Demam babi yang diduga berasal dari Afrika ini memengaruhi lebih dari 55 negara di 3 benua, termasuk Cina, tempat di mana hampir separuh populasi babi dunia berada.
Virus ini sangat menular dan dapat menyebar melalui pakan dan produk daging babi yang terkontaminasi, serta sepatu, pakaian, kendaraan, pisau dan peralatan rumah tangga lainnya.
Penularan juga dapat terjadi melalui proses perpindahan ternak yang terinfeksi dan melintasi populasi babi lain. Virus ini juga mungkin ada dalam sampah yang digunakan untuk pakan babi.
Kemunculan penyakit ini akan ditandai dengan demam tinggi dan kelelahan pada babi. Selanjutnya babi akan mulai kehilangan nafsu makan, depresi umum dan penarikan dari hewan lain, mata memerah dan kering, muntah, sembelit atau diare, batuk dan kesulitan bernafas.
Dalam banyak kasus, ruam pada kulit semakin berkembang serta selaput lendir dari mulut dan tenggorokan bisa menjadi meradang dan ulseratif.
Lama kelamaan, babi akan mulai berbaring dan enggan bergerak, kadang dengan gaya berjalan yang mengejutkan dan punggung melengkung; kemudian ia tidak dapat bangkit dan menjadi koma.
Penanganan
Pemberian serum anti-babi-kolera pada tahap awal penyakit mungkin efektif, meskipun jarang terjadi pemulihan.
Kematian dapat terjadi dalam beberapa hari atau penyakitnya malah menjadi kronis dengan cepat. Namun, pemberian serum ini kemungkinan hanya efektif untuk babi ternak yang menderita demam babi biasa.
Jenis demam babi yang paling mematikan adalah demam babi Afrika. Virus ini merupakan virus yang kerap menyerang babi-babi hutan liar.
Mengatasi penyebaran virus babi Afrika yang cepat, sifat virus yang kompleks, kesenjangan dalam pengetahuan tentang infeksi dan kekebalan, serta kesulitan teknis, telah lama menjadi penghambat dalam pengembangan vaksin untuk virus ini. Namun pada 2017, babi hutan di Latvia memberikan terobosan baru.
Laman foenterti melaporkan, dari babi hutan itu para peneliti menemukan vaksin atau antibodi yang bisa melawan virus demam babi jenis mematikan ini.
Ketika penemuan mereka diuji, mereka menemukan kemampuan imunisasi lain yang bisa dilakukan, yaitu melalui kontak dengan mulut hewan yang divaksinasi.
"'Penemuan vaksin ini dapat membantu memperkuat cakupan vaksinasi, mengurangi kebutuhan produksi yang mahal dan pemberian vaksin berskala besar di lapangan," jelas Jose Angel Barasona.
Jika keamanan vaksin dapat ditetapkan, maka itu dapat membantu mengurangi penyebaran Demam Babi yang tidak terkendali di seluruh Eropa dan Asia, seperti keberhasilan sejauh ini dalam menghentikan penyebaran Demam Babi biasa. Studi di masa depan harus memeriksa keamanan vaksin berikut administrasi berulang, proses 'pelepasan', dan stabilitas genetiknya selama perpindahan dari satu hewan ke hewan lain.