Anjing merupakan hewan
karnivora dan merupakan salahsatu hewan kesayangaan selain kucing. Hewan ini
memiliki berbagai fungsi salah satunya adalah sebagai hewan penjaga dan sabagai
hewan pemburu selain itu anjing dapat dipergunakan unutk melacak dan membantu
pihak keamanan dalam menjalankan tugasnya. Anjing yang baik adalah anjing yang
pemberani, pintar, bersosialisasi baik dengan anjing lain, baik terhadap orang
dan berpenampilan/performans gagah. Penampilan yang disukai masyarakat dari
anjing yaitu berpenampilan tegap, bermata sigap, telinga berdiri, ekor lurus
panjang ke belakang. Anjing yang disukai adalah anjing-anjing bastar
herder-kampung, boxer-kampung, herder-boxer, atau Pittbull-kampung.
Begitu
banyak anjing bekerja sebagai anjing pemburu tetapi adapula bentuk ekor anjing
yang tidak disukai oleh pemiliknya sehingga bentuk ekor anjingnya kurang
menarik sehingga hal ini menjadi gengsi tersendiir bagi pemiliknya. Untuk
merubah bentuk ekor yang melingkar menjadi lurus bisa dilakukan tindakan
operatif bedah minor, yaitu dengan cara memotong tendon di beberapa bagian
dorsal ekor hewan. Lurus dan melingkar/berkeloknya ekor anjing ditentukan oleh
ruas-ruas tulang ekor, panjang/pendeknya tendon dan simetris tidaknya tendon di
bagian ekor. Untuk membentuk ekor melingkar menjadi lurus bisa dilakukan dengan
tendotomi di satu hingga lima tempat tergantung dari bentuk ekor hewan
tersebut.
TINJAUAN
PUSTAKA
Anatomi Ekor Anjing
Anatomi
ekor anjing terdiri dari tulang ekor atau os koksigealis yang beruas-ruas.
Tulang ekor dibungkus oleh otot-otot pembentuknya yang terdiri atas muskulus
sakrokaudalis dorsalis, m. sakrokaudalis lateralis, dan m. Sakrokaudalis
ventralis dan m. itertransversalis (Getty, 1975). Pada bagian dorsal ekor
didapatkan tendon berupa tali-tali putih memanjang. Tendon-tendon ini merupakan
perpanjangan dari muskulus sakrokaudalis dorsalis, dan m. sakrokaudalis
lateralis yang memang berada pada sisi dorsolateral tulang ekor (Sisson dan
Grossman, 1961).
Vena
dan arteri besar didapat di bagian ventral (arteri dan vena kaudalis medialis),
dan lateral kanan dan kiri ekor, yakni arteri dan vena kaudalis lateralis
superfisialis (Fossum dkk., 1997). Di luar otot, ekor dibungkus oleh fascia
koksigealis yang kuat. Kulit di bagian ekor anjing ditumbuhi rambut dengan
kelebatan dan panjang rambut bervariatif. Bentuk ekor anjing juga beraneka
ragam, ada yang tegak, melingkar, atau jatuh menggantung, tergantung dari ras
anjing tersebut.
Bentuk Ekor
Bentuk
ekor yang melingkar/berkeluk kekiri atau kekanan bersifat herediter dan
cenderung dominan. Anjing-anjing berburu yang baik umumnya hasil silangan lokal
dengan ras seperti Boxer, German Sheepherd, Pittbull atau Terrier. Hasil
silangan ini umumnya memiliki ekor bengkok/tidak lurus. (Wardana, W. 2003)
Hasil
pengamatan terhadap kadaver-kadaver anjing yang mati karena kecelakaan yang
ditemukan di jalanan, dan anjing-anjing yang menjalani bedah salon, menunjukkan
bahwa bentuk ekor berkelok ke samping kiri atau ke kanan dipengaruhi oleh
ketidaksimetrisan panjang tendo m. sakrokaudalis lateralis dan dorsalis kiri
atau kanan. Sedangkan ekor yang melingkar ke atas dipengaruhi oleh ukuran
panjang tendo m. sakrokaudalis dorsalis yang tidak proporsional dengan
ruas-ruas tulang ekor. Tidak tertutup kemungkinan juga melengkuknya ekor
disebabkan oleh kelainan ruas tulang ekor akibat fraktur atau sebab lainnya,
dengan kondisi ini bedah salon pola ini tidak bisa diterapkan (Wardana, W. 2003).
Premedikasi
Bedah
salon meluruskan ekor anjing merupakan operasi bedah minor. Terhadap anjing
yang jinak bisa menggunakan anaestesi epidural dan untuk jenis anjing peburu
umumnya kurang jinak sehingga digunakan anaestesi umum (hall dan clarke, 1983).
Premedikasi
atau preanestetik diberikan sebelum dilakukan anestesi umum dengan tujuan untuk
mengurangi ketakutan dan kegelisahan, mengurangi rasa sakit, mengurangi
produksi saliva dan reflek vagus, mempermudah induksi anestesi dan meningkatkan
respon anestesi umum (Sawyer Donald C, 1982).
Preanestesi digolongkan menjadi 3 golongan yaitu;
analgesic, tranquilizer dan antikolonergik. Meperidine (Demerol) 1-2 mg/kg atau
Oxymorphone (Numorphan) 0.1-0.2 mg/kg secara IM atau SC adalah beberapa contoh
analgesic. Acetylpomazine 0.05-0.1 mg/kg secara IM atau SC dan Xylazine 1 mg/kg
secara IM adalah contoh tranquilizer sedang antikolinergik yang sering
diberikan pada anjing dan kucing adalah antropin 0.04 mg/kg secara SC, 0.02
mg/kg secara IM atau 0.01 mg/kg bila diberikan secara IV (Sawyer Donald C,
1982).
Atropin
sulfat berfungsi mengurangi sekresi saliva, menurunkan peristaltik usus,
mencegah bradikardia dan mencegah efek muskarinik antikolinesterase seperti
neostignin. Atropin tidak dapat diberikan pada hewan yang mengalami gangguan
hepar. Kerja obat dapat dilihat 30-60 detik setelah penyuntikan intra vena dan
10-15 menit setelah penyuntikan secara intramuskuler atau subkutan (Sardjana
dan Kusumawati, 2004).
Pada umumnya obat-obat praanestetik bersifat sinergis terhadap anestetik, namun penggunaannya harus disesuaikan dengan umur, kondisi dan temperamen hewan, ada atau tidaknya rasa nyeri, teknik anestesi yang dipakai, adanya antisipasi komplikasi dll (Sardjana dan Kusmawati, 2004).
Pada umumnya obat-obat praanestetik bersifat sinergis terhadap anestetik, namun penggunaannya harus disesuaikan dengan umur, kondisi dan temperamen hewan, ada atau tidaknya rasa nyeri, teknik anestesi yang dipakai, adanya antisipasi komplikasi dll (Sardjana dan Kusmawati, 2004).
Anestesi
Anestesi (pembiusan) berasal dari bahasa Yunani, an-"tidak, tanpa" dan aesthētos, "persepsi, kemampuan untuk merasa". Secara umum Anestesi berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Istilah anestesi digunakan pertama kali oleh Oliver Wendel Holmes Sr pada tahun 1846 (anonimous, 2006).
Anestesi (pembiusan) berasal dari bahasa Yunani, an-"tidak, tanpa" dan aesthētos, "persepsi, kemampuan untuk merasa". Secara umum Anestesi berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Istilah anestesi digunakan pertama kali oleh Oliver Wendel Holmes Sr pada tahun 1846 (anonimous, 2006).
Tujuan pemberian anestesi adalah
mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri dengan meminimalkan kerusakan beberapa
organ tubuh terutama pada pasien dengan kondisi kusus, membuat hewan tidak
terlalu banyak bergerak bila dibutuhkan relaksasi muskulus (Sardjana dan
Kusumawati, 2004). Beberapa tipe anestesi adalah; 1.Pembiusan total — hilangnya
kesadaran total, 2.Pembiusan lokal — hilangnya rasa pada daerah tertentu yang
diinginkan (pada sebagian kecil daerah tubuh), 3.Pembiusan regional — hilangnya
rasa pada bagian yang lebih luas dari tubuh oleh blokade selektif pada jaringan
spinal atau saraf yang berhubungan dengannya (Anonim, 2006).
Prinsip
dasar anestesi umum adalah obat anestetika yang diberikan hendaknya tidak
menimbulkan depresi respirasi dan gangguan sirkulasi, induksi maupun
recoverinya cepat, tidak mahal, tidak menimbulkan iritasi jaringan, stabil dan
tidak mudah meledak, penggunaannya tidak membutuhkan alat-alat kusus (Sardjana
dan Kusumawati, 2004). Dalam pemberian anestetika harus diperhatikan
faktor-faktor seperti; kondisi hewan, lokasi pembedahan, lama pembedahan,
ukuran tubuh atau jenis hewan, penyakit-penyakit yang diderita, kepekaan hewan
terhadap obat anestetik, serta beberapa penyakit seperti penyakit sirkulasi,
respirasi, hepar, gagal ginjal dan anemia yang hebat (Sardjana dan Kusumawati,
2004).
Anestesi dibagi dalam 4 stadium;
Stadium I (stadium induksi atau eksitasi volunter), stadium ini dimulai dari
pemberian agen anestesi sampai menimbulkan hilangnya kesadaran, pada stadium
ini hewan masih sadar dan memberontak. (Sardjana dan Kusumawati, 2004).
Stadium
II (stadium eksitasi involunter), stadium ini dimulai dari hilangnya kesadaran
sampai permulaan stadium pembedahan, pada stadium ini dijumpai adanya eksitasi
dan gerakan yang tidak menurut kehendak, pernafasan tidak teratur,
inkontinentia urin, muntah, hipertensi dan takikardia.
Stadium
III (operasi/pembedahan), terbagi dalam 3 tingkat; Plane I, ditandai dengan
pernafasan yang teratur dan terhentinya anggota gerak, tipe pernafasan
torakoabdominal, reflek pedal masih ada, bola mata bergerak-gerak, palpebra,
konjuntiva dan kornea terdepres. Plane II, ditandai dengan respirasi
torakoabdominal, bola mata ventromedial, semua otot mengalami relaksasi kecuali
otot perut. Plane III, ditandai dengan respirasi abdominal yang regular, bola
mata kembali ketengah dan otot perut relaksasi.
Stadium IV (overdosis/paralisa medulla
oblongata), ditandai dengan paralisa otot dada, pulsus cepat dan pupil
dilatasi, bola mata menunjukkan gambaran seperti mata ikan karena terhentinya
sekresi lakrimal (Archibald J, 1965).
Monitoring
saat hewan teranestesi sangatlah penting, monitoring terhadap; 1.Tingkat
kedalaman anestesi, sesuai tingkat depresi terhadap sistem saraf pusat yang
dapat dilihat melalui tekanan darah, respirasi, reflek pupil, pergerakan bola
mata dan kesadaran, 2.Temperatur tubuh, dimana umumnya tubuh tidak mampu
mempertahankan temperatur tubuh, 3.Kardiovaskuler, melalui monitoring pulsus
dan detak jantung, 4.Respirasi, melalui pemeriksaan tipe respirasi dan
komplikasi sistem respirasi (Sardjana dan Kusumawati, 2004).
Ketamin HCL
Ketamin hydrochloride adalah suatu
obat bius atau obat penghilang rasa sakit yang biasanya digunakan terutama pada
bidang kedokteran hewan; biasa digunakan pada anjing, kucing, kelinci, tikus,
dan hewan kecil lainnya.
Ketamin juga digunakan bersama obat penenang lain untuk menghilangkan rasa sakit pada hewan besar seperti kuda dan sapi. Ketamin merupakan derifat piperidine, dikenal dengan sebutan “debu malaikat”/’PCP’ (phencycline) (Anonimous, 2006). Ketamin HCl termasuk golongan anestesi disosiatif yang bekerja dengan memutus saraf asosiasi serta korteks otak dan thalamus optikus dihentikan sementara, sedangkan sistem limbik sedikit dipengaruhi, obat ini juga merupakan analgesik yang tidak menyebabkan depresi dan hipnotika pada saraf pusat tetapi berperan sebagai kataleptika dan setelah pemberian ketamin, reflek mulut dan menelan tetap ada dan mata masih terbuka
Ketamin juga digunakan bersama obat penenang lain untuk menghilangkan rasa sakit pada hewan besar seperti kuda dan sapi. Ketamin merupakan derifat piperidine, dikenal dengan sebutan “debu malaikat”/’PCP’ (phencycline) (Anonimous, 2006). Ketamin HCl termasuk golongan anestesi disosiatif yang bekerja dengan memutus saraf asosiasi serta korteks otak dan thalamus optikus dihentikan sementara, sedangkan sistem limbik sedikit dipengaruhi, obat ini juga merupakan analgesik yang tidak menyebabkan depresi dan hipnotika pada saraf pusat tetapi berperan sebagai kataleptika dan setelah pemberian ketamin, reflek mulut dan menelan tetap ada dan mata masih terbuka
Ketamin menimbulkan anestesi
dissosiatif, secara farmakologi bereaksi cepat ditandai dengan adanya reflek
laring yang normal atau agak ditingkatkan, tonus otot yang ringan atau agak
ditingkatkan, tonus otot rangka yang normal atau agak ditingkatkan, stimulasi
pernafasan dan kadang-kadang depresi pernafasan sementara atau minimal. Efek
anestetik dari ketamin sebagian dapat disebabkan oleh suatu antagonis terhadap
reseptor eksitasi N-metil aspartat, ketamin juga dapat bekerja pada reseptor
kolinergik muskarinik, serotonin dan norepineprin dalam sistem saraf pusat
(Omoigui, 1997).
Penggunaan ketamin sebagai
anestetika memiliki keuntungan dan kerugian, keuntungan penggunaan ketamin
antara lain; aplikasinya mudah, pendepresan kardiovaskuler dan respirasi
minimal, dapat digunakan untuk situasi darurat dimana hewan belum dipuasakan
karena reflek faring tetap ada, induksi cepat dan tenang, dan dapat
dikombinasikan dengan agen preanestesi atau anestesi lain. Kerugian penggunaan
ketamin yaitu; menyebabkan relaksasi otot tidak maksimal bila penggunaannya
secara tunggal, responnya bervariasi terhadap beberapa pasien, menyebabkan
hipotermia dan menyebabkan kekejangan ekstremitas, meyebabkan konvulsi pada
beberapa pasien dan recoverinya lama (Slatter, 2005). Ketamin dengan pemberian
tunggal bukan anestetik yang baik (Sardjana dan Kusumawati, 2004).
Ketamin
dapat dipakai oleh hampir semua spesies hewan. Ketamin bersama xylazin dapat
dipakai untuk ansetesi pada kucing (Sardjana dan Kusumawati, 2004). Dosis
ketamin pada hewan kecil 10-20 mg/kg secara IM, dengan onset kerja 3-5 menit
dan waktu rekoverinya 2-6 jam (Sawyer Donald C, 1982). Penggunaan ketamin pada
kucing memerlukan pengalaman dan skill kusus, rekoveri pada kucing berbeda dari
hewan lain, memerlukan perhatian dan observasi yang lama, dan jika rekoveri
tidak terlihat dalam jangka waktu yang lama maka dapat diberikan delirium
sebanyak 0.05-0.1 mg/kg (Sawyer Donald C, 1982).
Xylazin HCL
Xylazin
hydrochloride (Rompun) adalah suatu obat yang digunakan untuk penenang,
anestesi, relaksan otot dan analgesik pada kedokteran hewan. Obat ini adalah
suatu alpha2-agonis dengan penenang dan penghilang rasa sakit (Anonimous,
2006). Relaksasi otot disebabkan hambatan transmisi intra neural kedalam sistem
saraf pusat (Anonimos, 2006). Dalam pembedahan, xylazin dapat dikombinasikan
dengan obat anestesi yang lain seperti ketamin untuk mempengaruhi lama anestesi
dan untuk memperoleh relaksasi otot juga meminimalisir rasa sakit.
Kombinasi
dengan ketamin menyebabkan efek bius tidak terjadi secara mendadak (Anonimous,
2006). Penggunaan xylazin HCL pada hewan kecil menimbulkan efek samping seperti
bradikardia dan penurunan kardiak output, muntah, tremor, penurunan motilitas
intestinal dan peningkatan kontraksi uterus, selain itu juga mempengaruhi
keseimbangan hormonal antara lain menghambat produksi insulin dan ADH (Sardjana
dan kusumawati, 2004). Untuk menghidari efek negatif xylazin tersebut maka
penting sekali diberikan atropine sulfat sebagai premedikasi (Sawyer Donald C,
1982).
Pada
anjing dan kucing, xylazin dapat diberikan 1-2 mg/kg secara IM akan menimbulkan
efek analgesic selama 15-30 menit dan efek seperti tidur selama 1-2 jam (Sawyer
Donald C, 1982).
PERSIAPAN DAN PELAKSANAAN OPERASI
Persiapan Operasi
Dalam menangani kasus bedah salon(meluruskan ekor) ada
beberapa hal yang herus dipersiapkan sebelum operasi dilakukan. Hal ini meliputi persiapan hewan, persiapan
alat-alat dan obat-obatan, persiapan operator dan pembantu operator. Disamping
itu untuk mencapai hasil yang baik juga harus diperhatikan tehnik operasi dan
perawawtan pasca operasi.
Persiapan Hewan
Sebelum
operasi dilaksanakan, pasien yang telah diperiksa keadaan fisik dan keadaan
darah rutin dipuasakan terlebih dahulu selama 8-12 jam yang bertujuan untuk
menghindari dampak pemberian anastesi dan juga untuk membersihkan saluran cerna
sehingga memudahkan dalam melakukan pembedahan. Hewan dimandikan dan dicukur
bulu di sekitar daerah yang akan dioperasi dua jam sebelum operasi dilakukan.
Pasien ditimbang untuk menentukan dosis obat yang digunakan. Premedikasi yang
digunakan adalah atropine sulfat dengan dosis 0,04 mg/kg bb secara subkutan. 10
(sepuluh) menit kemudian dilanjutkan dengan pemberian ketamin dengan dosis
10-40 mg/kg bb, xilazin dengan dosis 2-3 mg/kg bb secara intra muscular.
Setelah pemberian anastesi. Frekwensi nafas dan jantung diperiksa setiap 5
menit sekali sampai pembedahan selesai (Tilley dan smith,2002)
Persiapan Ruangan, Alat,
Bahan Serta Obat-Obatan
Sebelum melakukan operasi, ruangan harus sudah
dibersihkan, peralatan yang digunakan harus sudah steril. Bahan dan obat-obatan
harus sudah tersedia.
Peralatan bedah disterilkan dan disiapkan obat-obat yang
dibutuhkan. Alat yang digunakan adalah: meja bedah, spuit 2,5 cc, scalpel, blade,
arteri klem, duk klem, needle holder,
gunting tumpul, runcing dan bengkok, pinset anatomis
dan sirurgis, allis forcep, drapping, pemegang tampon, dan stetoskop.
Bahan dan obat yang digunakan adalah alkohol 70 %, iodium
tincture 3%, nacl fisiologis, sutera, benang nilon, kain kasa, tampon dan
sarung tangan. Antibiotik (penicillin oil, penstrep 1%) vitamin b kompleks,
asam manafenat, obat premedikasi (atropin sulfat), obat anastesi (lidokain).
Persiapan Operator dan
Co-Operator
Sebelum melakukan operasi, operator dan co-operator
terlebih dahulu mencuci tangan dari ujung jari sampai kesiku dengan air sabun,
kemudian dibilas dengan air bersih, tangan dikeringakan dengan handuk steril
dan didesinfektan dengan alkohol 70% kemudian operator dan co-operator
menggunakan sarung tangan dan pakaian khusus, keadaan asepsis.
TEKNIK
OPERASI
Setelah
teranetesi anjing ditengkurapkan (strenal recumbency) di atas meja operasi,
bisa juga dimiringkan sehingga membentuk sudut 150 agar memudahkan pembedahan
(Rehmel, 1979). Prinsip operasi ini adalah memotong tendo dan atau otot yang
menyebabkan tendo kiri dan kanan tidak simetris. Membuat ukuran panjang tendo
dengan ruas tulang ekor yang tidak proporsional menjadi proporsional, sehingga
ekor akan menjadi lurus.
Sayatan
kulit dilakukan dibagian dorsal ekor di beberapa tempat terutama di tempat
terjadi lekukan. Sayatan biasanya dilakukan di dua sampai lima tempat (rata-rata
tiga tempat) tergantung bentuk ekor yang dihadapi dan bentuk yang diinginkan.
Sisihkan arteri koksigealis (kaudalis) lateralis superfisialis yang ada pada
sisi ekor. Ikatlah arteri ini bila dipandang perlu dengan benang yang mudah
diserap pada bagian paling kranial sayatan. Guna mencapai dan mengenali arteri
ini bisa dilakukan dengan mendorong kulit ke depan dan ke bawah dan dengan
hati-hati sisihkan jaringan yang ada diatasnya (Rehmel, 1979). Arteri
koksigealis lateral superfisialis ini biasanya tepat berada pada sisi lateral
ekor (Hickman dan Walker, 1980), namun kadang-kadang sedikit agak di bawah
(Fossum et al., 1997).
Sayatan
pertama di pangkal ekor, setelah sayatan di bawah kulit ditemukan tendon yang
berwarna putih mengkilap, tendon yang terlihat dipotong menggunakan skalpel,
bila diinginkan ekornya jatuh lurus ke bawah juga dilakukan muskulutomi di
bawah tendo tersebut. Kemudian ke arah kaudal dilakukan lagi sayatan kulit dan
dilakukan penarikan tendon menggunakan gunting kecil atau pinset, akan didapatkan
seperti benang putih. Seterusnya dilakukan lagi sayatan di bagian kaudal ekor
sesuai bentuk ekor yang diinginkan. Dengan dibuangnya tendo dorsal ekor maka
akan didapatkan ekor yang tidak lagi tegak dan lemas/tidak kaku. Selesai
tendotomi/muskulotomi pastikan bahwa bentuk ekor telah lurus/tidak berkelok ke
kiri atau kanan. Bila masih berkelok berarti masih ada tendo yang belum
terputus, bila perlu pada posisi ekor berkelok dilakukan muskulotomi.
PERAWATAN
PASCA OPERASI
Setelah operasi selesai, daerah incisi dibersihkan dan
diolesi dengan iodium tincture 3%, diatas luka yang telah dijahit ditaburkan
wonder dust, kedalam daerah bekas operasi disemprotkan penicillin oil. Kemudian
pasien diberikan procain penicillin g dengan dosis 4000-10.000 iu/kg berat
badan secara im dan vitamin b kompleks secara im. Antibiotik dan suportif
diberikan selama tiga hari berturut-turut.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Anonimous,
2006. Anestesi., http://id.wikipedia.org/wiki/Anestesi
Anonimous, 2006.Guidelines_for_xylazine
http://vetmed.duhs.duke.edu/ guidelines for_xylazine.htm.
Anonimous,2006.Ketamine
Hydrochloride.,http://peyote.com/
jonstef/ketamine.htm
Anonimous, 2006. Ketamine - Wikipedia, the free encyclopedi.,
Barker, A.
J., and H. A. Barker. 1988. Dog Breeds. Bison Book Hongkong.
Fossum, T.W., C.S. hedlund, D.A. Hugle, A.L.
Johnson, M.D. Willard, and G.L.Carroll. 1997. Small Animal Surgery. Mosby Singapore .
Getty, R.
1975 Sisson and Grossmans-The Anatomy of the Domestic Animal,
Hall, L.W. and K. W. Clarke. 1983. Veterinary
Anaesthesia. VIII ed. ELBS & Bailliere Tindall. London .
Hickman, J., and R.G. Walker. 1980. An Atlas of
Veterinary Surgery. John Wright
& Son Bristol.
Ibrahim R. 1998. Pengantar ilmu
bedah veteriner. Syiah kuala university press. Banda aceh.
Omoigui, S.,
1997., Buku Saku Obat-obatan Anestesia., Edisi II. EGC., Jakarta.
Rehmel,
R.A. 1979. Caudectomy in Small Animal Surgery An Atlas of OperativeTechniques.
Edited by W.E. Wigfield and C.A.
Rawlings. W.B. Saunders.London
Sardjana, I.K.W, dan Kusumawati,D., 2004.,
Anastesi Veteriner Jilid I., Gadjah Mada University Press., Yogyakarta.
Sawyer, Donald, C., 1982., The Practice of
Small Animal Anesthesia., W.B.Saunders Company. Toronto , Canada .
Sisson, S.,
and J.D. Grossman. 1961. The Anatomy of The Domestic Animal. W.B.Saunders.
Tokyo.
Slatter,D., 2003., Text Book of Small Animal
Surgery. 3rd Edition., Sounders., Philadelphia .
Swarowsky, 1990 Lexikon der
Hunderassen, Bechtermunz verlag
Tilley. L. P. And
smith. F. W. K. 2000. The 5-minute veterinary consult, canine and feline.
Lipincoot williams and wilkins. volume 2, fifth edition. WB Saunders London .
Wardana,
W. 2003. Bedah Salon : Meluruskan Ekor pada Anjing Berburu. Jvet Vol 4(2) 2003
Terima kasih telah membaca artikel tentang Meluruskan ekor anjing di blog Medik Veteriner jika anda ingin menyebar luaskan artikel ini di mohon untuk mencantumkan link sebagai Sumbernya, dan bila artikel ini bermanfaat silakan bookmark halaman ini diwebbroswer anda, dengan cara menekan Ctrl + D pada tombol keyboard anda.