Cabe
merah (Capsicum annnum L.) merupakan
salah satu komoditas hortikultura yang memiliki nilai ekonomis. Tujuan dari penilitian a d a l a h untuk mengetahui
pengaruh ekstrak akar tuba (Derris
elliptica) berbagai tingkat konsentrasi untuk mengendalikan hama Trips pavispinnus pada tanaman cabe merah. Perlakuan
yang dicobakan adalah tiga konsentrasi ekstra akar tuba yakni 10, 20, dan
30 g akar tuba/L air dan satu perlakuan tanpa akar tuba sebagai kontrol.
Perlakuan dirancang menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan ulangan tiga kali. Renspos yang diamati
adalah persentasi mortalitas hama Trips pavispinnus. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa ekstrak akar tuba dapat mengendalikan hama Trips pavispinnus. Konsentrasi 10 g/ L air dapat
mematikan hama Trips pavispinnus.sampai
74,42% pada hari keduasetelah aplikasi. Untuk
dapat mencegah kehilangan hasil tanaman cabe merah akibat seranga
hama Trips pavispinnus, petani dapat memanfaatkan ekstrak dari akar tuba, dan
merupakan cara pengendalian hama yang ramah lingkungan.
Kata Kunci: akar tuba, cabe, Derris elliptica, Trips
pavispinnus.
PENDAHULUAN
Cabe merah (Capsicum annnum L.) merupakan salah satu komoditas
hortikultura yang memiliki nilai ekonomi penting di Indonesia. Secara umum cabe
memiliki banyak kandungan gizi dan vitamin antara lain kalori, protein, lemak,
kabohidarat, kalsium, Vitamin A, B1 dan Vitamin C . Selain digunakan untuk
keperluan rumah tangga, cabe digunakan untuk keperluan industri seperti
industri bumbu masakan, industri makanan dan industri obat-obatan atau jamu.
Pengusahaan tanaman cabe mampu menghasilkan keuntungan
besar, namun mempunyai resiko kegagalan. Beberapa kendala dalam usaha budidaya
tanaman cabe, salah satunya adalah serangan hama. Salah satu jenis hama yang
sering menyerang
tanaman cabe adalah hama trips.
Pengendalian terhadap hama trips selama ini dilakukan dengan menggunakan
insektisida kimia sintetik. Namun, penggunaan insektisida sintetik dapat
menimbulkan beberapa dampak negatif seperti timbulnya resurgensi hama,
resistensi hama, ledakan hama kedua, pencemaran terhadap lingkungan dan
gangguan terhadap kesehatan manusia terutama petani. Pemanfaatan bahan alami
yang bersifat racun dan ramah lingkungan merupakan salah satu solusi yang diharapkan dapat dijadikan sebagai
bahan alternatif untuk perlindungan terhadap serangan hama trips pada tanaman
cabe, salah satu tumbuhan yang dapat
dimanfaatkan adalah tumbuhan tuba (Derris
elliptica (Roxb.) Benth.
Tumbuhan tuba yang
telah lama dikenal masyarakat merupakan salah satu jenis hasil hutan non
kayu. Tumbuhan tuba telah digunakan sebagai racun untuk berburu ikan oleh
masyarakat tradisional. Bagian dari tumbuhan tuba yang digunakan sebagai racun
yaitu bagian akar. Akar tuba di ekstrak secara konvensional dengan cara
ditumbuk dan dilarutkan dengan air. Pengetahuan masyarakat tradisional terhadap
tumbuhan tuba dikembangkan oleh ahli-ahli kimia. Ahli-ahli kimia melakukan
rangkaian penelitian untuk melihat senyawa- senyawa yang terkandung di
dalam ekstrak akar
tuba yang mengandung racun sehingga diketahui bahwa komposisi senyawa-
senyawa kimia yang terkandung pada ekstrak akar tuba, yaitu:
dehydrorotenone, dequelin, elliptone, dan rotenone. Senyawa rotenone adalah
senyawa flavanoida yang bersifat racun .
Umumnya senyawa rotenone terdapat pada beberapa jenis
tumbuhan dari ordo Leguminosae terutama
dari jenis-jenis Derris elliptica (Roxb.) Benth dan D. malaccensis yang banyak di Indonesia dan Malaysia.
Senyawa rotenone yang terdapat pada ekstrak akar tuba sangat berbahaya terhadap makhluk hidup di perairan karena
kandungan racunnya tinggi. Penggunaan akar tuba sebagai racun ikan secara terus-menerus
maka akan menyebabkan kerusakan ekosistem perairan. Kandungan racun yang tinggi dari senyawa rotenone
mendorong masyarakat tradisional menggunakannya sebagai insektisida alami pada
pertanian mereka, dimana kandungan senyawa rotenone yang tertinggi terdapat
pada bagian akar tumbuhan tuba, yaitu 0,3-12%
. Peneltian bertujuan untuk mengetahui
pengaruh ekstrak akar tuba (Derris
elliptica) berbagai tingkat konsentrasi untuk mengendalikan hama Trips pavispinnus pada tanaman cabe merah.
BAHAN DAN METODE
Penilitian ini dilaksanakan di desa Kailolo Kecamatan
Pulau Haruku, berlangsung pada bulan Januari sampai
dengan Maret 2018. Menggunakan akar dari tanaman tuba, benih cabe
merah, kotoran sapi sebagai pupuk dasar, dan sabun krim sebagai katalisator.
Perlakuan yang dicobakan adalah ekstrak tanaman akar tuba dengan
konsentrasi :
·
0 (tanpa ekstrak akar tuba)
sebagai control (t0)
·
10 g akar tuba/L air (t1)
·
20 g akar tuba/L air (t2)
·
30 g akar tuba/L air (t3)
Penelitain dirancangan
menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan
t iga
ulangan. Setiap satuan
perc oba an terdiri atas lima
tanaman sampel sehingga terdapat 60 tanaman sampel.
Pelaksanaan penelitian
Akar dari tanaman tuba yang masih segar dibersihkan dengan air, di potong-
potong kurang lebih 2 cm, kemudian di
kering anginkan selama empat hari. Potongan akar tuba di tumbuk dan diblender untuk mendapatkan
tepung. Tepung di timbang sesuai perlakuan dan dilarutkan di dalan air
100 ml, setelah larut membentuk
suspensi ditambahkan dengan air sampai mencapai l liter. Larutan ini
kemudian ditambah dengan 1 g
sabun krim/liter larutan ekstrak. Campuran
tersebut didiamkan di dalam
toples selama dua jam, kemudian di aduk hingga tercampur rata, di saring
dengan kain. Larutan hasil saringan yang akan digunakan sebagai ekstrak dalam
penelitian.
Sebagai media tanam digunakan campuran tanah yang
telah diayak dengan pupuk kandang sapi dengan perbandingan
1 : 2. Media ini di masukkan ke dalam polibag ukuran 18 x 25 cm sebanyak
500 gram. Masing pasing polibag ditanami dengan
satu benih cabe. Jarak antar polibag adalah 20 x 30 cm.
Tanaman cabe berumur dua inggu setelah tanah,
dinfestasi dengan hama Trips. Setelah tanaman berumur 30 haridilakukan
menyemprotan dengan ekstrak akar tuba (sesuai
perlakuan) dengan menggunakan hand sprayer. Volume semprot masing- masin perlakuan sebanyak 10 ml per tanaman.
Pengamatan di lakukan dengan menghitung
persentase kematian hama Trips
pavispinnus selama tujuh hari setelah
aplikasi. Perhitungan
menggunakan formula : P =(a/b) x 100
%, dimana P = Persentase mortalitas, a = jumlah Trips pavispinnus yang mati
setelah aplikasi, dan b
= jumlah Trips pavispinnus sebelum aplikasi (Natawigena, 1993). Hasil pengamatan dilakukan analsis ragam (Anova) dan uji lanjut menggunakan uji beda nyata jujur (BNJ) pada taraf 95 % [4].
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil analisa ragam dari setiap kali pengamatan
terlihat bahwa penggunaan ekstrak akar
tuba dengan berbagai tingkat konsentrasi berpengaruh
signifikan terhadap mortalitas hama Trips
pavispinnus (Tabel 1). S i g n i f i k a n s i p ersentase kematian hama Trips pavispinnus setelah aplikasi ekstrak akar tuba dengan
berbagai konsentrasi dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 1. Hasil
Analisa Sidik Ragam M
o r t a l i t a s Hama Trips
pavispinnus Setelah Aplikasi Ekstrak Akar
Tuba.
Tabel 2. Persentase kematian hama Trips
pavispinnus setelah aplikasi ekstrak akar tuba dengan berbagai konsentrasi.
D a t a p a d a T a b e l 2
m e m p e r l i h a t k a n bahwa kematian hama Trips pavispinnus satu hari setelah aplikasi ekstrak akar tuba
sudah dapat mencapai 47,58 %, dan setelah empat hari aplikasi telah mencapat
98,15%, terlihat pada perlakuan t3 (30 g/l air, namun tidak secera signifikan
berbeda dengan perlakuan t2 (20 g/l
air). Pada pengamatan empat hari setelah aplikasi, perlakuan tanpa aplikasi
ekstrak (kontrol) belum terlihat adanya Trips pavispinnus yang mati dan baru
terlihat setelah pengamatan pada hari kelima, dan perlakuan 20 dan 30 g/l air
menunjukkan kematian Trips pavispinnus sebesar
100 %. Pengamatan pada hari kedua sudah dapat menyimpulkan bahwa aplikasi
ekstrak akar tuba dengan konsentrasi 10 g akar tuga/1 L air sudah mampu membunuh Trips pavispinnus sampai 74,42% dan tidak berbeda secara signifikan dengan perlakuan 20
dan 30 g/l air yang masing-masing adalah 87,24% dan 88,37%.
Kematian hama Trips
pavispinnus akibat pemberian ekstrak akar tuba dengan
konsentrasi 10 sampai 30
g/l air mencapai lebih dari 50%, terlihat
dua hari setelah aplikasi.
Hal ini dapat dikatakan bahwa bahwa meskipun pemberian ekstrak
dengan konsentrasi rendah sudah mampu membunuh hama Trips pavispinnus. Hal ini dapat
terjadi karena senyawa yang terdapat
di dalam akar dari tanaman tuba sangat mengandung racun yang dapat
mematikan hama Trips pavispinnus. Salah
satu senyawa yang terkandung di dalam akar dari tanaman tuba adalah rotenone,
dan senya ini bersifat racun pada serangga . Senyawa ini selain
secara langsung membunuh serangga, juga dapat mengganggu pertumbuhan dan
reproduksi dari serangga . Tingkat keracunan yang tinggi dari
senyawa rotenone mendorong masyarakat tradisional meng- gunakannya sebagai
insektisida alami pada tanaman pertanian yang dibudidayakan .
KESIMPULAN
Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa aplikasi ekstrak da r
i akar tanaman tuba berpengaruh secara signifikan
terhadap kematian hama Trips
pavispinnus. Pemberian dengan
konsentrasi 1 0 g/l air sudah
dapat membunuh hama Trips pavispinnus pada
satu hari setelah aplikasi. Peningkatan konsentrasi sampai 30 g/l air tidak
memberikan pengaruh yang signifikan dengan perlakuan 10 g/l air.
DAFTAR
PUSTAKA
[1]
Rukmana,
R.H. 2004, Usaha Tani Cabai Rawit.
Kanisius. Jakarta
[2]
Sugianto.
1994. Tanaman-Tanaman Beracun. Penerbit Widjaya. Jakarta.
[3] Hanafi A. 1989. Beberapa Informasi Dan Pengamatan Penggunaan Akar Tuba Sebagai Pestisida Di Tambak. Pewarta LPPD Balitbang Pertanian No. 1, Tahun ke-2.
[4] Gaspersz, V. 1991. Metode Perancangan Percobaan. CV. Armico, Bandung.
[5] Natawigena H.H. 1994. Dasar – dasar perlindungan tanaman. Penerbit Trigenda Karya Bandung.
[6] Kardinan, A. 1999. Pestisida Nabati, Ramuan dan Aplikasi. Penebar Swadaya. Jakarta