Gejala penyakit
Masa inkubasi penyakit (waktu masuknya virus sampai timbul gejala) berkisar antara 2-8 hari. Gejala penyakit PMK pada setiap jenis hewan bervariasi. Namun secara umum, penyakit ini menunjukkan gejala: demam tinggi (mencapai 39°C) selama beberapa hari, tidak mau makan dan terjadi luka/lepuh pada daerah mulut (termasuk lidah, gusi, pipi bagian dalam dan bibir) dan keempat kakinya (pada tumit, celah kuku dan sepanjang coronary bands kuku atau batas kuku dengan kulit). Luka/lepuh juga bisa terjadi pada liang hidung, moncong, dan puting susu.
Sapi yang terserang PMK, pada umumnya menunjukkan gejala mengeluarkan air liur berlebihan (hiper salivasi) disertai busa (Soeharsono et al. 2010; OIE 2019), dan Adjid, 1983 melaporkan pada sapi bali yang terinfeksi penyakit PMK memperlihatkan hipersalivasi dan berbusa, hewan lebih senang berbaring, luka/lepuh berdarah pada mulut, pada seluruh teracak kaki dan suhu tubuh mencapai 40°C. Pada sapi perah disamping gejala tersebut di atas, terjadi penurunan produksi susu. Pada babi, gejala lebih dominan berupa luka/lepuh pada kaki/teracak kaki dan biasanya babi mengalami kelemahan, sedangkan pada domba, kambing dan rusa, luka berupa lepuh-lepuh kecil dan sulit dilihat sehingga diperlukan pengamatan yang teliti.
Cara Penularan
Penyakit mulut dan kuku (PMK) menular dengan cepat. Virus masuk ke dalam tubuh hewan melalui mulut atau hidung dan virus memperbanyak diri pada sel-sel epitel di daerah nasofaring (Arzt et al. 2011), virus PMK kemudian masuk ke dalam darah dan memperbanyak diri pada kelenjar limfoglandula dan sel-sel epitel di daerah mulut dan kaki (teracak kaki) mengakibatkan luka/lepuh. Penularan PMK dari hewan sakit ke hewan lain terutama hewan yang peka dapat terjadi dengan dua cara yaitu secara langsung dan secara tidak langsung. Penularan secara langsung terjadi karena adanya kontak langsung dengan hewan sakit, kontak dengan air liur dan leleran hidung, dan bahan-bahan yang terkontaminasi virus PMK, serta hewan karier. Sedangkan penularan secara tidak langsung terjadi karena kontak dengan bahan/alat yang terkontaminasi virus PMK, seperti petugas, kendaraan, pakan ternak, produk ternak berupa susu, daging, jerohan, tulang, darah, semen, embrio, dan feses dari hewan sakit. Penyebaran PMK dari suatu daerah ke daerah lain pada umumnya terjadi melalui perpindahan atau transportasi ternak yang terinfeksi, produk asal ternak tertular dan hewan karier atau hewan pembawa virus infektif dalam tubuh (Salt 1993).
Indonesia pernah menjadi negara tertular PMK (Ronohardjo et al. 1984), dan penyakit ini pertama kali dilaporkan pada pada tahun 1887 di Malang, yang kemudian menyebar ke berbagai wilayah Indonesia, seperti pulau Jawa, Bali, Nusa Tenggara Timur, Sumatra, Sulawesi dan Kalimantan.
Namun pada tahun 1990, Indonesia berhasil dibebaskan kembali dari PMK yang status bebasnya dinyatakan dinyatakan dalam Resolusi OIE no XI tahun 1990 (Ditkeswan 2014). Pada tahun 2013 pemerintah Indonesia menetapkan bahwa PMK merupakan penyakit hewan menular strategis (PHMS) yang harus diwaspadai dan dicegah (Menteri Pertanian 2013). Sampai saat ini Indonesia masih dinyatakan bebas dari PMK dan tanpa program vaksinasi yang diputuskan dengan Resolusi OIE no XV tahun 2019 (OIE 2019c).
Nampaknya tahun 2022 Indonesia tidak lagi bebas PMK dengan munculnya kembali PMK di Jawa Timur yang dikonfirmasi oleh PUSVETMA pada tanggal 5 Mei 2022.
Bali sebagai daerah pelestarian sapi bali yang merupakan plasma nutfah Indonesia, perlu memberikan perhatian dan meningkatkan kewaspadaan terhadap kemungkinan akan masuknya penyakit Mulut dan Kuku ke Bali dengan meningkatkan biosekuriti, untuk mencegah masuknya penyakit ini yang akan membahayakan sapi bali di Bali dan menimbulkan kerugian ekonomi yang tinggi. Biosekuriti merupakan serangkaian tindakan yang meliputi:
1.). Perlindungan pada zona bebas dengan membatasi gerakan hewan, pengawasan lalu lintas dan pelaksanaan surveilans,
2). Melarang pemasukan ternak dari daerah lain, terutama daerah tertular, 3). Melakukan tindakan karantina dengan ketat, 4). Menjaga kondisi ternak dengan manajemen pemeliharaan yang baik, 5). Meningkatkan sanitasi dan mendesinfeksi kandang dan sekitarnya secara berkala.
Tindakan biosekuriti tersebut harus diterapkan secara bersama-sama dan kompak oleh seluruh masyarakat baik dari unsur Pemerintah maupun petani, peternak dan pengusaha khususnya pengusaha yang terkait dengan bidang pertanian, peternakan.