PENDAHULUAN
Latar Belakang
Alat kelamin hewan betina
terbagi atas alat kelamin primer
dan sekunder, yang termasuk alat kelamin
primer yaitu ovarium yang berfungsi membentuk sel-sel telur dan hormon-hormon
betina, alat kelamin sekunder terdiri dari oviduck, uterus, cervix, vagina dan
vulva. Ambing juga sering disebut alat kelamin tambahan karena alat tubuh ini
sangat erat hubungannya dengan pertumbuhan anak (Ressang 1984)
Alat kelamin reproduksi betina terdiri dari sepasang
ovarium yang berfungsi smenghasilkan sel telur, saluran reproduksi yang terdiri
dari tuba fallopii, uterus atau rahim, serviks atau leher rahim, vagina dan
vulva. Peristiwa fertilisasi terjadi disaat spermatozoa membuahi ovum di tuba
fallopii (Anonimus, 2007).
Dengan tubektomi saluran yang membawa sel telur ke rahim
akan dipotong atau diikat. Lalu bagaimana dengan Kondisi sel telur yang dihasilkan? tidak perlu
khawatir, sebab sel telur yang dihasilkan tersebut akan diserap kembali oleh
tubuh tanpa menimbulkan efek apa-apa terhadap tubuh. (Anonimus,2003)
TINJAUAN PUSTAKA
ANATOMI
Tuba fallopii merupakan tempat fertilisasi dan memberikan nutrisi
dan factor-faktor pertumbuhan untuk mendukung atau menstimulasi perkembangan
awal embrio. Oviduct menerima oosit yang diovulasikan dan mentransfernya menuju
uterus (Toelihere, 1985). Pada kelinci, tuba falllpii mensekresikan substansi
yang melindungi permukaan sel telur yang disebut muccin coat. Pada beberapa species ovum yang difertelisasi maupun
yang tidak difertelasasi lewat dari tuba fallopii menuju uterus kecuili pada
kuda. Pada kuda, hanya ovum yang difertelisasi saja yang mempunyai akses sampai
ke uterus. Oleh karena itu ovum yang tidak dibuahi tertahan di dalam tuba
fallopii sampai beberapa bulan (Tongku, 2006)
Tuba fallopii
terdapat sepasang pada mamalia yang berfungsi sebagai berikut
1. transport ovum dari ovarium ke tempat
fertilisasi.
2. membantu transport sperma dari tempat
deposisinya menuju tempat fertilisasi.
3. memberikan lingkungan yang baik untuk
fermentasi.
4. transpor ovum yang telah difertilisasi
(embrio) menuju kornua uterus dimana implantasi dan perkembangan selanjutnya
terjadi.
Menurut Yatim (1990) Tuba fallopii terbagi atas 3
bagian utama, yakni :
a) Infundibulum adalah struktur seperti
corong yang berdekatan atau berbatasan dengan ovarium. Fungsinya adalah
mengangkut oosit setelah fertilisasi. Infundibulum memiliki struktur penting,
yaitu :
v Ostium abdominale adalah lubang
masuk pada infundibulum.
v Fimbrae adalah pinggiran yang tidak
beraturan pada ujung infundibulum. Pada saat ovulasi , fimbrae menangkap
langsung oosit yang diovulasi ke arah infundibulum.
b) Ampulla merupakan daerah pada
oviduct yang relatif lebih luas. Daerah ini merupakan tempat terjadinya
fertilisasi.
c) Isthmus adalah bagian tersempit dari
oviduct yang terletak di antara ampulla dan kornua uterus. Isthmus berhubungan
dengan uterus pada utero-tubal junction, yang bereaksi sebagai spincter fisiologis
TUBEKTOMI
Tubektomi yaitu
pemotongan saluran tuba fallopii (oviduk), kadang-kadang juga dapat dilakukan
dengan mengikat oviduk, sehingga ovum tidak dapat lewat dan menghalangi pertemuannya dengan sperma,
yang pada akhirnya tidak terjadi proses fertelisasi atau pembuahan. Namun model
ini dapat dikatakan semi-permanen karena dapat diakhiri dengan melepas kembali
ikatan oviduk tersebut. (Syafruddin, 2008)
Tubektomi merupakan tindakan medis berupa penutupan tuba uterina dengan
maksud tertentu untuk tidak mendapatkan keturunan dalam jangka panjang sampai
seumur hidup. Kadang-kadang tindakan ini masih dapat dipulihkan seperti
semula.Dahulu tindakan ini disebut sterilisasi dan dilakukan atas indikasi
medis, seperti kelainan jiwa, kemungkinan kebuntingan yang dapat membahayakan
nyawa induk atau penyakit keturunan. Kini tubektomi dilakukan untuk membatasi
jumlah anak.Cara melakukan sterilisasi telah mengalami banyak perubahan. Pada
abad ke-19, sterilisasi dilakukan dengan mengangkat uterus atau kedua ovarium.
Pada tahun 50-an dilakukan dengan memasukkan AgNO3 melalui kanalis servikalis
ke dalam tuba uterina. Pada akhir abad ke-19 dilakukan dengan mengikat tuba
uterina namun cara ini mengalami banyak kegagalan sehingga dilakukanlah
pemotongan dan pengikatan tuba uterina. Dulu, sterilisasi ini dibantu oleh
anestesi umum dengan membuat sayatan / insisi yang lebar dan harus dirawat di
rumah sakit. Kini, operasinya tanpa dibantu anestesi umum dengan hanya membuat
insisi kecil dan tidak perlu dirawat di rumah sakit (Admin, 2008)
Tubektomi dapat dilakukan pasca keguguran, pasca partus
atau masa interval haid pada manusia. Pasca partus, tubektomi sebaiknya
dilakukan dalam 24 jam pertama atau selambat-lambatnya 48 jam pertama. Apabila
lewat dari 48 jam maka tubektomi akan dipersulit oleh edema tuba uterina,
infeksi dan kegagalan. Edema tuba uterina akan berkurang setelah hari VII-X
pasca partus. Tubektomi setelah hari itu akan lebih dipersulit oleh adanya
penciutan alat-alat genital dan mudahnya terjadi perdarahan. Ada 6 cara
melakukan tubektomi yaitu cara Pomeroy, Krooemer, Irving, pemasangan cincin
Falope, klip Filshie dan elektro-koagilasi disertai pemutusan tuba uterina. Dan
ada 4 cara tindakan untuk mencapai tuba uterina yaitu laparotomi biasa,
laparotomi mini, kolpotomi posterior dan laparoskopi. (Admin, 2008)
INDIKASI
Pada prinsipnya tubektomi pada hewan betina dilakukan
untuk mensterilkan seksual pada hewan, mencegah terjadinya pembuahan dan
kebuntingan atas permintaan pemilik. Juga mencegah kebuntingan untuk alasan
kesehatan.
MINILAPAROTOMI PADA PROSEDUR
TUBEKTOMI
Sebelum teknik minilaparotomi berkembang pesat, prosedur
tubektomi dilakukan melalui laparotomi dengan anestesi umum. Data menunjukkan
bahwa morbiditas atau mortalitas prosedur tubektomi sebagian besar (60%)
disebabkan oleh komplikasi anestesi. Jarang sekali terjadi komplikasi berat
(fatal) yang berkaitan langsung dengan aspek teknik pada prosedur tubektomi.
Selain itu, prosedur anestesi umum dan laparotomi juga memerlukan fasilitas
ruang operasi dan peralatan medis yang lengkap.
Beberapa ahli bedah obstetri kemudian mencoba
mengembangkan prosedur tubektomi (terutama cara membuka dinding perut) yang
lebih sederhana. Upaya ini mengacu pada pengalaman pengembangan bedah
apendiktomi, yang semula membutuhkan sayatan panjang pada dinding perut,
ternyata kemudian dapat diupayakan menjadi lebih kecil, aman, dan efektif. Hal
yang sama juga dilakukan sebagai upaya untuk mencapai dan melakukan tindakan
oklusi saluran telur melalui sayatan kecil (minilaparotomi) pada dinding perut.
Setelah melalui berbagai penyempurnaan maka teknik minilaparomi
menjadi pilihan untuk melakukan oklusi tuba (tubektomi). Pilihan tersebut
berdasarkan pada adanya berbagai keuntungan, yaitu:
- Sayatan kecil untuk tubektomi, sama efektif tetapi relatif lebih aman dari berbagai aspek jika dibandingkan dengan sayatan yang panjang dan lebar.
- Ukuran yang kecil memungkinkan penerapan prosedur anestesi lokal secara lebih efektif.
- Komplikasi dan efek samping lebih rendah, ringan, dan segera dikenal.
- Tidak memerlukan ruang operasi khusus dan peralatan canggih.
- Dapat dirancang secara rawat jalan, baik untuk masa interval maupun pasca-persalinan.
- Waktu pemulihan yang singkat dan cukup memuaskan bagi klien.
- Dengan kompetensi keterampilan klinik dan teknik yang baik, sayatan kecil dianggap memadai untuk melakukan prosedur tubektomi dengan aman dan dalam waktu yang relatif singkat (Rizani, 2001)
PROSEDUR KLINIK TUBEKTOMI
Perkembangan teknik laparatomi menjadi minilaparatomi
pada tubektomi berkaitan dengan prinsip umum obstetri-ginekologi operatif,
yaitu melakukan tindakan minimal operasi untuk hasil yang maksimal. Sebelumnya,
tindakan mengikat/reseksi sebagian saluran telur dilakukan dengan laparatomi
dengan cara anestesi umum. Penguasaan aspek topografi, pengembangan langkah
klinik, dan instrumen bedah, memungkinkan sayatan yang lebar dapat diperkecil.
Ini hanya memerlukan penggunaan anestesi lokal.
Secara teknik, berbagai langkah dan prosedur tubektomi
yang telah disusun adalah untuk mengatur cara memanipulasi alat serta organ
melalui keterpaduan psikomotor dan kognitif untuk mengikat tuba melalui celah
yang kecil (mini) pada dinding perut. Acuan dasar penyusunan langkah klinik
adalah aman, efektif, dan mampu laksana.
Walaupun telah dikembangkan berbagai teknik operatif
tubektomi-minilaparatomi, banyak di antaranya menggunakan instrumen yang
canggih dan langkah yang rumit. Dengan demikian, teknik tersebut hanya mungkin
dilaksanakan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang cukup lengkap. Padahal,
tujuan pengembangan teknik T-MAL adalah untuk mendapatkan pelayanan ini ke
seluruh lapisan masyarakat yang membutuhkan. Teknik tubektomi anestesi lokal
(T-MAL) memungkinkan prosedur ini dilaksanakan secara rawat jalan.
Penyederhanaan prosedur T-MAL membawa dampak pada
kelonggaran persyaratan tempat pelayanan dan tingkat sumber daya. Dengan
demikian, pendekatan pelayanan T-MAL bagi masyarakat yang membutuhkan dapat
diwujudkan melalui koordinasi dari institusi kesehatan, lembaga keluarga
berencana, dan organisasi penyelenggara. Di Indonesia, Perkumpulan Kontrasepsi
Mantap Indonesia (PKMI) mendapat mandat dari Departemen Kesehatan untuk
melakukan pengelolaan pelayanan upaya pengawasan dan penelitian kontrasepsi
mantap (Surat Edaran Menteri Kesehatan RI No. 185/Menkes/ENN/1991). Surat
Keputusan Menteri Kesehatan pada 27 Januari 2000 telah menurunkan level
fasilitas pelayanan untuk prosedur T-MAL (Rizani, 2001)
Faktor Keamanan
Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa faktor
keamanan menjadi acuan utama dalam menyusun langkah klinik tubektomi. Aman
dalam pengertian tidak banyak menimbulkan dampak yang merugikan/fatal bagi
klien serta baiknya kinerja tenaga pelaksana. Kinerja sangat berkaitan dengan
keterampilan klinik dan kognitif.
Kompetensi kinerja memberikan keamanan bagi klien. Jaminan keamanan
tidak saja ditujukan pada dampak manipulasi instrumen dan organ (minimalisasi
efek samping dan komplikasi), tetapi juga jumlah penggunaan anestesi lokal.
Bila disebutkan bahwa hampir 50% komplikasi berat yang disebabkan oleh anestesi
umum maka dengan meniadakan prosedur ini, komplikasi fatal dapat dikurangi
hingga setengahnya. Apabila kelalaian yang berkaitan dengan faktor teknik
prosedur dapat ditanggulangi dan digabungkan dengan aplikasi prosedur anestesi
lokal yang benar, maka minimalisasi morbiditas dan mortalitas dapat diwujudkan
(Rizani, 2001)
Faktor Efektivitas
Langkah klinik disusun agar setiap langkah yang
dijalankan berjalan dan memberi hasil yang cukup efektif. Efektif dalam
pengertian teknis adalah baik, benar, dan efisien. Hasil efektif adalah
tercapainya tujuan prosedur tubektomi yang mengikat atau mengangkat (reseksi)
sebagian saluran telur (tuba). Selain efektif dalam langkah demi langkah untuk
mencapai dan mengikat tuba, hasil dari prosedur tersebut juga memberi
kehandalan hasil kerja. Pengangkatan sebagian saluran telur melalui
langkah-langkah yang telah disusun dapat mencegah pertemuan ovum dengan sperma.
Dengan kata lain, prosedur tersebut dapat menghasilkan suatu efek kontrasepsi
seperti yang diinginkan. Kecuali ada kesalahan proses identifikasi atau
rekanalisasi spontan dari tuba maka fertilitas dapat dihentikan secara permanen
(Razani, 2001)
Faktor Mampu Laksana
Selain efektif, langkah klinik yang telah disusun harus
sederhana (tidak rumit) sehingga dapat dilaksanakan oleh tenaga medis terlatih.
Penyusunan langkah yang mengacu pada kesempurnaan dan standar yang tinggi
merupakan idaman dari setiap profesional. Yang harus diperhatikan adalah
jenjang atau tingkatan petugas medis yang akan dilatih sebagai tenaga
pelaksana. Salah satu strategi pengembangan dalam pelayanan kontrasepsi adalah
pendekatan pelayanan bagi masyarakat. Dengan demikian, petugas medis yang
dipilih harus berasal dari fasilitas pelayanan kesehatan yang ada di tengah
masyarakat.(Rizani, 2001)
TUBEKTOMI METODE BARU
Kini para
perempuan yang ingin melakukan tindakan pencegahan kehamilan dengan teknik
tubektomi bias memilih teknologi baru yang lebih aman, tanpa bius dan
pembedahan. Sayangnya teknik terbaru kontrasepsi ini baru dipraktekkan di
Inggris. Tubektomi termaksuk dalam metode kontrasepsi yang dilakukan dengan
memotong atau mengikat salah satu bagian yang dilalui sel telur. Dengan cara
ini diharapkan tidak terjadi pembuahan. Metode baru, yang baru diterapkan di
Inggris memungkinkan tubektomi dilakukan tanpa operasi.
Metode baru
tersebut menggunakan kawat kecil yang diimplan ke dalam saluran telur (tuba
fallopii). Dokter akan memasukkan alat tersebut melalui vagina ke dalam uterus
hingga ke saluran telur. Cara kerja alat tersebut adalah dengan menyebabkan
goresan pada jaringan sehingga alat tersebut tertanam. Akibatnya saluran telur
akan ter-blok dan pertemuan sel telur dan sperma bias dihambat. Metode ini akan
bekerja optimal setalah tiga bulan pasca implant. Cara ini lebih sederhana,
aman dan nyaman untuk perempuan. Selain itu tidak diperlukan biaya rawat inap,
bius dan operasi
(Anonimus, 2007)
|
PERSIAPAN PRA OPERASI
Premedikasi dan Anastesi
Premedikasi
merupakan suatu tindakan pemberian obat sebelum pemberian anastesi yang
dapat menginduksi jalannya anastesi bertujuan mencegah efek yang tidak
diinginkan dari efek anestetika. Obat premedikasi diberikan sebelum dilakukan
anastesi dilakukan dengan tujuan, mengurangi rasa takut, amnesia, induksi
anastesi lancar dan mudah, memperkecil resiko buruk dari anastesi,
hipersalivasi, bradikardia/takikardia dan muntah selama anastesi (Ibrahim,
2000).
Premedikasi yang
digunakan adalah atropine sulfat dengan dosis 0,04 mg/kg bb secara subkutan.
10-15 menit kemudian dilanjutkan dengan
pemberian ketamin dengan dosis 10-40 mg/kg bb, xilazin dengan dosis 2-3 mg/kg
bb secara intramuskulus. Setelah pemberian anastesi, frekuensi nafas dan
jantung dimonitoring setiap 5 menit sekali sampai pembedahan selesai (Tilley
dan Smith,2002).
Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan antara lain : meja operasi,
stetoskop, spuit, scalpel, needle, holder, gunting bengkok dan lurus, pinset
anatomis dan cirurgis, alli’s forceps, arteri klem anatomis dan sirurgis,
drapping, tampon, sarung tangan dan lampu operasi.
Bahan-bahan yang
digunakan yaitu benang cat gut dan nilon, kain kasa, alkohol 70%, iodium
tinctur 3%, aquades, NaCl fisiologi, obat premedikasi (atropine sulfat) dan
anestesi (ketamin dan xylazin), antibiotik (penicillin oil) dan obat
suportif/pendukung (vit B-kompleks).
TEKNIK OPERASI
1.
Hewan diletakkan dengan posisi rebah dorsal.
2.
Desinfeksi daerah operasi dengan alkohol 70 % dan dilanjutkan dengan
iodium 3%.
3.
Pasang dook steril
4.
Lakukan incisi kulit dan jaringan subkutan lewat caudal midline yaitu
tepat dibelakang umbilikus kearah caudal lebih kurang 2 - 5 cm.
5.
Pegang linea alba dengan alli’s forceps
kemudian dengan menggunakan gunting bengkok preparer anatara kulit dengan
muskulus untuk mendapatkan linea alba.
6.
Incisi selanjutnya tepat pada linea alba diperpanjang dengan
menggunakan gunting, pinset atau jari telunjuk dan jari tengah sebagai
pemandunya agar tidak mengunting organ viscera.
7.
Dicari
uterus yang terletak di dorsal vesica
urinaria, lalu angkat corpus uteri
dengan jari telunjuk, kemudian diraba ke bagian depan sampai mencapai bifurcatio uterus dan cornua, kemudian
dicari tuba fallopii dan ligasi keduanya. Uterus dikembalikan keposisi semula.
8.
Olesi jodium tinctur 3% atau anti septik lain pada bekas korpus uteri
yang dipotong.
9.
Injeksikan antibiotik penstrep
4:0.5 kedalam rongga abdomen.
10. Peritonium ditutup dengan
menggunakan benang silk/cutton dengan pola jahitan simple interrupted.
11. Muskulus di jahit dengan pola
jahitan continous menggunakan benang plain catgut.
12. Fascia dijahit dengan pola
jahitan horizontal matras menggunakan plain catgut.
13. Tutup kulit dengan pola
jahitan simple interupted menggunakan benang silk/cutton.
14. Bekas daerah operasi dibersihkan iodium 3%,
kedalamnya diinjeksikan Penicillin Oli.( Anonimus, 2004 )
PERAWATAN PASCA OPERASI
Pasien
ditempatkan pada kandang yang bersih dan dijaga agar bekas luka operasi tidak
digigit ataupun digaruk. Hewan diberi makanan 2x sehari dan minum ad libitum dan diukur suhu tubuh hewan
pagi dan sore. Pemberian obat-obatan dilakukan selama 5 hari sebanyak 3 kali
sehari. Jahitan dibuka setelah luka operasi kering dan pada bekas jahitan
diolesi dengan iodium tincture 3%.
R/ Ciprofloxacin 60 mg
Asam mefenamat 60 mg
Dexamethasone 0.1 mg
CTM 10 mg
mf.
pulv dtd da in caps No. XV
S3 dd 1 caps
Paraf
B-Plex ½ Tab No. XV
S3 dd ½ Tab
Paraf
Bioplacenton Salp 1 tube
Sue
Paraf
|
Tubektomi merupakan tindakan
operasi kecil untuk mencegah kehamilan yang dilakukan pada hewan betina dengan
memotong atau mengikat salah satu bagian saluran yang dilalui sel telur atau
menghambat pertumbuhan ovum dan spermatozoa.
DAFTAR PUSTAKA
Admin, (2008). Kontrasepsi
Pada Manusia. http://www.f-buzz.com/ 2008/07/04/kontrasepsi-pada-manusia/
Anonimus,
(2004). Penuntun Praktikum Ilmu Bedah Khusus dan Radiologi. Fakultas Kedokteran
Hewan Universitas Syiah Kuala, Darussalam, Banda Aceh.
Anonimus, (2007). Metode
Baru Tubektomi . http://www2.kompas.com/ver1/kesehatan/
Tongku N. Siregar,
(2006). Buku Ajar Fisiologi Reproduksi Hewan betina. Fakultas kedokteran Hewan, Darussalam Banda Aceh.
Archibald, J. (1974). Canine Surgary. American
Veterinary Publication Inc. Santa
Barbara , California .
Ibrahim, R. (2000). Pengantar Ilmu Bedah Umum. Syiah Kuala University Press.
Darussalam, Banda Aceh.
Race, F. and M. Smith, (2006). Spaying-Why it’s a
Good Idea. http://www.1010 lifestyle.com/health.tubectomy.html. (25 Mei 2008).
Ressang.A.A. (1984). Patologi Khusus Veteriner. Edisi
II. N.V. percetakan Bali
Rizani Amran, (2001). Minilaparotomi
Anestesi Lokal Dengan Teknik Rizani (Rebate's Technique). http://www.tempo.co.id/medika/arsip/012001/tek-1.htm
Syafruddin, (2008). Prospek Luffa
Aegyptiaca Sebagai Bahan Antifertilitas http://library.usu.ac.id/download/fmipa/biologi-syafruddin.pdf
Tilley, L.P. and F.W.K. Smith, (1977). The 5 Minute
Veterinery Consult. Canine and Feline. Lippincolt William and Wilkins. Baltimore , Maryland .
Toelihere, M.R. (1985). Ilmu Kebidanan Pada Ternak
Sapi dan Kerbau. Universitas Indonesia
Press, Jakarta .
Yatim, W. (1990).
Reproduksi dan Embriologi. Penerbit Tarsito, Bandung.
Terima kasih telah membaca artikel tentang Reproduksi Hewan Betina di blog Medik Veteriner jika anda ingin menyebar luaskan artikel ini di mohon untuk mencantumkan link sebagai Sumbernya, dan bila artikel ini bermanfaat silakan bookmark halaman ini diwebbroswer anda, dengan cara menekan Ctrl + D pada tombol keyboard anda.