PENDAHULUAN
Seekor hewan yang menderita luka akan merasakan adanya
ketidaksempurnaan yang pada akhirnya cenderung untuk mengalami gangguan fisik
dan emosional. Sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa luka akan mempengaruhi
kualitas hidup seseorang. Sebagai contoh, pasien dengan luka kanker dengan
eksudat yang banyak dan sangat berbau tentunya bukan hanya menjadi gangguan
kesehatan bagi klien akan tetapi juga akan mempengaruhi gangguan interaksi pasien.
Ada empat domain kualitas hidup yang bisa terkena dampak dari luka yaitu:
Fungsi fisik dan pekerjaan, fungsi psikologis, interaksi sosial, sensasi
somatik dan dampak finansial (Anonimous,
2005).
Luka adalah
rusaknya kesatuan/komponen jaringan, dimana secara spesifik terdapat substansi
jaringan yang rusak atau hilang. Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul
: hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ, respon stres simpatis,
perdarahan dan pembekuan darah, kontaminasi bakteri, kematian sel (Morris dan Malt, 1995).
Carville (1998) mendefinisikan luka sebagai hilang
atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Sedangkan Udjianti (2007) mendefinisikan luka sebagai keadaan
hilang/terputusnya kontinuitas jaringan. Dari definisi diatas dapat disimpulkan
bahwa luka adalah rusak/terputusnya kontinuitas jaringan.
TINJAUAN
KEPUSTAKAAN
Luka
Luka
adalah suatu diskontinuitas jaringan yang abnormal, baik di dalam maupun pada
permukaan tubuh. Luka dapat terjadi karena trauma yang berasal dari luar, atau berasal dari dalam karena
gesekan fragmen tulang yang patah, rusaknya kulit dari imfeksi atau tumor
ganas. Luka yang dibicarakan dalam Bab ini adalah luka memar (kontusi) dan luka
di permukaan tubuh trauma ( Ridhwan
Ibrahim, 2002
).
Menurut Suriadi (2007), Luka
adalah rusaknya kesatuan/komponen jaringan, dimana secara spesifik terdapat
substansi jaringan yang rusak atau hilang. Vulnus
dapat dibedakan berdasarkan penyebabnya antara lain: disebabkan oleh trauma
benda tajam (paku, sisa pohon, kawat pagar dan sebagainya) atau benda tumpul
(batu, batang pohon, tali pelana dan sebagainya). Vulnus saddle druck (luka dipunggung
akibat pemasangan pelana yang tidak sempurna), vulnus strackle (luka di bagian medial
kaki), vulnus punctio (luka akibat tusukan benda tajam), vulnus serrativa (luka
akibat goresan kawat), vulnus incisiva (luka akibat tusukan benda tajam),
vulnus traumatica (luka akibat hantaman benda tajam).
Gejala yang tampak di lapang berupa robeknya sebagian kulit,
pengerasan daerah sekitar kulit dan kadang berbau busuk dan eksudat di daerah
vulnus menjadi mukopurulen jika telah berlangsung lama. Eksudat di daerah
vulnus yang telah mukopurulen merupakan indikasi telah terjadi infeksi sekunder
dari bakteri lingkungan yang menghasilkan nanah, misalnya Streptococcus dan Stahpylococcus.
Gejala-gejala yang muncul jika tidak segera ditangani dapat memicu terjadinya
miasis (Darwis dan Widasari,
2008).
Vulnus (luka) adalah
kerusakan, robek, atau pemisahan jaringan pada kulit yang disebabkan karena
trauma mekanis, termis, atau kimiawi dengan atau tanpa disertai perdarahan
(Anonimus 2005). Vulnus (luka terbuka) sering terjadi pada kuda karena kuda
memiliki aktivitas motorik yang tinggi apalagi jika berada pada lingkungan
kandang yang tidak terawat dengan baik (Baxter, 1990).
Menurut Carville, (1998) kasus vulnus biasanya
disebabkan oleh trauma benda tajam (paku, sisa pohon, kawat pagar dan
sebagainya) atau benda tumpul (batu, batang pohon, tali pelana dan sebagainya).
Vulnus dapat dibedakan berdasarkan penyebabnya antara lain: saddle druck (luka
dipunggung akibat pemasangan pelana yang tidak sempurna), strackle (luka di
bagian medial kaki), vulnus punctio (luka akibat tusukan benda tajam), vulnus
serrativa (luka akibat goresan kawat), vulnus incisiva (luka akibat tusukan
benda tajam), vulnus traumatica (luka akibat hantaman benda tajam).
Luka bacok adalah Luka
akibat benda atau alat yang berat dengan mata tajam atau agak tumpul yang
terjadi dengan suatu ayunan disertai tenaga yang cukup besar. Ciri luka bacok :
luka biasanya besar, pinggir luka rata, sudut luka tajam, hampir selalu menimbulkan
kerusakan pada tulang, dapat memutuskan bagian tubuh yang terkena bacokan dan
kadang-kadang pada tepi luka terdapat memar, aberasi. Contoh : pedang, clurit,
kapak, baling-baling kapal
(Baxter, 1990).
Bagian-bagian luka, Kecuali
kontusi dan luka serut (luka lecet atau excoriasi) luka-luka lainnya mempunyai
bagian-bagian seperti berikut :
a.
Dinding
luka, yang meliputi daerah sentral (tengah), daerah yang iskhemik dengan
vitalitas jaringan yang menurut di sekeliling daerah sentral, dan daerah reaksi
yang terletak paling luar dengan tanda-tanda radang akut.
b.
Isi
luka, yang terdiri dari jaringan kotor, bekuan darah, cairan limfe, dan
lain-lain.
Jenis-Jenis Luka dan Kategori Luka :
1.
Kontusi
Kontusi
atau memar jaringan (disebut juga sebagai luka “tertutup”) dengan kulit bengkak
dan berwarna biru, terbagi atas tiga derajat. Derajat pertama di sebabkan oleh
robekan kapiler jaringan bawah kulit yang di sertai pembentukan ekhiminisis.
Kontusi derajat kedua di sebabkan oleh pecahnya pembulu darah yang lebih besar
dengan pembetukan matom. Kontusi derajat ketiga ditandai dengan kerusakan
jaringan, misalnya patah tulang, sampai dengan timbulnya shock dan gangren
2.
Luka
serut
Adalah
luka yang hanya mengenai lapisan paling luar dari kulit dan sangat dangkal.
3.
Luka
sayat
Adalah
luka yang diperoleh karena trauma benda tajam. Pinggir luka atau licin.
Jaringan yang hilang boleh dikatakan tidak ada.
4.
Luka
robek
Luka
yang penggirnya tidak teratur atau
compang-campaing sebagian dari jaringan umumnya hilang. Desebabkan oleh
trauma tumpul.
5.
Luka
tusuk
Luka
yang disebabkan tusukan benda berujung runcing seperti paku. Tapi luka mungkin
terdorong ke dalam luka kecil, tetapi dapat sangat dalam. Apabila luka tusuk
ini menembus suatu organ. Maka luka masuk selalu lebih besar dari luka
keluarnya. Kadang-kadang luka ini baru diketahui setelah timbul abses di
telapak kaki.
6.
Luka
tembak
Apabila
luka tembak ini menumbus suatu organ, maka luka keluarnya lebih lebar dan lebih
compang-camping. Apabila tembakan dilakukan dari jarak dekat, maka apabila luka
masuk dapat ditemui jelaga. Pada luka keluar tidak jarang di temui pula bagian
–bagian organ yang diterjang peluru.
Keluar
tidaknya peluru atau sampai dimana kerusakan yang di timbulnya tergantung dari
jenis senjata, peluru jarak dan arah tembakkan.
7.
Luka
granulasi
Adalah
luka yang diatasnya tumbuh jaringan granulasi. Luka granulasi dapat dimulai
oleh ulkus atau laku terinfeksi.
8.
Ulkus
Suatu
luka yang dalam, karena infeksi,tumor ganas, atau kelainan pembulu darah.
9.
Luka
gigitan
Dapat
ditemui pada bekas gigitan. Terdapat nyeri, panas, dan udem. Dapat menyebabkan shock anafilaktif dan membawa masuk
bakteri atau parasit kedalam tubuh. Luka
gigitan kalajengking atau lipan meyebabkakn gelisah dan muntah.
Gigitan
ular berbisa dapat menyebabkan gejala nuerotoksik, hemolitik, atau kombinasi.
Gejala nuerotoksik adalah kelumpuhan, termasuk kelumpuhan otak-otak penapasan
serata genjang. Genjala hemolitik adalah
timbulnya hemoton berat, perdarahan usus
dan ginjal. Ular berbisa ditandai dengan terdapatnya cekungan diantara mata
dengan hidung, pupil lonjong, mempunyai dua taring serta serbaris lempengan
dibawaah ekornya ( Ridhwan Ibrahim, 2002).
Mekanisme Terjadinya Luka
Luka insisi (Incised Vulnus), terjadi karena teriris oleh instrumen yang tajam. Misal yang terjadi
akibat pembedahan. Luka bersih (aseptik) biasanya
tertutup oleh sutura seterah seluruh pembuluh darah yang luka diikat (ligasi).
Luka memar (Contusion Vulnus), terjadi
akibat benturan oleh suatu tekanan dan dikarakteristikkan oleh cedera pada
jaringan lunak, perdarahan dan bengkak. Luka lecet (Abraded Vulnus), terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda lain yang biasanya dengan
benda yang tidak tajam. Luka tusuk (Punctured
Vulnus), terjadi akibat adanya benda, seperti peluru atau pisau yang masuk
kedalam kulit dengan diameter yang kecil. Luka gores (Lacerated Vulnus), terjadi akibat benda yang tajam seperti oleh kaca atau oleh kawat. Luka
tembus (Penetrating Vulnus), yaitu
luka yang menembus organ tubuh biasanya pada bagian awal luka masuk diameternya
kecil tetapi pada bagian ujung biasanya lukanya akan melebar (Puruhito dan Rubingah, 1995).
Menurut Tingkat Kontaminasi Terhadap Luka :
1.
Clean Vulnus (Luka
bersih)
Clean Vulnus (Luka bersih) yaitu luka
bedah takterinfeksi yang mana tidak terjadi
proses peradangan (inflamasi) dan infeksi pada sistem pernafasan, pencernaan,
genital dan urinari tidak terjadi. Luka bersih biasanya menghasilkan luka yang
tertutup; jika diperlukan dimasukkan drainase tertutup (misal; Jackson –
Pratt). Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar 1% – 5%.
2.
Clean-contamined Vulnus (Luka bersih terkontaminasi)
Clean-contamined Vulnus (Luka bersih terkontaminasi) merupakan
luka pembedahan dimana saluran respirasi, pencernaan, genital atau perkemihan
dalam kondisi terkontrol, kontaminasi tidak selalu terjadi, kemungkinan
timbulnya infeksi luka adalah 3% – 11%.
3.
Contamined Vulnus (Luka
terkontaminasi)
Contamined Vulnus (Luka terkontaminasi) termasuk luka terbuka, fresh, luka akibat kecelakaan
dan operasi dengan kerusakan besar dengan teknik aseptik atau kontaminasi dari
saluran cerna; pada kategori ini juga termasuk insisi akut, inflamasi
nonpurulen. Kemungkinan infeksi luka 10% – 17%.
4.
Dirty or Infected Vulnus (Luka kotor atau infeksi)
Dirty or Infected Vulnus (Luka kotor atau infeksi), yaitu terdapatnya mikroorganisme pada luka (Carville, 1998).
Berdasarkan Kedalaman dan
Luasnya Luka dibagi menjadi :
·
Stadium I
Luka Superfisial (Non-Blanching Erithema) : yaitu luka yang terjadi pada
lapisan epidermis kulit.
·
Stadium II
Luka Partial Thickness yaitu
hilangnya lapisan kulit pada lapisan epidermis dan bagian atas dari dermis.
Merupakan luka superficial dan adanya tanda klinis seperti abrasi, blister atau
lubang yang dangkal.
·
Stadium III
Luka Full Thickness yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi kerusakan
atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah tetapi tidak
melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya sampai pada lapisan epidermis,
dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul secara klinis sebagai suatu
lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya.
·
Stadium IV
Luka Full Thickness yang telah
mencapai lapisan otot, tendon dan tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang
luas (David, 2007).
Proses Penyembuhan Luka
Tubuh secara normal akan berespon
terhadap cedera dengan jalan proses peradangan, yang
dikarakteristikkan dengan lima tanda utama: bengkak (swelling), kemerahan
(redness), panas (heat), Nyeri (pain) dan kerusakan fungsi (impaired function).
Proses penyembuhannya mencakup beberapa fase :
1.
Fase Inflamasi
Fase inflamasi adalah adanya respon
vaskuler dan seluler yang terjadi akibat perlukaan yang terjadi pada jaringan
lunak. Tujuan yang hendak dicapai adalah menghentikan perdarahan dan
membersihkan area luka dari benda asing, sel-sel mati dan bakteri untuk
mempersiapkan dimulainya proses penyembuhan. Pada awal fase ini kerusakan
pembuluh darah akan menyebabkan keluarnya platelet yang berfungsi sebagai
hemostasis. Platelet akan menutupi vaskuler yang terbuka (clot) dan juga
mengeluarkan substansi vasokonstriksi yang
mengakibatkan pembuluh darah kapiler vasokonstriksi. Selanjutnya terjadi
penempelan endotel yang akan menutup pembuluh darah. Periode ini berlangsung
5-10 menit dan setelah itu akan terjadi vasodilatasi kapiler akibat stimulasi
saraf sensoris (Local sensory nerve
endding), local reflex action dan adanya substansi vasodilator (histamin,
bradikinin, serotonin dan sitokin). Histamin juga menyebabkan peningkatan
permeabilitas vena, sehingga cairan plasma darah keluar dari pembuluh darah dan
masuk ke daerah luka dan secara klinis terjadi oedema jaringan dan keadaan
lingkungan tersebut menjadi asidosis. Secara
klinis fase inflamasi ini ditandai dengan: eritema, hangat pada kulit, oedema
dan rasa sakit yang berlangsung sampai hari ke-3 atau hari ke-4.
2.
Fase Proliferatif
Proses kegiatan seluler yang penting
pada fase ini adalah memperbaiki dan menyembuhkan luka dan ditandai dengan
proliferasi sel. Peran fibroblas sangat besar pada proses perbaikan yaitu
bertanggung jawab pada persiapan menghasilkan produk struktur protein yang akan
digunakan selama proses rekonstruksi
jaringan.
Pada jaringan lunak yang normal
(tanpa perlukaan), pemaparan sel fibroblas sangat jarang dan biasanya
bersembunyi di matriks jaringan penunjang. Sesudah terjadi luka, fibroblas akan
aktif bergerak dari jaringan sekitar luka ke dalam daerah luka, kemudian akan
berkembang (proliferasi) serta mengeluarkan beberapa substansi (kolagen,
elastin, hyaluronic acid, fibronectin dan proteoglycans) yang berperan dalam
membangun (rekontruksi) jaringan baru. Fungsi kolagen yang lebih spesifik
adalah membentuk cikal bakal jaringan baru (connective tissue matrix) dan
dengan dikeluarkannya substrat oleh fibroblas, memberikan pertanda bahwa
makrofag, pembuluh darah baru dan juga fibroblas sebagai kesatuan unit dapat
memasuki kawasan luka. Sejumlah sel dan pembuluh darah baru yang tertanam
didalam jaringan baru tersebut disebut sebagai jaringan granulasi.
Fase proliferasi akan berakhir jika
epitel dermis dan lapisan kolagen telah terbentuk, terlihat proses kontraksi
dan akan dipercepat oleh berbagai growth faktor yang dibentuk oleh makrofag dan
platelet.
3. Fase Maturasi
Fase ini dimulai pada minggu ke-3
setelah perlukaan dan berakhir sampai kurang lebih 12 bulan. Tujuan dari fase maturasi
adalah menyempurnakan terbentuknya jaringan baru menjadi jaringan penyembuhan
yang kuat dan bermutu. Fibroblas sudah mulai meninggalkan jaringan granulasi,
warna kemerahan dari jaringa mulai berkurang karena pembuluh mulai regresi dan
serat fibrin dari kolagen bertambah banyak untuk memperkuat jaringan parut.
Kekuatan dari jaringan parut akan mencapai puncaknya pada minggu ke-10 setelah
perlukaan.
Untuk mencapai penyembuhan yang
optimal diperlukan keseimbangan antara kolagen yang diproduksi dengan yang
dipecahkan. Kolagen yang berlebihan akan terjadi penebalan jaringan parut atau
hypertrophic scar, sebaliknya produksi yang berkurang akan menurunkan kekuatan
jaringan parut dan luka akan selalu terbuka.
Luka dikatakan sembuh jika terjadi
kontinuitas lapisan kulit dan kekuatan jaringan parut mampu atau tidak
mengganggu untuk melakukan aktifitas normal. Meskipun proses penyembuhanluka
sama bagi setiap penderita, namun outcome atau hasil yang dicapai sangat
tergantung pada kondisi biologis masing-masing individu, lokasi serta luasnya
luka. Penderita muda dan sehat akan mencapai proses yang cepat dibandingkan
dengan kurang gizi, diserta penyakit sistemik (Diabetes
mielitus) (David, 2007).
Penyembuhan
Primer
Syarat
untuk penyembuhan primer adalah suatu luka yang baru, penggir-penggirnya dengan
mudah dapat dirapatkan untuk dijahit, atau hanya sedikit terkuak, untuk
kemudian sembuh tanpa efeksi dengan
jaringan parut minimal.
Penyembuhan
Sekunder Dan Tertier
Luka
yang dalam atau kotor yang tidak dijahit akan sembuh persekundum. Jaringan
granulasi akan terbentuk di dasar luka yang kemudian akan menembuh kepermukaan
luka. Jaringan granulasi ini terdiri dari kapiler sebagai faktor utama, dan sel
makrofag serta fibroblas. Setelah jaringan granulasi. Sejajar permukaan kulit,
barulah epiter bergerak dari tepi-tepi luka. Jaringan parut pada penyembuhan
tertier (Ridhwan Ibrahim, 2002).
Faktor Yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka :
1.
Usia
Semakin tua
seseorang maka akan menurunkan kemampuan penyembuhan jaringan.
2.
Infeksi
Infeksi
tidak hanya menghambat proses penyembuhan luka tetapi dapat juga menyebabkan
kerusakan pada jaringan sel penunjang, sehingga akan menambah ukuran dari luka
itu sendiri, baik panjang maupun kedalaman luka.
3.
Hipovolemia
Kurangnya
volume darah akan mengakibatkan vasokonstriksi dan menurunnya ketersediaan
oksigen dan nutrisi untuk penyembuhan luka.
4.
Hematoma
Hematoma
merupakan bekuan darah. Seringkali darah pada luka secara bertahap diabsorbsi
oleh tubuh masuk kedalam sirkulasi. Tetapi jika terdapat bekuan yang besar hal
tersebut memerlukan waktu untuk dapat diabsorbsi tubuh, sehingga menghambat
proses penyembuhan luka.
5.
Benda asing
Benda asing
seperti pasir atau mikroorganisme akan menyebabkan terbentuknya suatu abses
sebelum benda tersebut diangkat. Abses ini timbul dari serum, fibrin, jaringan
sel mati dan lekosit (sel darah merah), yang membentuk suatu cairan yang kental
yang disebut dengan nanah (Pus).
6.
Iskemia
Iskemia merupakan
suatu keadaan dimana terdapat penurunan suplai darah pada bagian tubuh akibat
dari obstruksi dari aliran darah. Hal ini dapat terjadi akibat dari balutan
pada luka terlalu ketat. Dapat juga terjadi akibat faktor internal yaitu adanya
obstruksi pada pembuluh darah itu sendiri.
7.
Diabetes
Hambatan
terhadap sekresi insulin akan mengakibatkan peningkatan gula darah, nutrisi
tidak dapat masuk ke dalam sel. Akibat hal tersebut juga akan terjadi penurunan
protein-kalori tubuh.
8.
Pengobatan
Steroid akan
menurunkan mekanisme peradangan normal tubuh terhadap cedera. Antikoagulan
dapat mengakibatkan perdarahan, Antibiotik
: efektif diberikan segera sebelum pembedahan untuk bakteri penyebab
kontaminasi yang spesifik. Jika diberikan setelah luka pembedahan tertutup,
tidak akan efektif akibat koagulasi intravaskular (Brown, 1995).
Klasifikasi Penyembuhan
1.
Penyembuhan Primer (sanatio per primam intentionem)
- Didapat bila luka bersih, tidak
terinfeksi, dan dijahit dengan baik.
Penyembuhan Primer tertunda atau Penyembuhan dengan
jaringan tertunda yaitu :
- Luka dibiarkan terbuka.
- Setelah beberapa hari ada granulasi
baik dan tidak ada infeksi.
- Luka dijahit.
- Penyembuhan.
2.
Penyembuhan sekunder (sanatio per secundam intentionem)
- Didapat
pada luka yang dibiarkan terbuka
1.
Luka diisi jaringan granulasi dimulai dari dasar terus
naik sampai penuh
2.
Ephitel menutup jaringan granulasi mulai dari tepi.
3.
Penyembuhan (Anonimuos,
2005).
Pengobatan
Luka
“tertutup” atau kontusi derajat pertama dan kedua umurnya sembuh sendiri. Kalau
perlu diberi pembalut setengah menekan, kompres dingin, dan salap analgitika.
Kontusi derajat ketika ditindak menurut jenis kelainannya. Beri sapa
antibiotika di atas luka serut yang bersih. Pengobatan terhadap luka terbuka
lain dapat dibagi atas pengobatan umum dan pengobatan khusus. Yang dimaksud
dengan pengobatan umum adalah pengobatan untuk mencegah komplikasi sistemik.
Atas perdarahan, shock dan anemi. Beri antibiotika dan antitoksin. Pengobatan
khusus tergantung dari keadaan lukanya. Pertama lakukan debridement : tepi dan dasar luka dienksisi kemudia dicuci dengan
air garam fisiologis; semua jaringan nekrosis, bekuan darah, dan benda asing
dibuang dan lakukan hemostasis.
Penjahitan
Luka
Untuk
luka yang dalam maka hindarkan bagian yang dalam tersebut tidak terjahit,
sehingga menimbulkan rongga atau dead
space yang bukan saja akan memperlambat penyembuhan, tetapi juga akan menimbulkan
hematom yang memudahkan perkembangbiakan bakteri.
Lakukan
di kulit sebaiknya dijahit agak melipat keluar atau everted. Penjahit yang menyebabkan kulit inverted tidak akan membut luka merapat. Jahitan yang dapat
merapatkan seluruh pinggir luka baru disebut jahitan merapatkan selurah pinggir
luka pada luka disebab jahitan primer, sedangkan apabila jahitan itu hanya
untuk sekedar mempersempit permukaan luka disebut jahitan situasi. Jahitan
sekunder sama dengan jahitan primer, hanya saja dilakukan setelah waktu yang
relatif lama, misalnya setelah luka tidak bernanah lagi.
Tergantung
dari organ yang akan dijahit, tampa dan
ketebalannya dikenal beberapa tegnik penjahitan luka.
1.
Simple interrupted
Jahitan ini dapat dilakukan
dikulit atua jaringan penyembung bawah kulit atau pada organ yang tidak rapuh
dan tidak terlalu tipis (Gambar VI-7). Untuk jahitan kulit di gunakan benar
yang tidak diserap, idem untuk jahitan digunakan benar yang tidak diserap, ide
untuk fascia yang tabel dan atau relatif tengah.
2.
Horizontal mattress
Jahitan yang juga
berbentuk selang-seling ini dilakukan pada kulit yang sangat tipis, untuk
mencegah kulit kedalam (inverted) setelah
disimpulkan sehingga tidak dapat menyentuh.
Jahitan ini juga dilakukan
pada organ yang rapuh, seperti hati yang pecah.
Pada kulit digunakan
benang yang tidak diserap, sedanngkan pada organ yang rapuh, seperti hati yang
pecah.
Pada kulit digunakan
benang yang tidak diserap, sedangkan pada organ dalam digunakan benang yang
dapat diserap.
3.
Vertical Mattress
Jahitan ini hanya
digunakan pada kuli yang tipis untuk mencegah kulit inversi atau melipat
kedalam setelah benang disimpulkan dengan cara jahitan selang-seling sederhana
diatas. Pada interrupted mattress,
kedudukan benang yang disimpulkan adalah sejajar dengan pinggil luka.
4.
Continous
Setelah jahitan
pertama disimpulkan, maka jahitan berikutnya diteruskan tampa memotong benang.
Jahitan ini tidak pernah dilakukan pada kulit dan seluruh menggunakan benang
yang diserap.
5.
Continous blanket (locking stitch)
Teknik ini sama
seperti jahitan continous, namun sebelum jarum menusuk organ kembali, jarum
dimasukkan ke dalam lingkaran benang sebelumnya sehingga jika benang ditarik
dan kemudian tarikan menjadi kendor, ikatan tidak menjadi longgar kembali.
Teknik ini juga tidak pernah dilakukan pada
kulit. Jahitan ini sering digunakan untuk menjahit peritoneum, dan selalu
mengunakan benang yang diserap.
6.
Subkutikuler
Teknik
penjahitan subkutikuler sama seperti continous,
hanya saja jika pada continous bidang
yang dijahit terletak “horizontal”, maka pada teknik subkutikuler bidang
tersebut terletak “transversal” atau “vertikal” seperti jahitan untuk subkutis
dan kulit. Untuk subkutis maka digunakan benang apa saja yang halus. Maksud jahitan
subkutikuler pada kulit semata- mata untuk cosmetik : bekas-bekas tusukan jarum
hanya tampak pada permulaan dan akhir luka .
7.
Tension suture
Jahitan ini dilakukan apabila jaringan yang
dijahit terlalu tegang, sehingga memerlukan jahitan pembantu yang dilakukan
agak jauh dari pinggir luka. Agar benang jahitan pembantu yang sangat tengang
ini tidak merombek kulit, maka benang dimasukkan kedalam suatu selang kecil
berlapis karet.
8.
Jahitan usus
Jahitan usus menggunakan
benang yang tidak diserap untuk lapis luarnya, sedangkan lapis dalam mengunakan
benang kromik. Jahitan bagian luar dapat membentuk simple interrupted atau contineos
pattern.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Adams et al, 1990. Treatment
& Medications for Horsemens. 1st ed. Equine Research Publication.
Texas, USA
Anonimus, 2005. Cut and Puncture Wounds. Dalam:
www.nlm.noh..gov/ medlineplus/ency/artikel/000043.html.
Baxter C, 1990. The normal
healing process. In: New Directions in Wound Healing. Wound care manual;
February 1990. Princeton, NJ: E.R. Squlbb & Sons, Inc.
David S
Perdanakusuma, 2007. Anatomi fisiologi dan Penyembuhan Luka, Short Course
wound care update., JW Marriot Surabaya.
Idral Darwis
dan Widasari Sri Gitarja, 2008. Indonesia Enterostomal Therapy Education
Programme, Bogor, Indonesia.
John
Stuart Brown, 1995. Buku
Ajar dan Atlas Bedah Minor (Minor
surgery: A Text and Atlas), EGC Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta.
Keryln Carville,
1998. Wound care manual 3rd edition. Silver chain foundation. Western
Australia.
Morris PJ and Malt RA, 1995. eds: Oxford
Textbook of Surgery. Sec. 1 Wound healing. New York-Oxford-Tokyo Oxford
University Press: 1995.
Philip
Thorek. 1985. Atlas Teknik Bedah
(Atlas of Surgical techniques), EGC Penerbit Buku Kedokteran,
Puruhito
dan Rubingah, 1995. Dasar-dasar Tata Kerja dan Pengelolaan Kamar Operasi,
Airlangga University Press, Surabaya.
Suriadi, 2007. Manajemen Luka. STIKEP
Muhammadiyah. Pontianak.
Ridhwan Ibrahim, 2002.
Pengantar Ilmu Bedah Umum Veteriner. Penerbit Syiah Kuala University Press,
Darussalam Banda Aceh.
Wajan Juni
Udjianti, 2007. Pengkajian Pasien dan Luka. Short course wound care
update. JW Marriot Surabaya.
Terima kasih telah membaca artikel tentang Luka di blog Medik Veteriner jika anda ingin menyebar luaskan artikel ini di mohon untuk mencantumkan link sebagai Sumbernya, dan bila artikel ini bermanfaat silakan bookmark halaman ini diwebbroswer anda, dengan cara menekan Ctrl + D pada tombol keyboard anda.