PENDAHULUAN
Bahan pangan merupakan kebutuhan pokok
manusia. Disamping bahan pangan asal nabati, manusia juga memerlukan bahan
pangan asal hewani (daging, susu dan telur) sebagai sumber protein untuk
pertumbuhan badan, memelihara stamina tubuh, mempercepat regenerasi sel (Rusfidra, 2005). Salah satu bahan makanan yang
sangat penting dalam mencukupi gizi masyarakat antara lain adalah daging (Soejoedono, 1992). Berbagai jenis ternak telah
dikembangkan untuk diambil dagingnya baik itu hewan besar seperti sapi, kerbau,
kambing, domba dan babi serta beberapa ternak lain seperti ayam dan itik
(Anonimus, 2006).
Kerbau adalah binatang pemamah biak yang masih termasuk
dalam subkeluarga Bovinae. Seiring dengan upaya pemerintah untuk memenuhi
kebutuhan daging di NAD khususnya Banda Aceh adalah dengan peningkatan jumlah
penyembelihan ternak diantaranya kerbau. Meskipun sampai saat ini daging kerbau
kurang diminati oleh sebagian kelompok masyarakat karena seratnya yang lebih
kasar dari daging sapi, laporan Dinas Peternakan NAD menunjukkan adanya
peningkatan penyembelihan ternak kerbau dari 1.617 ekor pada tahun 2004 menjadi
1.706 ekor pada tahun 2005. Pada
tahun yang sama konsumsi protein per kapita meningkat dari 2,719 gram/hari
menjadi 3,34 gram/hari (Anonimus, 2005a).
Dewasa ini terdapat
kecenderungan dalam masyarakat bahwa mengkomsumsi bahan makanan bergizi tidak
hanya memperhatikan kandungan protein saja, tetapi juga komposisi kandungan
lemaknya. Hal ini akibat banyaknya timbul masalah yang terjadi dalam masyarakat
seperti meningkatnya tekanan darah tinggi dan serangan jantung yang disebabkan
kadar lemak dalam tubuh (Kemal, 1994).
Kolesterol merupakan salah
satu derivat lipid, yang penting sebagai pengangkut lemak dari bagian tubuh,
pembentukan lemak dan sintesis hormon steroid (Dawn dkk., 1996). Kadar
kolesterol dalam daging berhubungan positif dengan kadar lemak yang terkandung
dalam daging (Winarno,1984).
Tinggi rendahnya kadar kolesterol
dalam tubuh hewan bervariasi satu spesies dengan spesies lainnya. Ini disebabkan
oleh pengaruh manajemen terutama sumber makanan yang diberikan pada ternak
tersebut, oleh karena itu di negara-negara yang telah maju, manajemen makanan
ternak telah diterapkan tidak saja untuk meningkatkan kwalitas daging, telur,
atau susu yang dihasilkan, tapi juga diarahkan kepada penurunan kadar
kolesterol (Graf, 1984 ).
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui kadar kolesterol yang terdapat di dalam daging paha kerbau jantan
dan betina.
Hipotesis Penelitian
Terdapat
perbedaan antara kadar kolesterol daging paha kerbau jantan dan kolesterol
daging paha kerbau betina.
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari
penelitian ini adalah memperoleh data kadar kolesterol pada daging paha kerbau
jantan dan betina, sehingga hasilnya dapat digunakan sebagai informasi dasar
penentuan diet masyarakat.
TINJAUAN
KEPUSTAKAAN
Daging Kerbau
Kerbau adalah binatang pemamah biak yang masih termasuk
dalam sub keluarga Bovidae. Kerbau tergolong kingdom Animalia, phylum Chordata,
kelas Mammalia, ordo Artiodactyla dalam famili Bovidae. Bovidae merupakan nenek
moyang bangsa sapi (Bovine), kerbau Asia (Bubalina) dan kerbau Afrika
(Synceria). Kerbau Asia inilah yang kemudian menurunkan genus Bubalus yaitu kerbau-kerbau yang banyak
berkembang di negara-negara tropis. Genus Bubalus
memiliki tiga spesies yang hidup di Sulawesi, Mindaro (Filipina) dan India.
Spesies kerbau di Sulawesi dikenal dengan nama anoa dan yang di Mindaro dikenal
sebagai tamarao (Anonimus, 2005b).
Daging
merupakan bagian dari hewan sembelih (sapi, domba, kambing, babi, kerbau dan
kambing) yang dapat dimakan dan berasal dari otot rangka atau yang terdapat di
lidah, diafragma, jantung dan oesophagus dengan atau tidak mengandung lemak,
bagian dari tulang, kulit, saraf dan pembuluh darah yang secara normal
menyertai jaringan urat daging dan yang tidak dipisahkan dari daging pada waktu
penyembelihan, tidak termasuk urat daging yang terdapat dalam lidah, hidung dan
telinga (Anonimus, 1998).
Setiawati (1993) mengatakan bahwa,
secara umum daging terbentuk dari beberapa unsur pokok seperti air, protein,
lemak dan abu selain itu juga mengandung mineral dan vitamin serta pigmen merah
(mioglobin), dan Menurut Winarno (1984), struktur daging merupakan tenunan yang
terdiri dari air, protein, lemak, potongan tulang dan serabut-serabut otot
merupakan unit dasar, serabut-serabut otot berbentuk struktur yang lurus dan
panjang di bungkus oleh membran halus disebut sarkolema. Sarkolema terdiri atas
sarkoplasma berbentuk gel dan lengket, tenunan pengikat banyak terdapat di
sekitar serabut yang mengikat serabut menjadi satu kelompok otot. Tenunan
pengikat terdiri atas matriks-matriks didalamnya terdapat serabut-serabut
protein kolagen dan elastis.
Menurut Tengoro (2007), Daging kerbau
yang baik berwarna merah tua, seratnya lebih kasar dibandingkan serat daging
sapi, sedangkan lemaknya berwarna kuning dan keras, umumnya tekstur daging
kerbau lebih liat dari daging ternak lainnya.
Daging kerbau kurang banyak mengandung
lemak intramuskuler dari pada daging sapi, sehingga lemak dan energi bagian
yang dapat dimakan lebih sedikit. Pada kerbau dan sapi konsentrasi total asam
lemak jenuh bertambah secara progresif
dari eksternal ke internal, sedangkan asam lemak tidak jenuh bertambah
dari bagian internal ke eksternal. Secara umum, ciri khas kualitas daging
kerbau terutama dipegaruhi oleh umur dibandingkan dengan jenis pakan yang
diberikan. Kualitas daging antara otot berbeda nyata pada berbagai umur
penyembelihan (Tridjoko, 2002).
Komposisi kimia daging terdiri dari
air 50%, protein 22%, lemak 24%, dan substansi bukan protein terlarut 4% yang
meliputi karbohidrat, garam organik, substansi nitrogen terlarut, mineral dan
vitamin (Tabrany, 2002). Lemak daging terdiri dari triasil gliserol,
fosfolipid, kolesterol, asam-asam lemak essensial (Dawn dkk., 1996).
Pertumbuhan lemak dalam depot lemak
secara berurutan yaitu (1) lemak rongga perut, (2) lemak subkutan dan (3) lemak
intermuskuler. Soeparno (1992) juga menambahkan bahwa lemak menumpuk di
berbagai depot dengan kecepatan yang berbeda dan mempunyai urutan : (1) lemak
mesenterium, (2) lemak ginjal, (3) lemak intermuskuler, dan (4) lemak subkutan
dan yang terakhir tumbuh adalah lemak diantara ikatan serabut otot yaitu lemak
intramuskuler atau marbling.
Berdasarkan laju pertumbuhan maksimumnya, jaringan tubuh mempunyai urutan
pertumbuhan berdasarkan umurnya yaitu (1) jaringan syaraf, (2) tulang, (3) otot
dan (4) lemak
Lemak yang dapat dioksidasi sebagai
sumber energi terdiri atas trigliserida, asam lemak bebas dan trigliserida
intra muskular. Asam lemak bebas yang terikat dengan albumin di dalam darah
hasil metabolisme dari jaringan lemak merupakan sumbangan yang besar pada
metabolisme lemak saat otot berkontraksi. Kontraksi otot yang berlangsung lama,
dapat menyebabkan terjadinya penurunan metabolisme glukosa dan glikogen, serta
terjadi peningkatan metabolisme asam lemak untuk memproduksi energi.
Anonimus (2003) mengatakan, Adapun
kelebihan mengkonsumsi daging kerbau dibandingkan dengan daging hewan lainnya
yaitu memiliki kalori dan kolesterol yang lebih rendah, cita rasa daging kerbau
sama seperti daging sapi kualitas terbaik, kadar lemak daging kerbau lebih
rendah dan mengkonsumsi daging kerbau
tidak menyebabkan alergi, jika mengkonsumsi 5 ons daging kerbau 3 sampai 4 kali
perminggu dapat mengurangi kolesterol LDL 40 sampai 45 persen, daging kerbau
lebih cepat masak karena sangat sedikit mengandung lemak, kemudian kadar
kolesterol daging kerbau jauh lebih rendah dibandingkan dengan kadar kolesterol
yang terdapat pada daging ayam, anak sapi, daging rusa dan daging hewan-hewan
lainnya (Tabel. 1).
Tabel 1. Kandungan gizi dari berbagai
macam spesies (per 100 gram).
Jenis
|
Lemak (Gram)
|
Kalori
(K kal)
|
Kolesterol
(Mg)
|
Besi
(Mg)
|
Vitamin B-12
(Mcg)
|
Daging kerbau
|
2.42
|
143
|
82
|
3.42
|
2.86
|
Daging sapi (pilihan)
|
10.15
|
219
|
86
|
2.99
|
2.65
|
Daging babi
|
9.66
|
212
|
86
|
1.1
|
0.75
|
Daging ayam (tanpa kulit)
|
7.41
|
190
|
89
|
1.21
|
0.33
|
Anak domba
|
9.64
|
200
|
87
|
-
|
-
|
Anak sapi
|
6.94
|
176
|
106
|
-
|
-
|
Daging rusa
|
3.20
|
158
|
112
|
-
|
-
|
Daging burung unta
|
3.00
|
140
|
83
|
-
|
-
|
Jenis-jenis ikan Salmon
|
10.97
|
216
|
87
|
0.55
|
5.8
|
Sumber : Anonimus (2003)
Kolesterol
Kolesterol
merupakan salah satu senyawa lipid yang mempunyai rumus molekul C27H45OH
(Thenawidjaja, 1993). Carlson, dkk. (1961) mengemukakan bahwa kolesterol
merupakan senyawa induk steroid yang disintesis di dalam tubuh dan dinyatakan
sebagai 3 hidroksi 5,6 kolestan yang mempunyai inti siklik dan memiliki
fenantren dimana terikatnya cincin siklopentana. Molekul kolesterol terdiri
dari 27 atom karbon, 46 atom hydrogen dan 1 atom oksigen dengan berat molekul
378 (Martin dkk., 1983).
Kolesterol
berasal dari hasil sintesis di dalam tubuh (sekitar 500 mg/hari) dan berasal
dari makanan yang dimakan, pakan yang memiliki serat tinggi dapat menurunkan
kadar kolesterol darah karena serat mampu mengikat asam empedu. Ikatan ini akan
keluar bersama feses, lemak, dan kolesterol. Semakin banyak serat dikonsumsi,
semakin banyak pula asam empedu, lemak dan kolesterol yang dikeluarkan dari
tubuh bersama feses (Anis, 2008).
Pujimulyani
(2008), juga menyatakan bahwa kandungan serat pangan dalam diet berpengaruh
terhadap konsentrasi lipid plasma darah. Bahan yang bisa memberikan efek
hipokolesterolemik umumnya bersifat soluble (larut air) seperti guar gum
dan pektin atau polisakarida yang mempunyai kandungan serat bersifat larut
dalam jumlah besar. Diduga bahwa serat pangan larut dapat menurunkan kolesterol
dengan mengubah metabolisme dan penyerapan asam empedu. Mekanisme meningkatnya
pengeluaran asam empedu mengakibatkan ketersediaan kolesterol pada jalur
sintetik lipoprotein menjadi berkurang. Berkurangnya asam empedu akan
menyebabkan hati mensintesis asam empedu lagi dari kolesterol sehingga jumlah
kolesterol sebagai bahan dasar asam empedu dalam plasma maupun kolesterol dalam
jaringan akan berkurang.
Murray dkk. (2003),
mengatakan bahwa kolesterol pada mulanya ditemukan pada cairan empedu yang
merupakan kristal padat. Kristal kolesterol berwarna putih, tidak berbau dan
tidak mempunyai rasa serta mempunyai sifat fisik serupa dengan lemak dan hormon
steroid yang larut dalam larutan eter.
Kolesterol
merupakan sterol terpenting yang terdapat di seluruh jaringan makhluk hidup,
baik manusia, hewan maupun tumbuh-tumbahan. Kolesterol yang terdapat di alam
dibedakan atas tiga golongan. Kolesterol yang berasal dari hewan digolongkan
sebagai zoosterol, dari ragi atau fungi (jamur) digolongkan sebagai mikosterol
dan dari tumbuhan berderajat tinggi digolongkan sebagai phytosterol (West dan
Tood, 1959). Kolesterol terdapat pada semua sel tubuh dan semua komponen
struktur daging sel, terutama jaringan syaraf (Baghavan, 1978).
Faktor
hormonal berpengaruh terhadap konsentrasi kolesterol dalam tubuh baik pada
hewan jantan maupun betina. Pada kerbau jantan kolesterol berperan dalam
sistesis hormon testosteron sedangkan pada hewan betina berperan alam sintesis
hormon progesteron. Kolesterol termasuk senyawa steroid non hormonal dalam kelompok lemak yang
banyak dijumpai pada daging, hati, otak dan kuning telur. Bahan makanan yang
banyak mengandung kolesterol adalah yang berasal dari hewani (Winarno, 1984).
Kolesterol diperlukan untuk membentuk asam empedu, sintesis hormon-hormon
diantaranya progesteron dan hormon testosteron (Wilson dkk., 1979).
Kolesterol yang
terdapat di dalam tubuh berasal dari 2 sumber yaitu kolesterol yang terdapat di
dalam makanan (kolesterol eksogenous) dan kolesterol endogenous yang disintesis
sendiri oleh tubuh (Allen, 1970). Pembentukan kolesterol endogenous ini bervariasi,
tergantung kadar kolesterol di dalam makanan. Makanan yang mengandung asam
lemak jenuh dapat meningkatkan kadar kolesterol sebanyak 15-25 persen (Martin
dkk., 1983).
Pada
dekade terakhir ini, banyak kecenderungan dari masyarakat untuk mengkonsumsi
makanan bergizi dan menghindari bahan makanan yang berasal dari hewan seperti
daging. Hal ini karena kekhawatiran masyarakat terhadap daging yang mempunyai
kandungan kolesterol yang tinggi (Basyir, 1997). Bahaya kolesterol erat
kaitannya dengan kandungan kolesterol dalam plasma darah dan ini merupakan
salah satu penyebab penyakit gangguan sirkulasi darah. Kandungan kolesterol
dalam plasma penderita hipertensi, dalam bentuk LDL akan mempengaruhi
elastisitas dinding pembuluh darah yang dapat menyumbat atau mempersempit lumen
yang akhirnya dapat mengganggu sistem sirkulasi darah (Handayanta, 1991).
Biosintesis Kolesterol
Martin dkk (1983) menyatakan
bahwa, sebenarnya semua jaringan yang mengandung sel berinti mampu mensintesis
kolesterol. Proses kolesterolgenesis menggunakan acetyl-CoA sebagai bahan baku seluruh atom karbon pada kolesterol.
Langkah pertama dalam
biosintesis kolesterol dimulai dengan pengaktifan asam asetat menjadi acetyl-CoA. Reaksi dapat berlangsung
dengan bantuan energi yang bersumber pada ATP. Kemudian dua molekul acetyl-CoA berkondensasi membentuk acetoacetil CoA. Reaksi kondensasi ini
dibantu oleh enzim acetyltranferase.
Selanjutnya acetoacetyl-CoA membentuk
3-hydrokxy 3-Methylglutaryl-CoA.
Reaksi ini dibantu oleh enzim hydroxymethylglutaryl
CoA sentesa sebagai senyawa antara (Cunningham, 1978). Reaksi tahap pertama mula-mula dikatalisis
oleh enzim HMG-CoA reduktase. Peristiwa reduksi ini memerlukan kehadiran
ko-enzim yaitu dua molekul NADPH (Nikotinamid Adenin Dinukleotida Phospat). Pada
masing-masing reaksi tersebut dilepaskan satu molekul CoA yang bebas
(Wirahadikusumah, 1985).
Langkah berikutnya mevalonat
akan mengalami fosforilasi oleh bantuan enzim
mevalonate kinase. Sumber fosfat
dalam reaksi ini juga ATP. Hasil reaksi fosforilasi ini adalah Mevalonat 5-phosphatase. Mevalonat 5-Phospate lalu mengalami
fosforilasi sekali lagi sehingga terbentuk Mevalonat
5-Phospate, enzim yang bekerja pada fosforilasi yang kedua ini adalah phosphomevalonat kinase ( Murray dkk., 2003).
Selanjutnya mevalonat 5-diphosphate mengalami
dikarboksilasi dan reaksi ini dibantu oleh enzim diphosphomevalonat dekarboxylase yang membutuhkan kehadiran ATP.
Hasil reaksi dekarboksilasi ini menghasilkan isopentenyl disphosphate kemudian mengalami dua kali kondensasi
sehingga terbentuk senyawa isoprenoid yang berkondensasi lagi membentuk
squalene yang beratom karbon 15 buah kemudian senyawa isopronoid ini
berkondensasi lagi membentuk squalene beratom karbon 30 buah. Langkah terakhir
dari proses biosintesis kolesterol adalah siklisasi squlene. Reaksi-reaksi
siklisisasi squalene membutuhkan O2 dan NADPH. Bentuk siklik dari
squalene adalah lanosterol akhirnya melepaskan 3 gugus methylnya melalui
reduksi oleh NADPH akan menghasilkan kolesterol (Stryer, 1981).
Mongomery
dkk. (1980) mengemukakan bahwa kolesterol makanan berkonjungi dalam saluran empedu
yang kemudian akan dihidrolisis di dalam lumen usus halus dengan bantuan enzim
pankreas yang disekresikan oleh kelenjar pankreas. Absorbsi kolesterol terjadi
secara difusi ke sel-sel mukosa usus, sebagian besar hasil hidrolisa senyawa
kolesterol. Kolesterol dalam bentuk ester disintesis oleh sel mukosa dan kolesterol
bukan ester bergabung membentuk kilomikron. Kilomikron tersebut akan bergabung
dengan Lipoprotein yang kemudian mengedarkan kolesterol ke dalam plasma darah
yang akhirnya menuju jaringan. Senjutnya kolesterol diangkut HDL ( High Density Lipoprotein ) dan LCAT ( Lechitin Cholesterol Asil Tranferase )
dibawa ke hati.
Sebagian
kolesterol yang berlebihan diekresikan melalui feses dengan bantuan bakteri usus
yang dapat mengubah kolesterol menjadi korpostanol dan kolestanol, karena
kolesterol yang berlebihan tidak dapat diserap oleh usus (Fruton dan
Simmonds,1963).
MATERI DAN METODELOGI PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian
dilaksanakan di Laboratorium Klinik Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah
Kuala Pada bulan September 2007 sampai dengan Maret 2008.
Materi Penelitian
Sebagai
bahan percobaan sampel yang digunakan diambil dari 15 ekor kerbau jantan lokal
dan 15 ekor kerbau betina lokal, umur 2-4 tahun yang dipotong di Rumah Potong
Hewan Kota Banda Aceh.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian
ini adalah Waterbath model Koterman germany, blender, timbangan
model Boschs 2000, lumpang porselin,
cawan petri, scalpel, pinset, gelas ukur, tabung reaksi, corong, kertas saring dan spektrofotometer merk 6053.
Bahan yang di gunakan dalam
penelitian ini adalah Methanol, Khloroform, NaCL fisiologis dan Kit Kolesterol Nomor
Katalog REF D95116.
Metode Penelitian
Pembuatan
sampel daging dilakukan berdasarkan metode Ostander dan Dugan (1961). Dari
setiap sampel daging diambil 100 gram daging paha. Daging tersebut di cincang
menjadi potongan kecil dengan menggunakan skalpel dan selanjutnya digerus dalam
lumpang hingga halus. Daging yang telah halus di tambah 100 ml larutan NaCL
fisiologis kemudian di blender selama 4 menit dengan interval waktu 1
menit.
Homogenat
yang terbentuk diambil sebanyak 5 ml dan dimasukkan ke dalam sebuah tabung
reaksi, lalu ditambah kan 10 ml chloroform dan 5 ml methanol campuran tersebut
di kocok hingga rata, kemudian di saring ke dalam tabung reaksi lain. Hasil
saringan akan terpisah menjadi dua lapisan, lapisan atas dibuang dan lapisan
bawah di ambil sebanyak 1 ml dan dimasukkan kedalam tabung reaksi lain,
selanjutnya dipanaskan didalam waterbath pada suhu 80oC selama 15
menit. Setelah proses pemanasan seluruh larutan akan menguap dan sampel berupa
bahan kering tinggal melekat pada dinding tabung reaksi yang berisi sampel
tersebut di masukkan 0,1ml chloroform dan di kocok selama 6 detik.
Kadar
dalam sampel tersebut di periksa dengan metode CHOD-PAP digunakan Kit Kolesterol
Nomor Katalog REF D95116 dengan alat ukur spektrofotometer
6053 dengan panjang gelombang 540 nm.
Analisis Data
Data
kuantitatif yang diperoleh dari pemeriksaan kadar kolesterol daging paha kerbau
jantan dan betina dianalisis dengan menggunakan uji t (Nazir, 1988).
\
HASIL DAN
PEMBAHASAN
Hasil pemeriksaan kadar
kolesterol daging paha kerbau jantan dan betina dapat dilihat pada Lampiran 1.
Rata-rata (± SD) kadar kolesterol daging paha kerbau jantan dan betina dapat
dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Rata-rata (± SD)
kadar kolesterol daging paha kerbau jantan dan daging paha kerbau betina.
Daging Paha
|
Kadar Kolestrol (mg/dl)
|
Jantan
|
73,60 ± 11,38 tn
|
Betina
|
70,18 ± 9,54 tn
|
Ket : superskrip tn menyatakan tidak berbeda nyata (P>0,05).
Hasil
analisis statistik dengan menggunakan uji t (Lampiran 2 dan 3) menunjukkan
bahwa kadar kolesterol daging paha kerbau jantan tidak berbeda nyata dengan
daging paha kerbau betina (P>0,05). Hal ini sesuai dengan pernyataan
Soeparno (1992) bahwa konsentrasi kolesterol jaringan tidak diperngaruhi oleh
bangsa sapi, jenis kelamin dan jangka waktu atau lama pemberian pakan, tetapi
mungkin tergantung pada jumlah kebutuhan jaringan untuk fungsi membran seluler.
Kempster dalam
Soeparno (1992) menyatakan bahwa pada kerbau, sapi, babi dan domba, lemak
subkutan berkembang lebih cepat dibandingkan dengan lemak intermuskuler. Selanjutnya
Soeparno (1992), menyatakan bahwa proporsi komponen karkas dan potongan karkas
yang dikehendaki konsumen adalah karkas atau potongan karkas yang terdiri atas
proporsi daging tanpa lemak (lean)
yang tinggi, tulang yang rendah dan lemak yang optimal. Kerbau mempunyai
proporsi daging tanpa lemak (lean)
atau otot dan lemak lebih rendah dan tulang serta jaringan ikat lebih tinggi
dibandingkan dengan sapi. Komponen karkas yang dapat memberikan nilai ekonomis
adalah lemak, karena lemak berfungsi sebagai pembungkus daging dan memberikan
keempukan pada daging.
Di
Nanggroe Aceh Darussalam kerbau jantan maupun betina sering digunakan untuk
membajak sawah dan tanah untuk pabrik pembuatan batu bata, sehingga membutuhkan
energi yang sangat banyak untuk kontraksi otot khususnya otot paha, Primana
(2007) menyatakan bahwa lemak dalam tubuh dianggap sebagai sistem biologik
terutama untuk cadangan energi dalam sel dan sebagai komponen membram sel.
Kaspul
(2007) mengatakan bahwa pada hewan
betina kolesterol berperan dalam sintesis hormon seperti estrogen dan
progesteron. Fitoestrogen bersumber dari pakan hijauan (seperti gandum, padi
dan rumput-rumputan) berperan seperti hormon estrogen. Pada kerbau yang berumur
sudah tua, fitoestrogen akan mengisi reseptor estrogen yang kosong dan
memunculkan efek pro-estrogenik. Studi membuktikan bahwa fitoestrogen
menurunkan proses arterisklerosis dan menghambat oksidasi kolesterol LDL (low
density lipoprotein).
Walaupun
lemak dan jaringan lemak umumnya terdiri dari lemak sejati yang jumlahnya lebih
dari 99 persen, namun lemak urat daging banyak mengandung fosfolipid
kolesterol. Pada umumnya jantan mempunyai lemak intramuskular lebih kecil dari
pada betina, sedangkan jantan yang dikastrasi mempunyai lemak intramuskular
lebih banyak dari pada hewan-hewan untuk dari masing-masing jenis kelamin. Hasil penelitian ini tidak ada perbedaan yang nyata
dalam total kadar kolesterol antara kerbau jantan dan kerbau betina (Lawrie,
2003).
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian
dapat diambil kesimpulan Kadar kolesterol daging paha kerbau jantan tidak
terdapat perbedaan dengan kadar kolesterol daging paha kerbau betina.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Allen, R.S., (1970) Lipid
Metabolism. Dalam ”Dukes Physiology of Domestic
Animals”. M.J. Swenson (ed), 8th ed., Cornel University Press, Ithaca , hal.560-575.
Anis, (2008) Ternyata Roti Gandum Mengurangi
Resiko Terkena Sakit Jantung. http://hidupsehatselalu.wordpress.com.
Anonimus, (1998) Mikrobiologi Bakteri. http ://www.Pediatrik.com.
Anonimus, (2003) Cholesterol (Cont)
Why Is HDL the Good Cholesterol. http://www.Medicine Net.com
Anonimus, (2005a) Laporan Tahunan Dinas
Peternakan NAD, Banda Aceh.
Anonimus, (2005b)
Kerbau. http://www.wikipedia.com.
Gramedia, Jakarta.
Anonimus,
(2006) Kolesterol dan Jantung Anda. Kesehatan Populer Panasea.
Anonimus, (2007) Mengapa
Kita Perlu Makan Daging. http ://www.Medicine Net.com.
Basyir, A.K., (1997) Suplemen
Copper and Garlic Untuk Menurunkan Kadar Kolesterol Daging Broiler. Poultry
Indonesia 212:39.
Bhagavan, N.V., (1978)
Biochemistry. 2nd ed., J.B. Lippincout Compuny, Philadelphia.
Carlson, A.J., V.
Johnson and H.M. Carvert, (1961) The Machinary of Body. 5th ed., The University of Melbourne.
Cunningham, E.B., (1978)
Biochemistry Mechanisme of Metabolisme. Mc Graw-Hill Book Company, New York .
Dawn, B.M.,
D.M. Allan, dan M.S. Collen, (1996) Biokimia Kedokteran Dasar. Sebuah Pendekatan Klinis. Brahm, U
(Penterjemah). EGC. Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta .
Fruton, J.S. and S. Simmonds, (1963)
General Biochemestry. 2th ed., Jhon Wiley and Sons. Inc, New York .
Graf, F., (1984) What Value Are
Blood Test (Physiological Characteristics) to Estemate the Production Capasity
and Reability of Carcas. Anim. Res and Develop. pp 220-226.
Handayanta, E., (1991) Kolesterol
Dalam Produk Ayam. Majalah Ayam dan Telur. Edisi 61 Tahun II.
Kaspul, (2007) Kadar Testosteron Tikus Putih (Rattus norvegicus l) Setelah
Mengkonsumsi Buah Terong Tukak (Solanum
torvum sw). Bioscientiae. Volume
4, No. 1. http://www.unlam.ac.id/bioscientiae.
Kemal, I., (1994) Kelebihan
Beternak Ayam. Majalah Ayam danTelur. Edisi 215 Tahun IV.
Lawrie, R.A., (2003) Ilmu
Daging. Edisi ke-5 Diterjemakan oleh A. Parakkasi.
Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Martin, Jr. D.W., P.A. Mayes and
V.M. Rodwell, (1983) Biokimia. Edisi 20. Adji Dharma dan A.S. Kurniawan (Penterjemah).
EGC Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta .
Murray, R.K., D.K. Granner, P.A.
Mayes, P.A dan V.W. Rodwell, (2003) Biokimia Harper. Edisi 25. Hartono, A
(penerjemah). EGC. Penerbit Buku Kedokteran Jakarta .
Mongomery, R., R.L., Dryer., T.W.
Conway and A.A. Spektor, (1980) Biochemistry. 3nd
ed., Dept of Biochemistry. The University
of Lowa College
of Medicine , Lowa City .
Nazir. M., (1988) Metode
Penelitian. Penerbit Ghalia Indonesia .
Jakarta Timur.
Ostrander, J and L.R. Dugan, Jr.,
(1961) A Rapid Quantitative Lipid Ekstraction Method. Am. Meat Inst. Found
Bull. 2:20-26.
Primana, D.A., (2007) Penggunaan Lemak Dalam Olahraga http://bulutangkis
indonesia.blogspot.com/penggunaan-lemak-dalam-olahraga.html.
Pujimulyani D., (2008) Cegah Penyakit Degeneratif
dengan Sayur dan Buah
http://222.124.164.132/web/detail.php?sid=176276&actmenu=39.
Rusfidra, A., (2005)
Protein Hewani Untuk Kecerdasan. http://www.Sinar Harapan. co.id.
Setiawati, T.,
(1993) Cara Sederhana Mempertahankan Daya Simpan Daging. Edisi ke-2 Satwa Sementara, Jakarta.
Soeparno,
(1992) Ilmu Dan Teknologi Daging . UGM,Yogyakarta.
Soejoedono, R.R., (1992) Manual
Kesmavet. No 4. Direktorat Jenderal Peternakan, Jakarta.
Stayer, L., (1981)
Biochemistry. 2nd ed., W.H. Freeman and Company, New York, San
Francisco.
Tabrany, H., (2002)
Pengaruh Proses Pelayuan Terhadap Keempukan Daging. Tesis Program Pasca
Sarjana, Institut Pertanian Bogor.
Tengoro, D.J., (2007)
Gimana Sih Cara Memilih Daging. http://www.Medicine
Net.com.
Tridjoko, W.M., (2002)
Ilmu Ternak Kerbau. Kanisius, Yogyakarta.
Thenawidjaja,
M., (1993) Dasar Dasar Biokimia Edisi III. Erlangga, Bandung.
West, E.S. and W.R.
Todd, (1959) Texbook of Biochemistry. 2nd ed., Macmilian Company,
New York.
Wilson, E.D, K.H. Fisher dan P.A.
Garcia, (1979) Principle of Nutrition, 4th ed, John Wiley and Sons, New
York.
Winarno,
Y.F., (1984) Kimia Pangan dan Gizi. Penerbit PT. Gramedia, Jakarta.
Wirahadikusumah,
M., (1985) Biokimia Metabolisme Energi Karbohidrat dan Lipid. ITB, Bandung.
Terima kasih telah membaca artikel tentang Gambaran patologi anatomi limpa mencit putih (Mus musculus) yang terinfeksi Plasmodium berghei dan memperoleh terapi ekstrak etanol kulit batang Nimba maupun terapi klorokuin dengan berbagai dosis secara oral di blog Medik Veteriner jika anda ingin menyebar luaskan artikel ini di mohon untuk mencantumkan link sebagai Sumbernya, dan bila artikel ini bermanfaat silakan bookmark halaman ini diwebbroswer anda, dengan cara menekan Ctrl + D pada tombol keyboard anda.