google-site-verification=I3gsFmhNnwraRTClYNy7Zy_HRGb_d1DkfDUi6e1xs34 Reproduksi Hewan Betina ~ Medik Veteriner Mas Sehat | Blog Tentang Kesehatan | Mas Sehat ~ Blog Tentang Kesehatan | www.mas-sehat.com

Reproduksi Hewan Betina


PENDAHULUAN

Latar Belakang
Alat kelamin hewan betina terbagi atas alat kelamin  primer dan  sekunder, yang termasuk alat kelamin primer yaitu ovarium yang berfungsi membentuk sel-sel telur dan hormon-hormon betina, alat kelamin sekunder terdiri dari oviduck, uterus, cervix, vagina dan vulva. Ambing juga sering disebut alat kelamin tambahan karena alat tubuh ini sangat erat hubungannya dengan pertumbuhan anak (Ressang 1984)
Alat kelamin reproduksi betina terdiri dari sepasang ovarium yang berfungsi smenghasilkan sel telur, saluran reproduksi yang terdiri dari tuba fallopii, uterus atau rahim, serviks atau leher rahim, vagina dan vulva. Peristiwa fertilisasi terjadi disaat spermatozoa membuahi ovum di tuba fallopii (Anonimus, 2007).
Ada beberapa macam operasi pada organ kelamin betina dapat mempengaruhi fungsi fisiologis hewan yaitu : tubektomi, ovariohisterektomi (OH), histerektomi (Archibald, 1974). Tubektomi merupakan tindakan operasi kecil untuk mencegah kehamilan yang dilakukan pada hewan betina dengan memotong atau mengikat salah satu bagian saluran yang dilalui sel telur atau menghambat pertumbuhan ovum dan spermatozoa (Race dan Smith, 2006).
Dengan tubektomi saluran yang membawa sel telur ke rahim akan dipotong atau diikat. Lalu bagaimana dengan Kondisi  sel telur yang dihasilkan? tidak perlu khawatir, sebab sel telur yang dihasilkan tersebut akan diserap kembali oleh tubuh tanpa menimbulkan efek apa-apa terhadap tubuh. (Anonimus,2003)





















TINJAUAN PUSTAKA
ANATOMI
Tuba fallopii merupakan tempat fertilisasi dan memberikan nutrisi dan factor-faktor pertumbuhan untuk mendukung atau menstimulasi perkembangan awal embrio. Oviduct menerima oosit yang diovulasikan dan mentransfernya menuju uterus (Toelihere, 1985). Pada kelinci, tuba falllpii mensekresikan substansi yang melindungi permukaan sel telur yang disebut muccin coat. Pada beberapa species ovum yang difertelisasi maupun yang tidak difertelasasi lewat dari tuba fallopii menuju uterus kecuili pada kuda. Pada kuda, hanya ovum yang difertelisasi saja yang mempunyai akses sampai ke uterus. Oleh karena itu ovum yang tidak dibuahi tertahan di dalam tuba fallopii sampai beberapa bulan (Tongku, 2006)
 Tuba fallopii terdapat sepasang pada mamalia yang berfungsi sebagai berikut
1.      transport ovum dari ovarium ke tempat fertilisasi.
2.      membantu transport sperma dari tempat deposisinya menuju tempat fertilisasi.
3.      memberikan lingkungan yang baik untuk fermentasi.
4.      transpor ovum yang telah difertilisasi (embrio) menuju kornua uterus dimana implantasi dan perkembangan selanjutnya terjadi.
Menurut Yatim (1990) Tuba fallopii terbagi atas 3 bagian utama, yakni :
a)      Infundibulum adalah struktur seperti corong yang berdekatan atau berbatasan dengan ovarium. Fungsinya adalah mengangkut oosit setelah fertilisasi. Infundibulum memiliki struktur penting, yaitu :
v  Ostium abdominale adalah lubang masuk pada infundibulum.
v Fimbrae adalah pinggiran yang tidak beraturan pada ujung infundibulum. Pada saat ovulasi , fimbrae menangkap langsung oosit yang diovulasi ke arah infundibulum.
b)      Ampulla merupakan daerah pada oviduct yang relatif lebih luas. Daerah ini merupakan tempat terjadinya fertilisasi.
c)      Isthmus adalah bagian tersempit dari oviduct yang terletak di antara ampulla dan kornua uterus. Isthmus berhubungan dengan uterus pada utero-tubal junction, yang bereaksi sebagai spincter fisiologis


TUBEKTOMI

Tubektomi yaitu pemotongan saluran tuba fallopii (oviduk), kadang-kadang juga dapat dilakukan dengan mengikat oviduk, sehingga ovum tidak dapat lewat  dan menghalangi pertemuannya dengan sperma, yang pada akhirnya tidak terjadi proses fertelisasi atau pembuahan. Namun model ini dapat dikatakan semi-permanen karena dapat diakhiri dengan melepas kembali ikatan oviduk tersebut. (Syafruddin, 2008)
Tubektomi merupakan tindakan medis berupa penutupan tuba uterina dengan maksud tertentu untuk tidak mendapatkan keturunan dalam jangka panjang sampai seumur hidup. Kadang-kadang tindakan ini masih dapat dipulihkan seperti semula.Dahulu tindakan ini disebut sterilisasi dan dilakukan atas indikasi medis, seperti kelainan jiwa, kemungkinan kebuntingan yang dapat membahayakan nyawa induk atau penyakit keturunan. Kini tubektomi dilakukan untuk membatasi jumlah anak.Cara melakukan sterilisasi telah mengalami banyak perubahan. Pada abad ke-19, sterilisasi dilakukan dengan mengangkat uterus atau kedua ovarium. Pada tahun 50-an dilakukan dengan memasukkan AgNO3 melalui kanalis servikalis ke dalam tuba uterina. Pada akhir abad ke-19 dilakukan dengan mengikat tuba uterina namun cara ini mengalami banyak kegagalan sehingga dilakukanlah pemotongan dan pengikatan tuba uterina. Dulu, sterilisasi ini dibantu oleh anestesi umum dengan membuat sayatan / insisi yang lebar dan harus dirawat di rumah sakit. Kini, operasinya tanpa dibantu anestesi umum dengan hanya membuat insisi kecil dan tidak perlu dirawat di rumah sakit (Admin, 2008)
Tubektomi dapat dilakukan pasca keguguran, pasca partus atau masa interval haid pada manusia. Pasca partus, tubektomi sebaiknya dilakukan dalam 24 jam pertama atau selambat-lambatnya 48 jam pertama. Apabila lewat dari 48 jam maka tubektomi akan dipersulit oleh edema tuba uterina, infeksi dan kegagalan. Edema tuba uterina akan berkurang setelah hari VII-X pasca partus. Tubektomi setelah hari itu akan lebih dipersulit oleh adanya penciutan alat-alat genital dan mudahnya terjadi perdarahan. Ada 6 cara melakukan tubektomi yaitu cara Pomeroy, Krooemer, Irving, pemasangan cincin Falope, klip Filshie dan elektro-koagilasi disertai pemutusan tuba uterina. Dan ada 4 cara tindakan untuk mencapai tuba uterina yaitu laparotomi biasa, laparotomi mini, kolpotomi posterior dan laparoskopi. (Admin, 2008)

INDIKASI
Pada prinsipnya tubektomi pada hewan betina dilakukan untuk mensterilkan seksual pada hewan, mencegah terjadinya pembuahan dan kebuntingan atas permintaan pemilik. Juga mencegah kebuntingan untuk alasan kesehatan.





MINILAPAROTOMI PADA PROSEDUR TUBEKTOMI

Sebelum teknik minilaparotomi berkembang pesat, prosedur tubektomi dilakukan melalui laparotomi dengan anestesi umum. Data menunjukkan bahwa morbiditas atau mortalitas prosedur tubektomi sebagian besar (60%) disebabkan oleh komplikasi anestesi. Jarang sekali terjadi komplikasi berat (fatal) yang berkaitan langsung dengan aspek teknik pada prosedur tubektomi. Selain itu, prosedur anestesi umum dan laparotomi juga memerlukan fasilitas ruang operasi dan peralatan medis yang lengkap.
Beberapa ahli bedah obstetri kemudian mencoba mengembangkan prosedur tubektomi (terutama cara membuka dinding perut) yang lebih sederhana. Upaya ini mengacu pada pengalaman pengembangan bedah apendiktomi, yang semula membutuhkan sayatan panjang pada dinding perut, ternyata kemudian dapat diupayakan menjadi lebih kecil, aman, dan efektif. Hal yang sama juga dilakukan sebagai upaya untuk mencapai dan melakukan tindakan oklusi saluran telur melalui sayatan kecil (minilaparotomi) pada dinding perut.
Setelah melalui berbagai penyempurnaan maka teknik minilaparomi menjadi pilihan untuk melakukan oklusi tuba (tubektomi). Pilihan tersebut berdasarkan pada adanya berbagai keuntungan, yaitu:
  1. Sayatan kecil untuk tubektomi, sama efektif tetapi relatif lebih aman dari berbagai aspek jika dibandingkan dengan sayatan yang panjang dan lebar.
  2. Ukuran yang kecil memungkinkan penerapan prosedur anestesi lokal secara lebih efektif.
  3. Komplikasi dan efek samping lebih rendah, ringan, dan segera dikenal.
  4. Tidak memerlukan ruang operasi khusus dan peralatan canggih.
  5. Dapat dirancang secara rawat jalan, baik untuk masa interval maupun pasca-persalinan.
  6. Waktu pemulihan yang singkat dan cukup memuaskan bagi klien.
  7. Dengan kompetensi keterampilan klinik dan teknik yang baik, sayatan kecil dianggap memadai untuk melakukan prosedur tubektomi dengan aman dan dalam waktu yang relatif singkat (Rizani, 2001)
PROSEDUR KLINIK TUBEKTOMI
Perkembangan teknik laparatomi menjadi minilaparatomi pada tubektomi berkaitan dengan prinsip umum obstetri-ginekologi operatif, yaitu melakukan tindakan minimal operasi untuk hasil yang maksimal. Sebelumnya, tindakan mengikat/reseksi sebagian saluran telur dilakukan dengan laparatomi dengan cara anestesi umum. Penguasaan aspek topografi, pengembangan langkah klinik, dan instrumen bedah, memungkinkan sayatan yang lebar dapat diperkecil. Ini hanya memerlukan penggunaan anestesi lokal.
Secara teknik, berbagai langkah dan prosedur tubektomi yang telah disusun adalah untuk mengatur cara memanipulasi alat serta organ melalui keterpaduan psikomotor dan kognitif untuk mengikat tuba melalui celah yang kecil (mini) pada dinding perut. Acuan dasar penyusunan langkah klinik adalah aman, efektif, dan mampu laksana.
Walaupun telah dikembangkan berbagai teknik operatif tubektomi-minilaparatomi, banyak di antaranya menggunakan instrumen yang canggih dan langkah yang rumit. Dengan demikian, teknik tersebut hanya mungkin dilaksanakan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang cukup lengkap. Padahal, tujuan pengembangan teknik T-MAL adalah untuk mendapatkan pelayanan ini ke seluruh lapisan masyarakat yang membutuhkan. Teknik tubektomi anestesi lokal (T-MAL) memungkinkan prosedur ini dilaksanakan secara rawat jalan.
Penyederhanaan prosedur T-MAL membawa dampak pada kelonggaran persyaratan tempat pelayanan dan tingkat sumber daya. Dengan demikian, pendekatan pelayanan T-MAL bagi masyarakat yang membutuhkan dapat diwujudkan melalui koordinasi dari institusi kesehatan, lembaga keluarga berencana, dan organisasi penyelenggara. Di Indonesia, Perkumpulan Kontrasepsi Mantap Indonesia (PKMI) mendapat mandat dari Departemen Kesehatan untuk melakukan pengelolaan pelayanan upaya pengawasan dan penelitian kontrasepsi mantap (Surat Edaran Menteri Kesehatan RI No. 185/Menkes/ENN/1991). Surat Keputusan Menteri Kesehatan pada 27 Januari 2000 telah menurunkan level fasilitas pelayanan untuk prosedur T-MAL (Rizani, 2001)

Faktor Keamanan
Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa faktor keamanan menjadi acuan utama dalam menyusun langkah klinik tubektomi. Aman dalam pengertian tidak banyak menimbulkan dampak yang merugikan/fatal bagi klien serta baiknya kinerja tenaga pelaksana. Kinerja sangat berkaitan dengan keterampilan klinik dan kognitif.
Kompetensi kinerja memberikan keamanan bagi klien. Jaminan keamanan tidak saja ditujukan pada dampak manipulasi instrumen dan organ (minimalisasi efek samping dan komplikasi), tetapi juga jumlah penggunaan anestesi lokal. Bila disebutkan bahwa hampir 50% komplikasi berat yang disebabkan oleh anestesi umum maka dengan meniadakan prosedur ini, komplikasi fatal dapat dikurangi hingga setengahnya. Apabila kelalaian yang berkaitan dengan faktor teknik prosedur dapat ditanggulangi dan digabungkan dengan aplikasi prosedur anestesi lokal yang benar, maka minimalisasi morbiditas dan mortalitas dapat diwujudkan (Rizani, 2001)

Faktor Efektivitas
Langkah klinik disusun agar setiap langkah yang dijalankan berjalan dan memberi hasil yang cukup efektif. Efektif dalam pengertian teknis adalah baik, benar, dan efisien. Hasil efektif adalah tercapainya tujuan prosedur tubektomi yang mengikat atau mengangkat (reseksi) sebagian saluran telur (tuba). Selain efektif dalam langkah demi langkah untuk mencapai dan mengikat tuba, hasil dari prosedur tersebut juga memberi kehandalan hasil kerja. Pengangkatan sebagian saluran telur melalui langkah-langkah yang telah disusun dapat mencegah pertemuan ovum dengan sperma. Dengan kata lain, prosedur tersebut dapat menghasilkan suatu efek kontrasepsi seperti yang diinginkan. Kecuali ada kesalahan proses identifikasi atau rekanalisasi spontan dari tuba maka fertilitas dapat dihentikan secara permanen (Razani, 2001)

Faktor Mampu Laksana
Selain efektif, langkah klinik yang telah disusun harus sederhana (tidak rumit) sehingga dapat dilaksanakan oleh tenaga medis terlatih. Penyusunan langkah yang mengacu pada kesempurnaan dan standar yang tinggi merupakan idaman dari setiap profesional. Yang harus diperhatikan adalah jenjang atau tingkatan petugas medis yang akan dilatih sebagai tenaga pelaksana. Salah satu strategi pengembangan dalam pelayanan kontrasepsi adalah pendekatan pelayanan bagi masyarakat. Dengan demikian, petugas medis yang dipilih harus berasal dari fasilitas pelayanan kesehatan yang ada di tengah masyarakat.(Rizani, 2001)

TUBEKTOMI METODE BARU
Kini para perempuan yang ingin melakukan tindakan pencegahan kehamilan dengan teknik tubektomi bias memilih teknologi baru yang lebih aman, tanpa bius dan pembedahan. Sayangnya teknik terbaru kontrasepsi ini baru dipraktekkan di Inggris. Tubektomi termaksuk dalam metode kontrasepsi yang dilakukan dengan memotong atau mengikat salah satu bagian yang dilalui sel telur. Dengan cara ini diharapkan tidak terjadi pembuahan. Metode baru, yang baru diterapkan di Inggris memungkinkan tubektomi dilakukan tanpa operasi.
Metode baru tersebut menggunakan kawat kecil yang diimplan ke dalam saluran telur (tuba fallopii). Dokter akan memasukkan alat tersebut melalui vagina ke dalam uterus hingga ke saluran telur. Cara kerja alat tersebut adalah dengan menyebabkan goresan pada jaringan sehingga alat tersebut tertanam. Akibatnya saluran telur akan ter-blok dan pertemuan sel telur dan sperma bias dihambat. Metode ini akan bekerja optimal setalah tiga bulan pasca implant. Cara ini lebih sederhana, aman dan nyaman untuk perempuan. Selain itu tidak diperlukan biaya rawat inap, bius dan operasi (Anonimus, 2007)






















 
MATERI DAN METODELOGI OPERASI
PERSIAPAN PRA OPERASI
Premedikasi dan Anastesi
            Premedikasi  merupakan suatu tindakan pemberian obat sebelum pemberian anastesi yang dapat menginduksi jalannya anastesi bertujuan mencegah efek yang tidak diinginkan dari efek anestetika. Obat premedikasi diberikan sebelum dilakukan anastesi dilakukan dengan tujuan, mengurangi rasa takut, amnesia, induksi anastesi lancar dan mudah, memperkecil resiko buruk dari anastesi, hipersalivasi, bradikardia/takikardia dan muntah selama anastesi (Ibrahim, 2000).
Premedikasi yang digunakan adalah atropine sulfat dengan dosis 0,04 mg/kg bb secara subkutan. 10-15  menit kemudian dilanjutkan dengan pemberian ketamin dengan dosis 10-40 mg/kg bb, xilazin dengan dosis 2-3 mg/kg bb secara intramuskulus. Setelah pemberian anastesi, frekuensi nafas dan jantung dimonitoring setiap 5 menit sekali sampai pembedahan selesai (Tilley dan Smith,2002).

Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan antara lain : meja operasi, stetoskop, spuit, scalpel, needle, holder, gunting bengkok dan lurus, pinset anatomis dan cirurgis, alli’s forceps, arteri klem anatomis dan sirurgis, drapping, tampon, sarung tangan dan lampu operasi.
 Bahan-bahan yang digunakan yaitu benang cat gut dan nilon, kain kasa, alkohol 70%, iodium tinctur 3%, aquades, NaCl fisiologi, obat premedikasi (atropine sulfat) dan anestesi (ketamin dan xylazin), antibiotik (penicillin oil) dan obat suportif/pendukung (vit B-kompleks).


TEKNIK OPERASI

1.      Hewan diletakkan dengan posisi rebah dorsal.
1




2.      Desinfeksi daerah operasi dengan alkohol 70 % dan dilanjutkan dengan iodium 3%.
Scrub





3.      Pasang dook steril

4.      Lakukan incisi kulit dan jaringan subkutan lewat caudal midline yaitu tepat dibelakang umbilikus kearah caudal lebih kurang 2 - 5 cm.



Veterinary surgery on a dog at ThePetCenter.com





5.      BleedersPegang linea alba dengan alli’s forceps kemudian dengan menggunakan gunting bengkok preparer anatara kulit dengan muskulus untuk mendapatkan linea alba.





6.      Incisi selanjutnya tepat pada linea alba diperpanjang dengan menggunakan gunting, pinset atau jari telunjuk dan jari tengah sebagai pemandunya agar tidak mengunting organ viscera.

ScissorsLinea




7.      Dicari uterus yang terletak di dorsal vesica urinaria, lalu angkat corpus uteri dengan jari telunjuk, kemudian diraba ke bagian depan sampai mencapai bifurcatio uterus dan cornua, kemudian dicari tuba fallopii dan ligasi keduanya. Uterus dikembalikan keposisi semula.































                                                                                                                                                      
8.      Olesi jodium tinctur 3% atau anti septik lain pada bekas korpus uteri yang dipotong.

9.      Injeksikan antibiotik penstrep  4:0.5 kedalam rongga abdomen.
10.  Peritonium ditutup dengan menggunakan benang silk/cutton dengan pola jahitan simple interrupted.

11.  Muskulus di jahit dengan pola jahitan continous menggunakan benang plain catgut.

12.  Fascia dijahit dengan pola jahitan horizontal matras menggunakan plain catgut.
Skin








13.  Tutup kulit dengan pola jahitan simple interupted menggunakan benang silk/cutton.
8
      



14.   Bekas daerah operasi dibersihkan iodium 3%, kedalamnya diinjeksikan Penicillin Oli.( Anonimus, 2004 )

PERAWATAN PASCA OPERASI
            Pasien ditempatkan pada kandang yang bersih dan dijaga agar bekas luka operasi tidak digigit ataupun digaruk. Hewan diberi makanan 2x sehari dan minum ad libitum dan diukur suhu tubuh hewan pagi dan sore. Pemberian obat-obatan dilakukan selama 5 hari sebanyak 3 kali sehari. Jahitan dibuka setelah luka operasi kering dan pada bekas jahitan diolesi dengan iodium tincture 3%.

R/        Ciprofloxacin     60 mg
            Asam mefenamat            60 mg
            Dexamethasone 0.1 mg
            CTM                             10 mg
mf. pulv dtd da in caps No. XV
S3 dd 1 caps
                                                Paraf
            B-Plex              ½ Tab  No. XV
S3 dd ½ Tab
                                                Paraf
            Bioplacenton Salp 1 tube
            Sue
                                                Paraf





















 
KESIMPULAN



Tubektomi merupakan tindakan operasi kecil untuk mencegah kehamilan yang dilakukan pada hewan betina dengan memotong atau mengikat salah satu bagian saluran yang dilalui sel telur atau menghambat pertumbuhan ovum dan spermatozoa.























DAFTAR PUSTAKA

Admin, (2008). Kontrasepsi Pada Manusia. http://www.f-buzz.com/ 2008/07/04/kontrasepsi-pada-manusia/
Anonimus, (2003). Alat Kontrasepsi http://www.yakita.or.id/home.php 2003
Anonimus, (2004). Penuntun Praktikum Ilmu Bedah Khusus dan Radiologi. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala, Darussalam, Banda Aceh.

Anonimus, (2007). Sistem Reproduksi. http://dhayubiologi:wordpress.com

Anonimus, (2007). Metode Baru Tubektomi . http://www2.kompas.com/ver1/kesehatan/

Tongku N. Siregar, (2006). Buku Ajar Fisiologi Reproduksi Hewan betina. Fakultas  kedokteran Hewan, Darussalam Banda Aceh.

Archibald, J. (1974). Canine Surgary. American Veterinary Publication Inc. Santa Barbara, California.

Ibrahim, R. (2000). Pengantar Ilmu Bedah Umum. Syiah Kuala University Press. Darussalam, Banda Aceh.

Race, F. and M. Smith, (2006). Spaying-Why it’s a Good Idea. http://www.1010 lifestyle.com/health.tubectomy.html. (25 Mei 2008).

Ressang.A.A. (1984). Patologi Khusus Veteriner. Edisi II. N.V. percetakan Bali
Rizani Amran, (2001). Minilaparotomi Anestesi Lokal Dengan Teknik Rizani (Rebate's Technique).  http://www.tempo.co.id/medika/arsip/012001/tek-1.htm
Syafruddin, (2008). Prospek Luffa Aegyptiaca Sebagai Bahan Antifertilitas http://library.usu.ac.id/download/fmipa/biologi-syafruddin.pdf
 
Tilley, L.P. and F.W.K. Smith, (1977). The 5 Minute Veterinery Consult. Canine and Feline. Lippincolt William and Wilkins. Baltimore, Maryland.

Toelihere, M.R. (1985). Ilmu Kebidanan Pada Ternak Sapi dan Kerbau. Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Yatim, W. (1990). Reproduksi dan Embriologi. Penerbit Tarsito, Bandung.


Terima kasih telah membaca artikel tentang Reproduksi Hewan Betina di blog Medik Veteriner jika anda ingin menyebar luaskan artikel ini di mohon untuk mencantumkan link sebagai Sumbernya, dan bila artikel ini bermanfaat silakan bookmark halaman ini diwebbroswer anda, dengan cara menekan Ctrl + D pada tombol keyboard anda.

Artikel terbaru :

Mas Sehat | Blog Tentang Kesehatan | Mas Sehat ~ Blog Tentang Kesehatan | www.mas-sehat.com