebabkan  perlemakan hati dan  degenerasi  sel,  meningkatnya  kekentalan  darah, dan meningkatnya jumlah sel  darah merah immature, dimana kemampuannya dalam meningkat oksigen  belum sempurna  (Fatimah, 2006).
Solusi penyalahgunaan formalin harus dilakukan secara komprehensif, berkesinambungan dan konsisten melalui pendekatan demand side, dengan melakukan peningkatan kesadaran dan kepedulian pelaku usaha dan masyarakat secara edukasi, informasi dan komusikasi efektif  (Raihan, 2006).



 













Gambar 6. Hasil positif dengan jumlah ppm yang berbeda pada deteksi
                  formalin menggunakan asam kromatofat



































Gambar 7. Hasil positif  dengan jumlah ppm yang berbeda pada deteksi
                  formalin menggunakan kit test.
KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa deteksi formalin menggunakan asam kromatofat dan menggunakan kit test dapat mendeteksi keberadaan formalin pada level 5 ppm. Penggunaan asam kromatofat memberi hasil yang lebih ekonomis dan penggunaan metode kit test lebih praktis.

SARAN
Perlu dilanjutkan penelitian tentang perbandingan metode deteksi formalin secara kuantitatif  menggunakan asam kromatofat dan kit test dengan pengenceran yang lebih rendah.

                                











Terima kasih telah membaca artikel tentang PERBANDINGAN METODE DETEKSI FORMALIN SECARA KUALITATIF MENGGUNAKAN ASAM KROMATOFAT DAN KIT TEST di blog Medik Veteriner jika anda ingin menyebar luaskan artikel ini di mohon untuk mencantumkan link sebagai Sumbernya, dan bila artikel ini bermanfaat silakan bookmark halaman ini diwebbroswer anda, dengan cara menekan Ctrl + D pada tombol keyboard anda.

Artikel terbaru :

Mas Sehat | Blog Tentang Kesehatan | Mas Sehat ~ Blog Tentang Kesehatan | www.mas-sehat.com

3 komentar

Maaf ni diambil pustaka or referensinya dari mana ya????

Balas

Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.

Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.

Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.

Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.

Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut

Balas

Ada Obat Herbal Alami yang aman & efektif. Untuk Panggilan Cure Total +2349010754824, atau email dia drrealakhigbe@gmail.com Untuk Janji dengan (Dr.) AKHIGBE hubungi dia. Pengobatan dengan Obat Herbal Alami. Untuk: Demam Berdarah, Malaria. Menstruasi yang Nyeri atau Tidak Teratur. HIV / Aids. Penderita diabetes. Infeksi vagina. Keputihan Vagina. Gatal Dari Bagian Pribadi. Infeksi payudara. Debit dari Payudara. Nyeri & Gatal pada Payudara. Nyeri perut bagian bawah. Tidak Ada Periode atau Periode Tiba-tiba Berhenti. Masalah Seksual Wanita. Penyakit Kronis Tekanan Darah Tinggi. Rasa sakit saat berhubungan seks di dalam Pelvis. Nyeri saat buang air kecil. Penyakit Radang Panggul, (PID). Menetes Sperma dari Vagina Serta Untuk jumlah sperma rendah. Penyakit Parkinson. Lupus. Kanker. TBC Jumlah sperma nol. Bakteri Diare.Herpatitis A&B, Rabies. Asma. Ejakulasi cepat. Batu empedu, Ejakulasi Dini. Herpes. Nyeri sendi. Pukulan. Ereksi yang lemah. Erysipelas, Tiroid, Debit dari Penis. HPV. Hepatitis A dan B. STD. Staphylococcus + Gonorrhea + Sifilis. Penyakit jantung. Pile-Hemorrhoid. Rematik, tiroid, Autisme, pembesaran Penis, Pinggang & Nyeri Punggung. Infertilitas Pria dan Infertilitas Wanita. Dll. Ambil Tindakan Sekarang. hubungi dia & Pesan untuk Pengobatan Herbal Alami Anda: +2349010754824 dan kirimkan email ke drrealakhigbe@gmail.com Catatan Untuk Pengangkatan dengan (Dr.) AKHIGBE. Saya menderita kanker selama setahun dan tiga bulan meninggal karena sakit dan penuh patah hati. Suatu hari saya mencari melalui internet dan saya menemukan kesaksian penyembuhan herpes oleh dokter Akhigbe. Jadi saya menghubungi dia untuk mencoba keberuntungan saya, kami berbicara dan dia mengirimi saya obat melalui jasa kurir dan dengan instruksi tentang cara meminumnya. . Saya tidak benar-benar tahu bagaimana itu terjadi tetapi ada kekuatan dalam pengobatan herbal Dr Akhigbe. Dia adalah dokter jamu yang baik.

Balas