Caesar atau ”section caesaria”
atau ”pembedahan kaisar” adalah pengeluaran foetus, umumnya pada waktu partus,
melalui laparohisterektomi (pembedahan pada perut dan uterus).sebuah penyayatan
pada dinding perut untuk mengeluarkan anak (foetus) pada sapi atau hewan-hewan
lainnya. Bedar ceasar dikenal juga dengan bedah-C, dibutuhkan pada
ternak-ternak dewasa dimana pada saat partus melalui vagina terlalu sulit (distokia)
bagi induk atau berbahaya bagi kehidupan sang induk atau pada keselamatan
anaknya atau apabila peternak berkeinginan supaya foetus dikeluarkan secara
hidup (Toelihere, 1985).
Indikasi
Perbedaan-perbedaan tindakan
menunjukan adaanya indikasi yang berbeda dalam beberapa situasi-situasi
distokia. Paralumbar kiri atau daerah dekat flank adalah standar penyayatan
untuk yang baru saja terjadi atau berakhir, pada induk dan anak yang belum
terkontaminasi memungkinkan toleransi bedah pada posisi berdiri. Tapi pada
beberapa situasi, laparatomi flank kanan diindikasikan apabila terjadinya
tanda-tanda distensi rumen atau pada perlakuan klinik dimana pemindahan dari
sisi kanan akan lebih tepat, sebagai contoh, pada situasi foetus yang besar
pada sisi kanan ruang abdominal akan sulit memindahkan dengan penyayatan flank
bagian kiri, pada kasus yang sering terjadi, bagaimanapun, penyayatan flank
kiri lebih tepat karena lebih kecil masalah-masalah yang berhubungan dengan
terggangunya intestinum yang ditemui (Turner dan Mcilwrath, 1989).
Pada kasus foetus yang mati
dan mengalami emhysematous, posisi ventral cara yang digunakan. Penyayatan
paramedian ventral merupakan cara yang paling sering ditempuh, hewan
ditempatkan pada posisi dorsal recumbency,cara alternative lain yaitu miring
ventrolateral yang memungkinkan hewan ditidurkan pada posisi lateral
recumbency. Ke-2 teknik tersebut mengurangi kontaminasi peritonium yang mungkin
terjadi pada saat pengeluaraan foetus yang emphysematous, terkontaminasi dan
yang berhubungan dengan debris. Cara ventral diindikasikan juga apabila hewan
pada posisi recumbency dan dipertimbangkan memungkinkan untuk berdiri selama
pembedahan atau apabila hewan susah diatur sehingga terlalu berbahaya bagi
operator untuk berdiri disamping pasien selama pembedahan (Anonimous, 2009a)
PENEMUAN KLINIS
Pemeriksaan fisik secara umum
harus dilakukan pada sapi/hewan besar,
termasuk penilaian terhadap denyut jantung, pernafasan dan temperatur untuk
melihat apakah induk dehidrasi. Gland mamae harus diperiksa akan adanya
infeksi, temperatur telinga dan motilitas rumen (gerakan usus) dievaluasi unutk
melihat apakah induk membutuhkan kalsium extra. Pemeriksaaan rektal dan vaginal
juga dibutuhkan. Sapi-sapi/hewan besar yang terlihat dehidrasi atau tegang
dibutuhkan cairan intravenous dan anestesi epidural, berturut-turut sebelum
dibedah. Kebanyakan dokter hewan akan memberikan antibiotik dan obat anti
inflammasi nonsteroid, pada beberapa kondisi dimungkinkan untuk melakukan
fetotomi dibandingkan dengan bedah ceasar apabila kondisi foetus sudah mati.
Ini adalah pilihan yang tepat berdasarkan pengalaman praktisi-praktisi ternak
besar, (Anonimous, 2009b)
MATERIAL OPERASI
Alat-alat yang digunakan dalam
pelaksanaan operasi adalah pakaian operasi, alas untuk bedah, pisau cukur, scalpel, arteri klem, gunting ujung
tumpul dan runcing, gunting bengkok, spuit,
forcep, needle, needle holder, pinset anatomis, pinset sirurgis, drapping, Glove steril dan stetoskop.
Bahan
yang digunakan adalah cat-gut, sarung
tangan, benang catton, tanpon, alkohol 70%, iodium tintur, aquades, NaCl
fisiologis, Penisilin kristal, penisilin oil, vitamin B kompleks, dan lidocain.
METODE OPERASI
Anestesi dan Persiapan operasi
Rambut sapi pada daerah legok lapar
(flank) kiri dicukur. Lebarnya sekitar 5 cm dengan panjang 30-40 cm.
Premedikasi 10 ml Clenbuterol (Planipart ®) diberikan intra vena sebagai
uterine relaxant, 4 ml Lidokain diberikan secara epidural antara vertebrae sacral
terakhir dengan vertebrae coccigeae pertama. Sapi masih dalam posisi berdiri.
Setelah premedikasi selesai, maka anastesi lokal infiltrasi di daerah incisi
dilakukan (Anonimous, 2009b). Ada beberapa cara melakukan anastesi pada daerah
flank ini. Ada yang diberikan infiltrasi disepanjang daerah yang akan diincisi,
bisa juga dengan anasteri regional. Anastesi regional dilakukan untuk memblok
syaraf yang menginervasi daerah flank dan sekitarnya (cabang ventral dari
syaraf T13, L1 dan L2). Bisa
dilakukan dengan inverted L, proximal paravertebral atau bisa juga distal
paravertebral.Tunggu sekitar 10-15 menit Setelah yakin teranastesi sempurna (Hall
dan Clark, 1983).
Tehnik Operasi
Kulit
diinsisi kemudian jaringan lemak dilanjutkan m. transversus eksternus,
internus, obliquus abdominis dan peritoneum. Insisi dilakukan selebar sekitar
30 cm karena mempertimbangkan ukuran pedet yang akan keluar melewati lubang
insisi tersebut. Begitu flank
kiri sudah terbuka, terlihat rumen yang menutupi hampir semua lubang insisi.
Palpasi dinding uterus dan temukan ujung kuku
pedet. Pada posisi anterior, maka kuku kaki belakang yang harus terpegang. Posisikan ujung kuku pedet tadi
mendekat kelubang insisi yang telah dibuat. Begitu ujung kuku pedet yang sudah
terpegang bisa diposisikan di mulut lubang insisi, siapkan skalpel untuk
memulai insisi dinding uterus. Cari lokasi insisi yang berdekatan dengan ujung
kornua uteri. Jangan melakukan insisi pada daerah yang berdekatan dengan
cervic. Penjahitan akan sulit dilakukan. Hindari teririsnya kotiledon saat
mengiris dinding uterus karena itu akan menyebabkan perdarahan pasca operasi.
Buat insisi selebar kira-kira pinggul pedet bisa melewatinya. Dinding uterus
sudah terbuka, akan terlihat kaki pedet yang masih terbungkus selaput amnion.
Robeklah selaput amnion tadi sehingga cairannya keluar dan kaki bisa terpegang.
Cari satu kaki lainnya. Dua kaki sudah terpegang, dengan bantuan 2 orang
asisten, pedet ditarik dan keluar. Saat menarik pedet yang masih hidup dengan
posisi anterior, proses pengeluaran pedet harus berlangsung cepat. Jika tidak,
pedet akan mengalami pneumonia aspirasi, bahkan bisa mati. Hal ini bisa terjadi
karena bila kaki belakang pedet ditarik keluar lebih dahulu, maka saluran pusar
akan terputus, padahal kepala pedet masih ada di dalam selaput amnion yang
berisi cairan. Bila prosesnya lama, pedet akan bernafas di dalam cairan amnion, .
Pedet bisa ditarik
keluar, masih hidup, sehat dan cukup besar. Karena efek Clenbuterol, uterus akan tetap
relaksasi setelah pedet keluar. Bila tanpa Clenbuterol, uterus akan mengkerut
dengan cepat sekali, sehingga penjahitan dinding uterus akan sulit dilakukan.
Biarkan plasenta didalam, masukkan yang menggantung diluar dan jangan berusaha
menarik plasenta sesaat setelah operasi.
Mulai melakukan penjahitan dinding uterus dengan model jahitan Lambert
dengan benang cut-gut sampai dinding uterus tertutup, benar-benar rapat.
Proses penjahitan sebisa mungkin dilakukan diluar rongga perut dengan cara
dinding uterus ditarik keluar. Biasanya hanya melakukan satu kali penjahitan
pada dinding uterus. Namun bila kurang yakin akan kekuatannya, atau khawatir
akan terjadi kebocoran, lakukan dua kali.
Selesai
melakukan penjahitan, bersihkan rongga abdomen dari darah yang membeku dan
runtuhan jaringan yang berasal dari rongga uterus. Bersihkan dengan larutan
NaCl fisiologis yang dicampur dengan Penstrep. Pembersihan ini penting untuk
menghindari terjadinya adhesi antar organ viscera pasca operasi. Antibiotik diberikan lewat injeksi intra muskular.
Bila rongga perut
sudah bersih, mulai melakukan penjahitan lapisan otot dan kulit. Biasanya melakukan dua kali penjahitan (dua
lapis). Satu lapis pertama adalah jahitan gabungan antara peritoneum, musculus obliquus
abdominis dan m. transversus internus. Lapis kedua baru m. transversus
externus. Lapis terakhir kulit dengan cotton. Pastikan saat melakukan
penjahitan, lapis demi lapis otot bergabung, menyatu satu sama lain untuk
menghindari adanya dead space yang bisa menyebabkan infeksi pasca
operasi.
Injeksikan oksitosin 5 ml setelah operasi
selesai. Oksitosin merupakan antidota dari Clenbuterol. Oksitosin akan membuat
uterus berkontraksi dan proses involusi segera dimulai, plasenta akan terbantu
keluar dengan kontraksi uterus. Jahitan kulit pada lapisan terluar bisa dilepas
setelah 3 minggu operasi.
Perawatan Pasca Operasi
Pemberian
antibiotik selama 5 hari intra muscular (Penstrep), anti inflamasi 3 hari
pertama (Flunixin Meglumin). Oksitosin diberikan setiap 3 jam sekali atau
sampai 12 jam pasca operasi sampai plasenta keluar. Masa
kritis selama 24 jam pertama.
Suhu tubuh harus selalu dipantau. Bila
terjadi infeksi, kenaikan suhu tubuh biasanya terjadi antara hari ke 3-5 pasca
operasi. Masa kritis 24 jam pertama, bila terlewati akan terlihat bahwa sapi
sehat, mau makan, produksi susu terus meningkat dan plasenta keluar 12 jam
pertama pasca operasi. Bila lewat 7 hari pasca operasi sapi terlihat sehat,
produksi susu meningkat, tidak terjadi kenaikan suhu tubuh (>39.5C), nafsu
makan baik, bisa dianggap operasi berhasil.
Dari sekian sapi yang dioperasi Caesar,
80-90 % diantaranya survive dan bisa melanjutkan masa laktasinya. Namun secara
reproduksi, masa tunggu pasca melahirkan (VWP = voluntary waiting period)
relatif lebih panjang dari sapi yang melahirkan normal, proses involusinya juga
lebih lama dan kemungkinan menjadi bunting juga relatif lebih kecil (Anonimous,
2009b).
DISKUSI
Komplikasi bedah dapat
diminimalisir pada bedah ceasar. Apabila dibutuhkan beberapa dari jahitan dapat
dibuang sehingga area dapat kering. Masalah lainnya adalah tertinggalnya
plasenta, umumnya ternak akan membersihkan atau mengeluarkan plasentanya
setelah 24jam, antibiotik sering diberikan sampai plasenta keluar. Sapi/hewan
besar harus diperiksa dari dehidrasi dan mastitis (infeksi gland mamae) setelah
bedah ceasar (Anonimous, 2009c)
KESIMPULAN
Prognosa
Bila operasi dilaksanakan 6
samapai 18 jam sesudah permulaan perejanan dan belum banyak manipulasi,
perlukaan dan infeksi, angka mortalitas kurang dari 10%, rata-rata 5%. Pada
kondisi lapangan angka mortalitas dapat mencapai 15%.
Apabila operasi dilakukan 18
sampai 36 jam sesudah permulaan stadium kedua partus, angka mortalitas
meningkat menjadi 10-30%. Foetus biasanya sudah mati dan emfisematous, induk
berada dalam kondisi buruk dan saluran kelahiran terluka atau traumatic. Angka
mortalitas meningkat menjadi 30-50% atau lebih jika distokia telah berlangsung
lebih dari 36 jam.
Pada umumnya 60-80% sapi yang
pernah mengalami pembedahan ceasar tetap fertile dan dapat bunting kembali
lagi. Kegagalan untuk bunting pada 20-40% mungkin disebabkan karena adhesion
peritoneal atau kerusakan endometrium karena metritis septic (Toelihere, 1985).
Pencegahan
Penyembuhan setelah bedah
ceasar umumnya bervariasi. Untuk menghindari bedar ceasar, sapi/ternak yang
akan dikembangbiakan haruslah mempunyai ukuran yang sama besar. Dan monitor
ternak secara hati-hati saat akan menjelang partus.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Anonimous, 2009a. Ceasarean
Section In the Cow. http://www.ACVS.
com/health/vet/html.
Anonimous, 2009b.
Ceasarean Section. http://www.pubmed.com/1706/html.
Anonimous, 2009c.
Ceasarean Section. http://www.wikipedia.org
Hall, L. W dan Clark , K. W. 1983 .Veterinary
Anastesia. 8th(ed). The English Language Book Society and
Baillere Tindall. London .
Jackson, P. G. G.
2007. Handbook Obstetri Veteriner. 2nd (ed). Gajah Mada University Press.
Toelihere, M.R. 1985.
Ilmu Kebidanan pada Ternak Sapi dan Kerbau. UI-Press. Jakarta
Turner, A.S dan C.W.
Mcilwrath, 1989. Techniques in Large Animal Surgery, Second Edition, Lippincot
Williams & Wilkins, Philadelphia .
Terima kasih telah membaca artikel tentang Caesar (Pengeluaran Foetus) di blog Medik Veteriner jika anda ingin menyebar luaskan artikel ini di mohon untuk mencantumkan link sebagai Sumbernya, dan bila artikel ini bermanfaat silakan bookmark halaman ini diwebbroswer anda, dengan cara menekan Ctrl + D pada tombol keyboard anda.