google-site-verification=I3gsFmhNnwraRTClYNy7Zy_HRGb_d1DkfDUi6e1xs34 Anthrax atau radang limpa ~ Medik Veteriner Mas Sehat | Blog Tentang Kesehatan | Mas Sehat ~ Blog Tentang Kesehatan | www.mas-sehat.com

Anthrax atau radang limpa


Pendahuluan

            Penyakit Anthrax atau radang limpa adalah salah satu penyakit zoonosis penting yang saat ini banyak dibicarakan orang di seluruh dunia. Penyakit zoonosis berarti dapat menular dari hewan ke manusia. Penyakit ini hampir setiap tahun selalu muncul di daerah endemis, yang akibatnya dapat membawa kerugian bagi peternak dan masyarakat luas. Hampir semua jenis ternak (sapi, kerbau, kuda, babi, kambing dan domba) dapat diserang anthrax, termasuk juga manusia.

            Menurut catatan, anthrax sudah dikenal di Indonesia sejak jaman penjajahan Belanda, tepatnya pada tahun 1884 di daerah Teluk Betung. Selama tahun 1899 - 1900 di daerah Karesidenan Jepara tercatat sebanyak 311 ekor sapi terserang anthrax, dari sejumlah itu 207 ekor mati. Pada tahun 1975, penyakit itu ditemukan di enam daerah : Jambi, Jawa Barat, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara. Kemudian, 1976-1985, anthrax berjangkit di 9 propinsi dan menyebabkan 4.310 ekor ternak mati. Dalam beberapa tahun terakhir ini, hampir setiap tahun ada kejadian anthrax di Kabupaten Bogor yang menelan korban jiwa manusia. Akhir-akhir ini diberitakan media elektronik maupun cetak, 6 orang dari Babakan Madang meninggal dunia gara-gara memakan daging yang berasal dari ternak sakit yang diduga terkena anthrax. Kejadian ini telah mendorong Badan Litbang Pertanian mengambil langkah proaktif untuk meneliti kejadian ini agar tidak menimbulkan dampak negatif yang lebih luas.

Sejarah Antraks
               
Panyakit antraks yang disebut juga sebagai radang limpa, radang kura, miltbrand, miltvuur, splenic fever adalah zoonosis yang akut, umumnya bersifat sepsis dan fatal.

            Penyebab penyakit  adalah Bacillus anthracis yang berben­tuk batang dengan ujung persegi dan tajam, berpasang-pasangan ataupun berantai.
Basilus ini bersifat aerob, Gram positif, tidak motil, berkapsul, tahan asam dan membentuk spora. Spora antraks ini akan terbentuk bila O2 berlebihan dan dapat bertahan di lingkungan selama 25 sampai 30 tahun. Selain itu, penyebab penyakit ini tahan pembekuan cepat pada -72 °C, tahan desinfektan dan panas.            
            Antraks dilaporkan  terjadi di hampir seluruh dunia baik di negara maju maupun berkembang seperti di Inggris, Perancis, Jerman, Siberia, Iran, Tibet, Cina, India, Arabia, Amerika Selatan, beberapa negara Afrika, Australia, Jepang dan Indonesia.


Epidemiologi dan Ekologi Penyakit
a. Penyakit pada Manusia
                Pada manusia dikenal tiga bentuk antraks yaitu bentuk kulit, inhalasi, dan usus.
                1. Bentuk Kulit: Dikenal juga sebagai pustula maligna, karbunkel, charbon, black eschar dan dalam bahasa Sunda cenang hideung. Bentuk ini disebabkan penularan penyebab penyakit melakui kulit yang luka ataupun lecet. Dua sampai tiga hari setelah infeksi pada kulit timbul benjolan kemerahan yang dikelilingi tanda-tanda erythrema. Bila cairan yang diambil dipupuk maka dalam 24-48 jam akan terlihat adanya Bacillus anthracis. Tanda klinis ini akan semakin jelas dengan terjadinya infiltrasi di tengah yang berwarna merah tua. Makin lama warna merah ini akan berubah menjadi hitam dengan sekeliling yang edematik (black centre). Bagian ini kemudian mengeras dan bila disinggung ataupun ditekan terasa sakit. Bila meletus akan terjadi ulcus dengan dinding curam dengan produksi kerak yang berwarna cokelat tua  (Gambar 1 dan 2). Bila bentuk kulit ini menjadi intensif maka akan menjalar ke simpul limfe regional dan kemudian akan meningkat ke bakteremia bahkan toksemia. Pada kejadian ini angka kematian (case fatality rate) akan mencapai 20%. Pengobatan pada bentuk ini dapat dilakukan dengan penisilin, tetrasiklin dan eritromisin. Dengan pengobatan diatas kematian dapat ditekan sampai nol persen.
                2. Bentuk Inhalasi: disebabkan karena terisapnya spora antraks yang tersebar secara aerosol. Bentuk ini menye­babkan antraks yang dikenal sebagai wool sorter disease. Jalannya penyakit berkembang.dari alveoli menuju simpul limfe tracheobronchealis dan kemudian berkembang di sana. Bila telah terjadi media­stinitis maka akan terjadi septisemia dan kerusakan yang terjadi di paru amat sedikit. Masa inkubasi susah diketahui dengan tepat dan pada hewan percobaan selama 6-10 hari.Secara klinis bentuk ini dimanifestasikan dalam dua tingkatan penyakit: i. dengan gejala dema m, kelemahan umum (malaise), myalgia sehingga gejalanya mirip dengan influenza ataupun penyakit paru yang disebabkan oleh virus, dan ii.sesak nafas akut, diaforesis dan sianosis, suhu badan naik ataupun malahan turun dan menyebabkan shock. Kematian biasanya berlangsung dalam 24 jam setelah onset kedua ini.
            3. Bentuk Usus: terjadi karena penularan per oral karena konsumsi daging mentah ataupun kurang masak. Umumnya terjadi di negara-negara berkembang dan dengan prognosa lebih baik daripada penyakit lainnya. Ditandai dengan adanya sakit perut yang amat hebat dan perasaan panas di bagian abdomen. Pada bentuk ini sering terjadi edema malignant.
            Kejadian pada manusia di Depok pada tahun 1966-1967 menyebabkan 50 orang meninggal dan 35 orang terkena cenang hideung. Sedangkan kejadian di Kendari pada tahun 1969, 24 orang meninggal dan 24 orang menderita antraks kulit. Hubungan antara antraks pada manusia dan antraks hewan di Indonesia erat sekali dan adanya antraks sering dihubungkan dengan kebiasaan penduduk dalam memasak atau makan daging (food habit, misalnya ada kebiasaan di  beberapa daerah di Sulawesi untuk “mematangkan” daging dengan membiarkannya di suhu kam ar selama dua hari, Mansjoer 1961, Ressang dan Umboh 1962).
                Penularan dari manusia ke manusia lainnya umumnya jarang terjadi karena status carrier pada penyakit ini tidak dijumpai. Adanya kepekaan secara individual belum diketahui dengan pasti: yang jelas adalah bahwa adanya beberapa buruh pabrik yang terpapar (terexposed) tiap kali bekerja tetapi jarang terkena antraks pernafasan. Dalam penya­kit ini tidak diketahui adanya perbedaan antara sex, bangsa ataupun umur dari penderita dan hanya faktor keter­paparanlah yang menentukan. Oleh sebab itu ppenyakit ini lebih sering menyerang pada laki-laki daripada perempuan, karena kedekatan hubungannya dengan hewan ataupun hasil hewan.
 b. Penyakit pada Hewan
                Kecuali manusia, hampir semua jenis hewan piara dan hewan liar dapat diserangnya seperti: sapi, kerbau, macan, biri-biri, keledai, babi, singa, menjangan, jaguar, kucing dahan, racoon, puma, beruang dan gajah. Beberapa jenis hewan tertentu seperti anjing, kucing, amfibia dan burung, dalam keadaan tertentu dapat diserang oleh penyebab penyakit hewan ini. Menurut literatur, serangan penyakit ini pernah dilaporkan terjadi pada angsa, itik, burung elang, burung unta dan lain-lain. Infeksi buatan pada jenis-jenis hewan diatas ternyata dapat dilakukan. Hewan percobaan yang amat peka terhadap penyakit ini adalah tikus putih, marmot dan kelinci.
            Tanda-tanda klinis sering dikelirukan dengan penyakit lain yang mempunyai gejala-gejala hyperaemia akut, oedema akut di paru dan glotis, congesti cerebralis, perdarahan di jaringan otak dan kemudian mati. Bila ada hewan yang mati mendadak, terutama bila terjadi pada herbivora, baik yang domestik ataupun yang liar, kita harus curiga terhadap antraks. Oleh kesamaan gejala tadi, differential diagnosa perlu dilakukan terhadap pasteurelosis dan piroplasmosis (pada sapi dan babi) dan surra pada kuda. Penyakit ini juga sering dikelirukan dengan intoksikasi seperti terjadi pada tahun 1992 di Taman Safari Indonesia.
            Di Indonesia kejadian antraks dilaporkan sejak tahun 1884 di daerah Telukbetung (sekarang: Bandar Lampung) menyerang kerbau, tahun 1885 di Buleleng (Bali), Rawas (Palembang) dan Lampung. Kemudian pada tahun 1886 di Banten, Padang Barat, Kalimantan Barat dan Timur, Roti, Krawang, Madura, Tapanuli, Palembang, Bengkulu dan Pro­bolinggo (Mansjoer 1961). Selain kejadian pada akhir abad yang lalu, sampai saat ini masih dilaporkan kejadian antraks di hewan dan manusia. Kejadian antraks di peternakan sapi perah di Boyolali (1990) menunjukkan gejala penyakit yang tidak khas, baik di hewan maupun di manusia, sehingga didiag­nosa sebagai penyakit lain. Setelah itu kejadian di Citeureup, Bogor pada tahun 2001 dan antraks pada burung unta di daerah Karawang, Jawa Barat, pada tahun 2002 menunjukkan bahwa daerah endemis antraks di Jawa Barat pada khususnya dan Indonesia pada umumnya masih tetap ada dan akan tetap merupakan ancaman bagi kesehatan ternak dan manusia.
Cara  Penularan
                Penularan terjadi karena kontak dan bila dihasilkan dari kontak dengan hewan maka disebut sebagai agricultural antraks sedangkan bila kontak terjadi dengan hasil-hasil hewan disebut industrial antraks. Spora penyakit ini tahan bertahun-tahun dan tahan akan kekeringan, panas dan desinfektansia. Bahan yang sering menularkan penyakit ini adalah kulit hewan dan tepung tulang sebagai bahan pupuk (di Inggris) yang diimport dari negeri berkembang (India). Peranan insekta dalam menul arkan penyakit ini ke manusia kurang jelas tetapi secara mekanis lalat dapat menularkan spora antraks .
Deteksi Reservoir
                Semua mammalia peka terhadap penyakit ini tetapi biasanya manusia mendapatkan penyakit ini dari herbivora piara maupun herbivora liar.
Faktor Lingkungan
            Lingkungan merupakan reservoir utama dari penyakit ini dan spora dijumpai di tanah, tetumbuhan dan juga air. Lingkungan dapat menjadi penyebar penyakit ini karena adanya hewan yang mati karena antraks akan mencemari lingkungan sekitarnya melalui banjir ataupun aliran air dan bila bangkai hewan tersebut dimakan oleh hewan ataupun 
 urung pemakan bangkai maka spora yg ada dlm bangkai tersebut akan menyebar luas. Pada hewan hidup Bacillus anthraxis akan berbentuk vegetatif dan bila hewan tersebut mati maka akan terjadi kekurangan O2 dan panas sehingga ia akan menjadi spora dan akan tinggal dalam reservoir utamanya, yaitu tanah. Perpindahan spora yang lebih jauh lagi terjadi karena ada expor bahan-bahan hewan seperti kulit dan tepung tulang.
Mekanisme Kelangsungan Infeksi
                Masih merupakan tanda tanya mengapa di negara-negara beriklim sedang basilus ini tidak berkembang dengan baik. Di daerah-daerah dataran rendah terutama di tanah dengan pH tinggi (alkalis) penyebab penyakit dapat terbawa oleh banjir dari daerah dataran tinggi. Di daerah ini penyakit biasa berjangkit di musim panas setelah musim semi dengan banyak hujan. Pola kelangsungan infeksi seperti ini terjadi di Amerika Serikat dan Afrika Selatan. Infekta penggigit dapat juga menularkan penyakit hal ini terutama dilaporkan terjadi pada kuda dan kamb­ing. Penularan melalui vektor mekanis dilaporkan hanya terjadi secara experimen ataupun di laboratorium. Dulu spora dianggap sebagai saprofit di alam sedangkan m enurut anggapan saat ini adalah bahwa setelah keluar dari keadaan in vivo penyebab penyakit akan bersporulasi dan kemudian akan menjadi sumber infeksi di alam.
Pengendalian
                Pengendalian penyakit ini dilakukan dengan jalan:
            i. Mengurangi kontak dengan hewan yang terkena ataupun produknya.
            ii. Immunisasi pada orang-orang yang bekerja dengan organisme ini misalnya dokter hewan, pekerja pabrik wool, peneliti, dll.
            iii. Mengurangi kasus antraks di hewan untuk menunjang program pertama. Untuk melaksanakan ini situasi dan tempat membedakan metode yang dipakai: pada negeri-negeri bermusim sedang antraks biasanya didapat dari produk impor (industrial antraks) maka autoclaving hasil pertanian lebih diutamakan. Metode ini terutama dilaksana­kan pada tepung tulang import yang sering digunakan sebagai pupuk ataupun pakan ternak. Pada kasus agricultural antraks, di negeri-negeri pengexport, vaksinasi secara teratur terhadap ruminantia merupakan metode pilihan.
            Bila terjadi antraks di hewan piara maka dilakukan karantina selama 2 minggu di daerah tersebut sedangkan susu dari daerah tertular tidak boleh untuk konsumsi dan dimusnahkan. Untuk menghindarkan terjadinya spora maka nekropsi terhadap bangkai hewan sama sekali tidak diperbolehkan. Terhadap bangkai dari hewan yang disangka menderita antraks dilakukan penanaman dan/atau pembakaran menurut metode standard.
            iv. Pada rambut dan wool dapat dilakukan desinfeksi dengan larutan aldehyda panas dan metode ini dengan sendirinya susah dikerjakan pada kulit hewan karena akan mengubah sifatnya.
Problem dan Kecenderungan Penyakit 
                Penyakit ini di beberapa negeri beriklim sedang dapat terkendalikan sedangkan pada negara tropis pengenda­lian terutama ditekankan pada vaksinasi ternak. Problem penting yang masih merupakan tanda tanya saat ini adalah daya tahan spora antraks di alam. Sampai saat ini ketahanan itu masih dianggap hanya sekitar 25-30 tahun. Tetapi mengingat kejadian antraks di Texas pada tahun 70-an sedangkan kejadian sebelumnya telah berlangsung 75 tahun meragukan anggapan tentang lamanya daya tahan ini. Ataukah burung-burung pemakan bangkai yang membawanya ke daerah ini? Kejadian serupa terjadi di Australia pada akhir abad yang lalu. Kejadian antraks terakhir d i Australia lebih dari 75 tahun sebelumnya, akan tetapi dekatnya benua tersebut dengan ujung Selatan Pulau Timor sekali lagi dengan dalih yang sama akan lamanya daya tahan spora basilus ini di reservoir tanahnya.
            Dengan penggunaan wool sintetis maka di beberapa negara problem kesehatan kerja yang disebabkan oleh kasus wool sorter disease ada kecenderungan untuk menurun. R. Roso Soejoedono, FKH IPB
Cara Penanggulangan Penyakit
·                                Terhadap Ternak yang Sehat
-   Ternak yang sehat, tapi tinggal sekelompok dengan yang sakit diberi suntikan serum atau antibiotik, dan setelah kurang lebih 5 hari baru divaksin.
-   Ternak yang sehat, 5-10 km dari daerah yang tercemar (pusat wabah) penyakit diadakan vaksinansi.
·                  Terhadap Temak yang Sakit
-   Pisahkan segera dari ternak yang sehat.
-   Pengobatan dengan serum dan atau kombinasi antibiotik (penicillium, Streptomycin,Oxitetracyclin, Chloramphenicol) atau terapi (Sulametazine, Sulafanilamide, Sulafapyridin dan lain-lain).
-   Setelah penderita sembuh dapat divaksinasi.
-   Bagi ternak yang sudah mati akibat anthrax, dibakar, diberi desinfektan kemudian dikubur. Sedangkan bangkai yang sudah terlanjur dikubur, tanahnya dibuka kembaIi, tanah galian diberi desinfektan dan kapur, serta bangkai dibakar, kemudian kuburan kembali ditutup.
-   Susu yang berasal dari ternak sa kit harus dimusnahkan, dibuang dengan dicampur larutan formalin.

Terima kasih telah membaca artikel tentang Anthrax atau radang limpa di blog Medik Veteriner jika anda ingin menyebar luaskan artikel ini di mohon untuk mencantumkan link sebagai Sumbernya, dan bila artikel ini bermanfaat silakan bookmark halaman ini diwebbroswer anda, dengan cara menekan Ctrl + D pada tombol keyboard anda.

Artikel terbaru :

Mas Sehat | Blog Tentang Kesehatan | Mas Sehat ~ Blog Tentang Kesehatan | www.mas-sehat.com