PENDAHULUAN
Seekor hewan yang menderita luka akan merasakan adanya ketidaksempurnaan yang pada akhirnya cenderung untuk mengalami gangguan fisik dan emosional. Sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa luka akan mempengaruhi kualitas hidup seseorang. Sebagai contoh, pasien dengan luka kanker dengan eksudat yang banyak dan sangat berbau tentunya bukan hanya menjadi gangguan kesehatan bagi klien akan tetapi juga akan mempengaruhi gangguan interaksi pasien. Ada empat domain kualitas hidup yang bisa terkena dampak dari luka yaitu: Fungsi fisik dan pekerjaan, fungsi psikologis, interaksi sosial, sensasi somatik dan dampak finansial (Anonimous, 2005).
Carville (1998) mendefinisikan luka sebagai hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Sedangkan Udjianti (2007) mendefinisikan luka sebagai keadaan hilang/terputusnya kontinuitas jaringan. Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa luka adalah rusak/terputusnya kontinuitas jaringan.
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
Vulnus (luka) adalah kerusakan, robek, atau pemisahan jaringan pada kulit yang disebabkan karena trauma mekanis, termis, atau kimiawi dengan atau tanpa disertai perdarahan (Anonimus 2005). Vulnus (luka terbuka) sering terjadi pada kuda karena kuda memiliki aktivitas motorik yang tinggi apalagi jika berada pada lingkungan kandang yang tidak terawat dengan baik (Baxter, 1990).
Menurut Carville, (1998) kasus vulnus biasanya disebabkan oleh trauma benda tajam (paku, sisa pohon, kawat pagar dan sebagainya) atau benda tumpul (batu, batang pohon, tali pelana dan sebagainya). Vulnus dapat dibedakan berdasarkan penyebabnya antara lain: saddle druck (luka dipunggung akibat pemasangan pelana yang tidak sempurna), strackle (luka di bagian medial kaki), vulnus punctio (luka akibat tusukan benda tajam), vulnus serrativa (luka akibat goresan kawat), vulnus incisiva (luka akibat tusukan benda tajam), vulnus traumatica (luka akibat hantaman benda tajam).
Luka adalah rusaknya kesatuan/komponen jaringan, dimana secara spesifik terdapat substansi jaringan yang rusak atau hilang. Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul : hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ, respon stres simpatis, perdarahan dan pembekuan darah, kontaminasi bakteri, kematian sel (Morris dan Malt, 1995).
Luka akibat benda tajam, yaitu putusnya atau rusaknya continuitas jaringan karena trauma akibat alat/senjata yang bermata tajam dan atau berujung runcing. Ciri luka akibat benda tajam yaitu : tepi luka rata, sudut luka tajam, rambut/bulu ikut terpotong, jembatan jaringan, memar/lecet di sekitarnya. Cara melukis luka hendaknya ditentukan : lokalisasi : a. ordinat b. Absis, ukuran, jumlah luka, bentuk luka, benda asing, terjadinya intravital/post mortal, luka tersebut menyebabkan kematian/tidak, cara kejadian luka: kecelakaan / bunuh diri / pembunuhan. Macam luka akibat benda tajam : luka Iris (Incisied Wound), luka tusuk (stab wound), luka bacok (Chop Wound) (Udjianti, 2007).
Luka bacok adalah Luka akibat benda atau alat yang berat dengan mata tajam atau agak tumpul yang terjadi dengan suatu ayunan disertai tenaga yang cukup besar. Ciri luka bacok : luka biasanya besar, pinggir luka rata, sudut luka tajam, hampir selalu menimbulkan kerusakan pada tulang, dapat memutuskan bagian tubuh yang terkena bacokan dan kadang-kadang pada tepi luka terdapat memar, aberasi. Contoh : pedang, clurit, kapak, baling-baling kapal (Baxter, 1990).
PEMBAHASAN
Luka adalah rusaknya kesatuan/komponen jaringan, dimana secara spesifik terdapat substansi jaringan yang rusak atau hilang. Vulnus dapat dibedakan berdasarkan penyebabnya antara lain: disebabkan oleh trauma benda tajam (paku, sisa pohon, kawat pagar dan sebagainya) atau benda tumpul (batu, batang pohon, tali pelana dan sebagainya). Vulnus saddle druck (luka dipunggung akibat pemasangan pelana yang tidak sempurna), vulnus strackle (luka di bagian medial kaki), vulnus punctio (luka akibat tusukan benda tajam), vulnus serrativa (luka akibat goresan kawat), vulnus incisiva (luka akibat tusukan benda tajam), vulnus traumatica (luka akibat hantaman benda tajam) (Suriadi, 2007).
Gejala yang tampak di lapang berupa robeknya sebagian kulit, pengerasan daerah sekitar kulit dan kadang berbau busuk dan eksudat di daerah vulnus menjadi mukopurulen jika telah berlangsung lama. Eksudat di daerah vulnus yang telah mukopurulen merupakan indikasi telah terjadi infeksi sekunder dari bakteri lingkungan yang menghasilkan nanah, misalnya Streptococcus dan Stahpylococcus. Gejala-gejala yang muncul jika tidak segera ditangani dapat memicu terjadinya miasis (Darwis dan Widasari, 2008).
Mekanisme terjadinya luka
Luka insisi (Incised Vulnus), terjadi karena teriris oleh instrumen yang tajam. Misal yang terjadi akibat pembedahan. Luka bersih (aseptik) biasanya tertutup oleh sutura seterah seluruh pembuluh darah yang luka diikat (ligasi). Luka memar (Contusion Vulnus), terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan dan dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan bengkak. Luka lecet (Abraded Vulnus), terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda lain yang biasanya dengan benda yang tidak tajam. Luka tusuk (Punctured Vulnus), terjadi akibat adanya benda, seperti peluru atau pisau yang masuk kedalam kulit dengan diameter yang kecil. Luka gores (Lacerated Vulnus), terjadi akibat benda yang tajam seperti oleh kaca atau oleh kawat. Luka tembus (Penetrating Vulnus), yaitu luka yang menembus organ tubuh biasanya pada bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi pada bagian ujung biasanya lukanya akan melebar (Puruhito dan Rubingah, 1995).
Menurut Tingkat Kontaminasi Terhadap Luka
1. Clean Vulnus (Luka bersih)
Clean Vulnus (Luka bersih) yaitu luka bedah takterinfeksi yang mana tidak terjadi proses peradangan (inflamasi) dan infeksi pada sistem pernafasan, pencernaan, genital dan urinari tidak terjadi. Luka bersih biasanya menghasilkan luka yang tertutup; jika diperlukan dimasukkan drainase tertutup (misal; Jackson – Pratt). Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar 1% – 5%.
2. Clean-contamined Vulnus (Luka bersih terkontaminasi)
Clean-contamined Vulnus (Luka bersih terkontaminasi) merupakan luka pembedahan dimana saluran respirasi, pencernaan, genital atau perkemihan dalam kondisi terkontrol, kontaminasi tidak selalu terjadi, kemungkinan timbulnya infeksi luka adalah 3% – 11%.
3. Contamined Vulnus (Luka terkontaminasi)
Contamined Vulnus (Luka terkontaminasi) termasuk luka terbuka, fresh, luka akibat kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar dengan teknik aseptik atau kontaminasi dari saluran cerna; pada kategori ini juga termasuk insisi akut, inflamasi nonpurulen. Kemungkinan infeksi luka 10% – 17%.
4. Dirty or Infected Vulnus (Luka kotor atau infeksi)
Dirty or Infected Vulnus (Luka kotor atau infeksi), yaitu terdapatnya mikroorganisme pada luka (Carville, 1998).
Berdasarkan Kedalaman dan Luasnya Luka, dibagi menjadi
· Stadium I
Luka Superfisial (Non-Blanching Erithema) : yaitu luka yang terjadi pada lapisan epidermis kulit.
· Stadium II
Luka Partial Thickness yaitu hilangnya lapisan kulit pada lapisan epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial dan adanya tanda klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal.
· Stadium III
Luka Full Thickness yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah tetapi tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya sampai pada lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul secara klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya.
· Stadium IV
Luka Full Thickness yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas (David, 2007).
Proses Penyembuhan Luka
Tubuh secara normal akan berespon terhadap cedera dengan jalan proses peradangan, yang dikarakteristikkan dengan lima tanda utama: bengkak (swelling), kemerahan (redness), panas (heat), Nyeri (pain) dan kerusakan fungsi (impaired function). Proses penyembuhannya mencakup beberapa fase :
1. Fase Inflamasi
Fase inflamasi adalah adanya respon vaskuler dan seluler yang terjadi akibat perlukaan yang terjadi pada jaringan lunak. Tujuan yang hendak dicapai adalah menghentikan perdarahan dan membersihkan area luka dari benda asing, sel-sel mati dan bakteri untuk mempersiapkan dimulainya proses penyembuhan. Pada awal fase ini kerusakan pembuluh darah akan menyebabkan keluarnya platelet yang berfungsi sebagai hemostasis. Platelet akan menutupi vaskuler yang terbuka (clot) dan juga mengeluarkan substansi vasokonstriksi yang mengakibatkan pembuluh darah kapiler vasokonstriksi. Selanjutnya terjadi penempelan endotel yang akan menutup pembuluh darah. Periode ini berlangsung 5-10 menit dan setelah itu akan terjadi vasodilatasi kapiler akibat stimulasi saraf sensoris (Local sensory nerve endding), local reflex action dan adanya substansi vasodilator (histamin, bradikinin, serotonin dan sitokin). Histamin juga menyebabkan peningkatan permeabilitas vena, sehingga cairan plasma darah keluar dari pembuluh darah dan masuk ke daerah luka dan secara klinis terjadi oedema jaringan dan keadaan lingkungan tersebut menjadi asidosis.
Secara klinis fase inflamasi ini ditandai dengan: eritema, hangat pada kulit, oedema dan rasa sakit yang berlangsung sampai hari ke-3 atau hari ke-4.
2. Fase Proliferatif
Proses kegiatan seluler yang penting pada fase ini adalah memperbaiki dan menyembuhkan luka dan ditandai dengan proliferasi sel. Peran fibroblas sangat besar pada proses perbaikan yaitu bertanggung jawab pada persiapan menghasilkan produk struktur protein yang akan digunakan selama proses reonstruksi jaringan.
Pada jaringan lunak yang normal (tanpa perlukaan), pemaparan sel fibroblas sangat jarang dan biasanya bersembunyi di matriks jaringan penunjang. Sesudah terjadi luka, fibroblas akan aktif bergerak dari jaringan sekitar luka ke dalam daerah luka, kemudian akan berkembang (proliferasi) serta mengeluarkan beberapa substansi (kolagen, elastin, hyaluronic acid, fibronectin dan proteoglycans) yang berperan dalam membangun (rekontruksi) jaringan baru. Fungsi kolagen yang lebih spesifik adalah membentuk cikal bakal jaringan baru (connective tissue matrix) dan dengan dikeluarkannya substrat oleh fibroblas, memberikan pertanda bahwa makrofag, pembuluh darah baru dan juga fibroblas sebagai kesatuan unit dapat memasuki kawasan luka. Sejumlah sel dan pembuluh darah baru yang tertanam didalam jaringan baru tersebut disebut sebagai jaringan granulasi.
Fase proliferasi akan berakhir jika epitel dermis dan lapisan kolagen telah terbentuk, terlihat proses kontraksi dan akan dipercepat oleh berbagai growth faktor yang dibentuk oleh makrofag dan platelet.
3. Fase Maturasi
Fase ini dimulai pada minggu ke-3 setelah perlukaan dan berakhir sampai kurang lebih 12 bulan. Tujuan dari fase maturasi adalah menyempurnakan terbentuknya jaringan baru menjadi jaringan penyembuhan yang kuat dan bermutu. Fibroblas sudah mulai meninggalkan jaringan granulasi, warna kemerahan dari jaringa mulai berkurang karena pembuluh mulai regresi dan serat fibrin dari kolagen bertambah banyak untuk memperkuat jaringan parut. Kekuatan dari jaringan parut akan mencapai puncaknya pada minggu ke-10 setelah perlukaan.
Untuk mencapai penyembuhan yang optimal diperlukan keseimbangan antara kolagen yang diproduksi dengan yang dipecahkan. Kolagen yang berlebihan akan terjadi penebalan jaringan parut atau hypertrophic scar, sebaliknya produksi yang berkurang akan menurunkan kekuatan jaringan parut dan luka akan selalu terbuka.
Luka dikatakan sembuh jika terjadi kontinuitas lapisan kulit dan kekuatan jaringan parut mampu atau tidak mengganggu untuk melakukan aktifitas normal. Meskipun proses penyembuhanluka sama bagi setiap penderita, namun outcome atau hasil yang dicapai sangat tergantung pada kondisi biologis masing-masing individu, lokasi serta luasnya luka. Penderita muda dan sehat akan mencapai proses yang cepat dibandingkan dengan kurang gizi, diserta penyakit sistemik (diabetes mielitus) (David, 2007).
Faktor Yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka
1. Usia
semakin tua seseorang maka akan menurunkan kemampuan penyembuhan jaringan.
2. Infeksi
Infeksi tidak hanya menghambat proses penyembuhan luka tetapi dapat juga menyebabkan kerusakan pada jaringan sel penunjang, sehingga akan menambah ukuran dari luka itu sendiri, baik panjang maupun kedalaman luka.
3. Hipovolemia
Kurangnya volume darah akan mengakibatkan vasokonstriksi dan menurunnya ketersediaan oksigen dan nutrisi untuk penyembuhan luka.
4. Hematoma
Hematoma merupakan bekuan darah. Seringkali darah pada luka secara bertahap diabsorbsi oleh tubuh masuk kedalam sirkulasi. Tetapi jika terdapat bekuan yang besar hal tersebut memerlukan waktu untuk dapat diabsorbsi tubuh, sehingga menghambat proses penyembuhan luka.
5. Benda asing
Benda asing seperti pasir atau mikroorganisme akan menyebabkan terbentuknya suatu abses sebelum benda tersebut diangkat. Abses ini timbul dari serum, fibrin, jaringan sel mati dan lekosit (sel darah merah), yang membentuk suatu cairan yang kental yang disebut dengan nanah (Pus).
6. Iskemia
Iskemi merupakan suatu keadaan dimana terdapat penurunan suplai darah pada bagian tubuh akibat dari obstruksi dari aliran darah. Hal ini dapat terjadi akibat dari balutan pada luka terlalu ketat. Dapat juga terjadi akibat faktor internal yaitu adanya obstruksi pada pembuluh darah itu sendiri.
7. Diabetes
Hambatan terhadap sekresi insulin akan mengakibatkan peningkatan gula darah, nutrisi tidak dapat masuk ke dalam sel. Akibat hal tersebut juga akan terjadi penurunan protein-kalori tubuh.
8. Pengobatan
Steroid akan menurunkan mekanisme peradangan normal tubuh terhadap cedera. Antikoagulan dapat mengakibatkan perdarahan, Antibiotik : efektif diberikan segera sebelum pembedahan untuk bakteri penyebab kontaminasi yang spesifik. Jika diberikan setelah luka pembedahan tertutup, tidak akan efektif akibat koagulasi intravaskular (Brown, 1995).
Klasifikasi Penyembuhan
1. Penyembuhan Primer (sanatio per primam intentionem)
- Didapat bila luka bersih, tidak terinfeksi, dan dijahit dengan baik.
Penyembuhan Primer tertunda atau Penyembuhan dengan jaringan tertunda yaitu
- Luka dibiarkan terbuka.
- Setelah beberapa hari ada granulasi baik dan tidak ada infeksi.
- Luka dijahit.
- Penyembuhan.
2. Penyembuhan sekunder (sanatio per secundam intentionem)
- Didapat pada luka yang dibiarkan terbuka
1. Luka diisi jaringan granulasi dimulai dari dasar terus naik sampai penuh
2. Ephitel menutup jaringan granulasi mulai dari tepi.
3. Penyembuhan (Anonimuos, 2005).
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Adams et al. 1990. Treatment & Medications for Horsemens. 1st ed. Equine Research Publication. Texas, USA
Anonimus. 2005. Cut and Puncture Wounds. Dalam: www.nlm.noh..gov/ medlineplus/ency/artikel/000043.html.
Baxter C. 1990. The normal healing process. In: New Directions in Wound Healing. Wound care manual; February 1990. Princeton, NJ: E.R. Squlbb & Sons, Inc.
David S Perdanakusuma, 2007, Anatomi fisiologi dan Penyembuhan Luka, Short Course wound care update., JW Marriot Surabaya.
Idral Darwis dan Widasari Sri Gitarja. 2008. Indonesia Enterostomal Therapy Education Programme, Bogor, Indonesia.
John Stuart Brown. 1995. Buku Ajar dan Atlas Bedah Minor (Minor surgery: A Text and Atlas), EGC Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta.
Keryln Carville, 1998, Wound care manual 3rd edition. Silver chain foundation. Western Australia.
Morris PJ and Malt RA,1995, eds: Oxford Textbook of Surgery. Sec. 1 Wound healing. New York-Oxford-Tokyo Oxford University Press: 1995.
Philip Thorek. 1985. Atlas Teknik Bedah (Atlas of Surgical techniques), EGC Penerbit Buku Kedokteran,
Puruhito dan Rubingah. 1995. Dasar-dasar Tata Kerja dan Pengelolaan Kamar Operasi, Airlangga University Press, Surabaya.
Suriadi, 2007, Manajemen Luka. STIKEP Muhammadiyah. Pontianak.
Wajan Juni Udjianti, 2007, Pengkajian Pasien dan Luka. Short course wound care update. JW Marriot Surabaya.
Terima kasih telah membaca artikel tentang VULNUS (LUKA) di blog Medik Veteriner jika anda ingin menyebar luaskan artikel ini di mohon untuk mencantumkan link sebagai Sumbernya, dan bila artikel ini bermanfaat silakan bookmark halaman ini diwebbroswer anda, dengan cara menekan Ctrl + D pada tombol keyboard anda.