Kumpulan gejala seperti nyeri, mulas, mual, kembung, dan sejenisnya, secara medis disebut sindrom atau kumpulan gejala dispepsi. Mendeteksi penyakit dengan sindrom dispepsi tidaklah mudah karena sumbernya bisa intra (gangguan saluran cerna) atau ekstra luminer (gangguan organ di luar saluran cerna), walaupun cetusannya mirip.
Sindrom dispepsi pencernaan terbagi atas ulcerlike dyspepsia (kerusakan lokal, luka atau borok pada permukaan dalam saluran cerna) dan non-ulcer dyspepsia (dengan gejala rasa panas di dada akibat asam lambung masuk ke esofagus), dismotilitas (kurang normalnya gerakan alat pencernaan), serta penyakit nonspesifik lain lagi.
Diare juga merupakan salah satu cetusan gangguan perut. Diare akut umumnya disebabkan oleh makanan atau minuman yang terkontaminasi. Diare ringan akan berakhir dalam 1 - 3 hari setelah diobati dengan obat diare yang banyak dijual di pasaran. Jenis diare lain yang muncul sekitar enam jam setelah makan, biasanya karena keracunan bakteri Staphylococcus. Sedangkan racun bakteri Clostridium dalam makanan atau minuman biasanya bereaksi setelah 12 jam. Bila diare terjadi sekitar 12 - 48 jam setelah makan sesuatu, mungkin disebabkan oleh bakteri Salmonella atau Compylobacter atau virus seperti Rotavirus atau Norwalk.
Penyebab diare akut yang lebih jarang bisa karena bakteri disentri, kolera, tifus, paratifus, serta alergi makanan. Sementara pada bayi, diare kebanyakan disebabkan oleh konsumsi susu formula yang tidak cocok atau susu yang terkontaminasi bakteri. Tentu saja diare akut harus segera ditangani, jangan sampai mengakibatkan dehidrasi (kehabisan cairan dan garam/elekrolit dalam tubuh) yang akan membahayakan jiwa. Sedangkan diare kronis bisa disebabkan oleh gangguan usus yang cukup serius. Tentunya, penyebabnya harus dicari dengan saksama: luka atau radang pada usus (gastroenteritis), tumor ganas, dll. Kita harus waspada kalau faeses bercampur darah. Diare terjadi lantaran konsentrasi air dalam faeses terlalu besar. Usus besar atau kolon, yang merupakan bagian terpenting dalam sistem pencernaan, tugasnya menyerap banyak air dari makanan berair yang lewat. Di situlah diproduksi semi-faeses. Namun, bila muatan usus besar tersebut lewat terlalu cepat atau karena suatu hal usus halus terinfeksi sehingga terlalu banyak cairan masuk ke dalam usus besar, terjadilah diare. Untuk pertolongan pertama, dianjurkan setiap keluarga menyimpan garam oralit, ditambah obat diare yang tersedia. Bila diare tidak juga berhenti, segeralah ke rumah sakit, dokter, atau puskesmas terdekat. Pada umumnya dokter memberikan obat antibiotika yang mengandung sulfa untuk menghentikan diare. Bantuan dokter sangat dibutuhkan bila diare tidak berhenti dalam 1 - 2 hari.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ir. Ratna Hidayat diperoleh data-data yang sangat merisaukan, jumlah bakteri Escherichia coli (E. coli) di Sungai Citarum sudah melebihi batas normal kualitas air. Status demikian bisa dijadikan indikator kemungkinan banyaknya bakteri patogen yang mencemari air baku tersebut. Ironisnya, banyak penduduk, khususnya yang tinggal di daerah aliran sungai (DAS), yang masih menggantungkan kebutuhan airnya dari aliran Sungai Citarum ini. Ancaman dari Sungai Citarum bukan hanya berasal dari airnya yang dikonsumsi. Seiring dengan mulai dimasukinya musim hujan, Sungai Citarum juga meluapkan airnya dan mengakibatkan banjir di sejumlah tempat. Akibatnya, berbagai jenis penyakit seperti gatal-gatal dan diare pun jadi “langganan” menyerang penduduk. Bakteri patogen dapat menyebar bersama luapan air sungai itu mencemari minuman maupun makanan yang dikonsumsi penduduk. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, Dr. Yudhi Prayudha, secara tidak langsung telah memperingatkan, ada beberapa faktor yang dapat mengakibatkan diare atau muntaber. Pertama, faktor lingkungan yang kurang bersih. Kedua, faktor penyediaan air bersih yang belum memadai. Ketiga, infeksi yang disebabkan virus, bakteri, atau parasit lainnya. Keempat, korban keracunan bahan makanan atau alergi terhadap zat dalam makanan. Menurut Yudhi, sejauh ini dari hasil tinjauan langsung ke beberapa daerah, kasus muntaber yang terjadi sebagian besar disebabkan oleh tingginya tingkat pencemaran dan tidak adanya sarana air bersih di daerah tersebut.
PROBLEM SANITASI
Secara sederhana dapat kita simpulkan, wabah diare atau muntaber salah satunya dapat disebabkan adanya kontaminasi makanan atau minuman oleh mikroorganisme patogen tertentu. Dengan kata lain, diare atau muntaber adalah penyakit menular yang erat kaitannya dengan masalah kebersihan (sanitasi), baik kebersihan makanan dan minuman, maupun kebersihan lingkungan. Ada beberapa mikroorganisme patogen yang biasa menyebabkan kasus diare atau muntaber.
Pertama, Vibrio cholerae, bakteri berbentuk batang bengkok yang dapat bergerak dan tidak membentuk spora. Bakteri ini bertanggung jawab terhadap adanya wabah diare atau muntaber dengan angka kematian yang tinggi. Hal ini berhubungan dengan kemampuan bakteri ini dalam menghasilkan enterotoksin yang disebut dengan kholeragen. Metabolit yang sebagian besar berupa protein ini dapat mengakibatkan dikeluarkannya cairan sel beserta larutan elektrolit ke dalam lumen usus sehingga menyebabkan gejala muntaber. Selain itu, kemampuan bergerak dan mucinase dapat menambah daya infeksi dari bakteri ini. Pergerakan atau motilitas berperan dalam perlekatan dan patogenitas V. cholerae, sedangkan mucinase berguna dalam melakukan penetrasi kedalam lapisan mukosa dari usus halus. Gejala penyakit bisa timbul secara mendadak berupa nausea, bentuk diare yang disertai muntah dan kejang perut. Pada kasus yang berat, kejadian berak yang sangat sering menyebabkan tubuh kehilangan banyak cairan dan elektrolit sehingga terjadi dehidrasi. Jika tidak segera ditangani, penderita akan masuk ke dalam keadaan syok dan meninggal dunia beberapa jam atau beberapa hari setelah terjadinya infeksi.
Penularan dapat melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi oleh bakteri yang terdapat dalam muntahan maupun feses penderita. Walaupun telah sembuh dari penyakit, dalam kurun waktu 7-14 hari, bakteri penyebab masih terdapat dalam feses penderita dan berpotensi untuk menularkannya kepada orang lain. Selain itu, penularan juga bisa oleh perantara binatang seperti lalat. Dari spesies Vibrio ini terdapat bakteri lain yang menjadi penyebab penyakit serupa, yakni Vibrio parahaemolyticus. Bakteri ini tahan terhadap kadar garam tinggi sehingga tumbuh di laut. Diare ringan sampai berat yang terjadi biasanya didahului dengan mengonsumsi makanan laut tanpa dimasak atau kurang sempurna memasaknya. Diare cair terjadi seperti pada kolera dengan tinja yang disertai darah dan lendir. Selain itu, juga disertai sakit kepala, mual, muntah, nyeri perut dan kadang-kadang panas,
Kedua, Shigella sp. Merupakan bakteri penyebab utama disentri basiler, suatu penyakit dengan gejala disentri yaitu nyeri perut hebat, berak yang sering, dan sakit dengan volume tinja sedikit disertai lendir dan darah. Terdapat empat spesies yang bertanggung jawab dalam terjadinya penyakit ini, yaitu S. dysenteriae, S. boydii, S. flexneri, dan S. sonnei. Namun, yang paling banyak ditemukan di Indonesia adalah S. dysentriae. Bakteri ini berbentuk batang, gram negatif, tidak bergerak, dan mampu membentuk spora ini menginfeksi manusia dengan kemampuan mempertahankan hidup dalam perjalanannya melawan pertahanan alami tubuh penderita serta daya invasinya yang cukup baik. Shigella yang virulen mampu mengadakan penetrasi ke dalam mukosa usus dan sel epitel. Selain itu, bakteri ini juga menghasilkan toksin yang disebut shigatoxin. Shigella membawa gen toksin ke dalam kromosomnya dan organisme yang memproduksi toksin paling tinggi menimbulkan penyakit yang lebih berat. Toksin ini memiliki efek ganda, yaitu neurotoksik, sitotoksik, dan enterotoksik. Semuanya berperan dalam terjadinya diare cair. Pada penyakit yang lebih berat, terjadi gejala seperti muntaber, diare mencapai 20-40 kali sehari disertai muntah, kolaps, dehidrasi bahkan menyebabkan kematian terutama terjadi pada anak-anak. Selain itu, disentri basiler ini tidak menimbulkan kekebalan sehingga penderita bisa mengalami infeksi ulang. Walaupun penderita sudah sembuh, selama 3-5 minggu bakteri dapat ditemukan dalam feses penderita, sehingga berpotensi untuk menularkan pada orang lain. Terlebih lagi, penularan bakteri ini sangat mudah yaitu melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi. Bakteri dapat terbawa melalui jari tangan, lalat, maupun air yang kontak dengan kotoran penderita.
Ketiga, Escherichia coli, bakteri ini berbentuk batang, gram negatif, fakultatif anaerob, dan tak mampu membentuk spora. Seperti kita ketahui bakteri E. coli merupakan organisme yang normal terdapat dalam usus manusia sehingga keberadaannya bukan merupakan masalah. Namun, beberapa strain tertentu dari bakteri ini dapat menimbulkan penyakit seperti diare atau muntaber. Hal ini berkaitan dengan kemampuan strain ini dalam membentuk enterotoksin yang berperan dalam pengeluaran cairan dan elektrolit. Terlebih, E. coli yang infeksi oleh bakteriofage dapat memproduksi sejenis verotoksin yang mirip dengan shigatoksin yang dihasilkan oleh bakteri Shigella sp. Faktor lainnya adalah kemampuan beberapa strain bakteri dalam menginvasi sel mukosa usus. Gejala yang terjadi bebeda-beda beda, namun secara umum gejala yang timbul mirip dengan penyakit yang ditimbulkan oleh shigella sp. Bakteri ini juga sering menyebabkan wabah diare pada anak di rumah sakit.
Keempat, amuba. Beberapa dari jenis organisme bersel satu ini kemungkinan dapat berperan dalam terjadinya wabah diare atau bahkan muntaber. Organisme yang biasa berperan dalam hal ini adalah Entamoeba histolytica dan Balantidium coli. Entamoeba histolytica atau yang dikenal juga dengan Entamoeba dysentriae merupakan jenis protozoa yang dapat menimbulkan penyakit pada manusia, kucing, anjing, maupun babi. Manusia dapat terinfeksi karena memakan kista yang terdapat dari makanan atau minuman. Kista bahkan dapat terbawa oleh lalat maupun kecoa dan mengontaminasi makanan maupun minuman. Apabila air untuk keperluan rumah tangga bagi masyarakat terkontaminasi feses manusia, terutama waktu hujan di mana selokan mampet dan sampah serta kotoran lainnya meluap kemana-mana, saat itulah biasanya wabah dapat terjadi. Gejala klasik yang terjadi adalah sering buang air besar, tinja sedikit yang dengan darah dan lendir dan disertai demam dan sakit perut. Dalam keadaan akut bisa disertai sakit kepala, nausea, kram perut, dan kadang muntah.Protozoa lainnya adalah Balantidium coli, manusia terinfeksi karena memakan kista yang berasal dari feses penderita atau binatang yang terinfeksi. Gejalanya terkadang tidak jelas, namun secara umum gejalanya menyerupai disentri yaitu berupa diare, muntah, tenesmus, hilang napsu makan, nausea, lesu, dan berat badan menurun.
Kelima, virus, mikroorganisme penyebab infeksi terkecil ini, di antaranya dapat menyerang saluran pencernaan, terutama bayi. Contohnya seperti Rotavirus, virus Norwalk, dan Calicivirus. Rotavirus adalah adalah virus penyebab utama penyakit diare pada bayi maupun hewan muda. Namun demikian, infeksi pada orang dewasa pun sering kali dijumpai. Virus yang termasuk ke dalam famili Reoviridae ini, dapat menginfeksi sel-sel dalam vili usus halus. Diare yang disebabkan oleh virus ini kemungkinan karena adanya gangguan penyerapan natrium dan absorpsi glukosa karena adanya sel usus yang terinfeksi. Gejala khas yang dapat ditemukan adalah diare, demam, nyeri perut, muntah-muntah sehingga terjadi dehidrasi. Pada bayi dan anak-anak kekurangan cairan dan elektrolit dapat mematikan apabila tidak ditangani secepat mungkin. Selain rotavirus, virus lain penyebab wabah muntaber juga bisa diakibatkan oleh aktivitas Virus Norwalk dan Calicivirus maupun Astrovirus. Secara umum gejala yang terjadi adalah diare yang disertai muntah-muntah sehingga menyebabkan dehidrasi yang cukup berbahaya.
Keenam, keracunan, baik oleh bakteri maupun bahan kimia dari makanan yang kita konsumsi. Ada beberapa bakteri yang dapat mengakibatkan keracunan makanan dengan gejala muntaber. Di antaranya adalah bakteri Clostridium botulinum, bakteri yang biasa terdapat pada makanan kaleng ini, membentuk toksin botulism. Pada awal gejala bakteri ini enyebabkan gangguan pencernaan akut, mual muntah, diare, demam, pusing dan mulut terasa kering. Gejala akan berlanjut berupa kabur penglihatan dan kelumpuhan otot. Selain C. botulilinum, gejala muntaber juga bisa diakibatkan oleh keracunan bakteri Bacillus ceureus. Beberapa strain dari bakteri ini ternyata mampu membentuk toksin dalam makanan dan menimbulkan keracuanan dengan gejala pusing, mual, mutah-muntah dan diare. Selain itu, bakteri lainnya adalah Pseudomonas cocovenenans yang biasa mengontaminasi pada pembuatan tempe bongkrek.
Dari uraian di atas, kita harus lebih waspada terhadap terjadinya wabah muntaber, karena ternyata mikroorganisme penyebab terjadinya penyakit ini berada tidak jauh dari sekeliling kita. Menjaga kebersihan makanan dan minuman serta perbaikan sanitasi diri dan lingkungan terutama perbaikan penyediaan air untuk keperluan
Terima kasih telah membaca artikel tentang ANEKA RAGAM PENYEBAB DIARE di blog Medik Veteriner jika anda ingin menyebar luaskan artikel ini di mohon untuk mencantumkan link sebagai Sumbernya, dan bila artikel ini bermanfaat silakan bookmark halaman ini diwebbroswer anda, dengan cara menekan Ctrl + D pada tombol keyboard anda.