google-site-verification=I3gsFmhNnwraRTClYNy7Zy_HRGb_d1DkfDUi6e1xs34 Fraktur Femur ~ Medik Veteriner Mas Sehat | Blog Tentang Kesehatan | Mas Sehat ~ Blog Tentang Kesehatan | www.mas-sehat.com

Fraktur Femur



Fraktur femur atau patah tulang adalah terputusnya hubungan normal suatu tulang / tulang rawan yang disebabkan oleh kekerasan batang femur dapat mengalami fraktur trauma tidak langsung, putiran (twisting) atau pukulan pada bagian depan lutut yang berada dalam posisi fleksi pada kecelakaan jalan raya / jatuh dari ketinggian yang mengakibatkan penderita jatuh dalam shock. Trauma tidak langsung atau karena adanya kelainan dalam tulang tersebut. Dapat berupa kanker tulang (primer / sekunder) radang tulang yang berat atau karena kelainan metabolisme yang menyebabkan zat kapur dalam tulang menjadi sangat berkurang. Sebagian besar patah tulang disebabkan oleh trauma, sisanya diakibatkan oleh penyebab-penyebab yang tidak langsung.seperti tumor ganas tulang ,dan radang tulang yang berat.(Reksoprodjo, 2002)
Femur merupakan tulang terbesar dalam tubuh yang berbentuk silinder kecuali bagian ujung. Sebelah atas tulang femur dibatasi oleh artikulasi coxae yang merupakan hubungan antara kaput femoris dengan acetabulum. Sebelah distal tulang femur dibatasi oleh articulasio genu terdiri dari articulasio femuro patellaris dan articulasio tibialis  dan batang femur pada hewan dewasa sangat kuat. Dengan demikian trauma langsung yang keras, seperti yang dialami pada kecelakaan automobile, diperlukan untuk menimbulkan fraktur batang femur. Perdarahan interna yang masif dapat menimbulkan renjatan berat.(Simbardjo, 2008).
Klasifikasi fraktur batang femur dibagi berdasarkan adanya luka yang berhubungan dengan daerah yang patah. Pada umumnya bentuk penanggulangan fraktur terbuka dilakukan tindakan debridement, sebaiknya penanggulangan untuk tulangnya sendiri, dilakukan tindakan yang sama seperti pada penanggulangan fraktur tertutup.
Prinsip yang harus dipegang pada reparasi patah tulang antara lain:
  • Suplai darah pada tulang dan fragmen tulang harus selalu diperhatikan dan dilindungi dari trauma pembedahan.
  • Restorasi yang akurat dari bentuk tulang, khususnya pada daerah persendian.
  • Reposisi secara mekanik harus stabil fiksasinya
  • Tekhnik diusahakan menimbulkan trauma yang minimal
  • Rehabilitasi mutlak harus ada dan essensial, rehabilitasi dimulai sedini mungkin setelah diberikan terapi definitive. Tujuan rehabilitasi ini adalah untuk menyelamatkan fungsi selama patah tulang dalam penyembuhan dan mengembalikan fungsi senormal dan secepat mungkin sesudah penyembuhan. (Anonimus, 2004)


Indikasi Fraktur Femur
Indikasi fraktur femur pada prinsipnya adalah operasi yang dilakukan pada hewan-hewan kesayangan, seperti kucing dan anjing. Biasanya pada keadaan trumatik termasuk kecelakaan, jatuh dari ketinggian, tembakan, berkelahi dengan binatang lain serta karena suatu penyakit seperti tumor ganas tu;lang dan radang tulang yang berat. Karena fraktur sering terjadi disebabkan oleh trauma, maka sebaiknya hewan harus diperiksa untuk menentukan keparahan luka juga luka sekunder lainnya.(Fossum, 2002).

Pemeriksaan Klinis
            Daerah paha yang patah tulangnya sangat membengkak, ditemukan tanda functilaesa (tungkai bawah tidak dapat diangkat) nyeri tekan, nyeri gerak, tampak adanya deformitas angulasi kelateral / angulasi anterior rotasi (exo / endo). Tungkai bawah ditemukan adanya perpendekan tungkai pada fraktur 1/3 tengah femur. Pada pemeriksaan harus diperhatikan pula kemungkinan adanya dislokasi sendi panggul dan robeknya ligament dari daerah lutut. Kecuali itu juga diperiksa keadaan saraf sciatica dan arteri dorsalis padis (Reksoprodjo, 2002).

Pemeriksaan Penunjang
   Foto RONTGEN
·         Untuk mengetahui lokasi fraktur dan garis fraktur secara langsung untuk mengetahui tempat dan type-fraktur
·         Hitung darah lengkap HT mungkin meningkat (Hemokonsentrasi)/menurunnya (perdarahan bermakna pada sisi fraktur / organ jauh pada trauma).

Persiapan Pra Operasi
·         Persiapan Operasi
Sebelum operasi pasien telah diperiksa keadaan secara umum, dipuasakan selama 8-12 jam. Hewan dimandikan dan dilakukan pencukuran bulu didaerah yang akan dioperasi. Berat badan ditimbang untuk menentukan dosis yang akan digunakan
·         Persiapan Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam pembedahan adalah: meja operasi, spuit 3 cc, scalpel, pinset anatomis dan serurgis, arteri klem, needle holder, allis forceps, gunting, retractor, alat bor, pin, duc klem, drapping, tampon dan sarung tangan, sedangkan bahan yang digunakan adalah benang nilon, catgut, alcohol 70 %, iodium tincture 3 %, atropine, ketamin, xylazin, penicillin oil dan kristal serta vitamin B-komplek.

Persiapan Operator dan Co-operator 
            Sebelum melakukan operasi, operator dan co-operator mencuci tangan dari ujung jari sampai kesiku dengan sabun dan dibilas dengan air bersih. Tangan dibersihkan dengan handuk bersih kemudian desinfeksi dengan alcohol 70 % lalu operator dan co-operator mengenakan sarung tangan dan pakaian untuk bedah. Keadaan asepsi tersebut dipertahankan hingga operasi selesai.

Premedikasi dan Anastesi
            Premedikasi yang diberikan adalah atropine sulfat dengan dosis 1,12 cc secara Sub Cutan, 10 menit kemudian dianastesi dengan Ketamin 0,7 mg / 7 Kg BB yang dikombinasikan dengan Xylazin 0,7 mg / 7 Kg BB yang dapat mengimbangi efek anastesi dari Ketamin (Brander. dkk, 1991). Setelah pemberian anastesi, frekwensi dan denyut jantung dimonitoring setiap 5 menit sekali sampai pembedahan selesai (Tilley dan Smith, 2000).

Teknik Operasi
            Pasien yang telah teranastesi diletakkan pada posisi lateral recumbency pada meja operasi, daerah yang akan diincisi terlebih dahulu didensifeksi dengan alcohol 70 % dan iodium tincture 3 %. Incisi pertama dilakukan pada permukaan kulit sepanjang kranio lateral tulang yang segaris dari trochanter mayor ke patella, demikian juga  jaringan subkutannya. Kulit dan jaringan subkutan diretraksikan, facia latae diiris pada sepanjang tepi cranial musculus biceps femoralis.
            Setelah facia diiris akan tampak septum musculus, musculus biceps femoris ditarik ke caudal dan musculus vastus lateralis ditarik ke depan sehingga tampak bagian permukaan tulang femur. Demikian juga retraksi dilakukan untuk musculus adductor magnus ditarik kebelakang dan vastus intermedius dipreparir dan ditarik kedepan. Usahakan batang tulang terlepas dari muskulus disekitarnya. Hati-hati dalam memisahkannya karena disana terdapat n. sciaticus dan a. glutea caudalis pembuluh-pembuluh darah yang menuju ke bagian tulang femur diligasi. Setelah daerah fraktur femur ditemukan, fraktur femur kemudian direposisi ke bagian semula secara manual. Sesudah direposisi kemudian difiksasi atau distabilkan dengan pemasangan pin menggunakan alat bor ke bagian sum-sum tulang untuk menyambung kedua bagian yang patah. Setelah selesai pemasangan pin, kemudian musculus bicep femoris, musculus vastus lateralis, musculus adductor magnus dan musculus vastus intermedius dikembalikan ke posisi semula.
            Lakukan penjahitan apabila bagian musculus ikut terpotong ketika diincisi, dengan menggunakan benang catgut dengan pola jahitan simple interrupted. Penjahitan fascia latae dengan catgut menggunakan pola simple continous, sedangkan kulit dijahit dengan benang nilon menggunakan pola simple interrupted (Hickman dan Walker, 1980). Setelah operasi selesai daerah incisi diberi iodium tincture 3 % dan dalam keadaan luka disemprotkan penisilin oil.     


Perawatan Pasca Operasi
R/
Ampisilin                    mg       175                         
Dexametason              mg       0,77             
Acetamenophen         mg       105         
B-Complek                 tab       ½
m.f.pulv.d.t.d da in caps No. XV
S. t. dd caps I
                                            Paraf

R/
Bioplacenton tube I
S.u.e
  Paraf











PEMBAHASAN

            Setelah            dilakukan operasi fraktur femur pada seekor anjing lokal (canis domesticus) berumur ± 4 bulan, jenis kelamin jantan dengan berat badan 7 kg, bulu berwarna coklat. Kondisi tubuh tidak gemuk dan tidak kurus, jinak, frekuensi nafas 28 x / menit, frekuensi pulsus 120 x / menit, suhu 38º C, Turgor normal, bulu tidak rontok, cermin hidung basah, dingin, selaput lendir normal.
            Anastesi pada operasi ini adalah memakai anastesi umum, mengapa tidak dilakukan anastesi lokal ditakutkan akan mengganggu kenyamanan jalannya operasi karena butuh waktu lama untuk merestrain anjing. Sehingga pada operasi fraktur femur ini dilakukan anastesi umum  yang sebelumnya menggunakan premedikasi atropine 1,12 mg / 7 Kg BB, setelah 10 menit dilanjutkan dengan pemberian Ketamin 0,7 mg / 7 Kg BB dan Xylazin 0,7 mg / 7Kg BB. Tujuan dari premedikasi ini adalah untuk mempermudah induksi, mencegah pasien agar tidak muntah dan mengurangi jumlah obat-obat yang digunakan, terutama untuk menenangkan pasien sebagai persiapan anastesi (Fossum, 2002).
            Ketamin merupakan anastetik yang memuaskan untuk kondisi tertentu. Ketamin mempunyai sifat analgesic, anastetik dan kataleptik dengan kerja singkat. Sifat analgesiknya sangat kuat untuk system somatik,tetapi lemah untuk sistem visceral. Tidak menyebabkan relaksasi otot lurik, bahkan kadang-kadang tonusnya meninggi. Ketamin kekurangannya sangat lemah sifat analgesiknya pada visceral karena itu tidak dapat diberikan secara tunggal untuk prosedur operasi (Fossum, 2002). Sedangkan xylazin mempunyai efek sedasi, analgesi, anastesi dan pelemas otot pada dosis tertentu. Xylazin mempunyai efek terhadap system sirkulasi, pernafasan dan penurunan suhu tubuh. Selain itu dapat menyebabkan bradiaritmia, serta diikuti oleh hipotensi yang berlangsung lama ( Artmeier, 1972). Kombinasi bertujuan untuk mendapatkan keadaan yang sinergisme terhadap system kardiovascular, pernafasan dan relaksasi otot.
            Hewan dipuasakan bertujuan agar sewaktu operasi berlangsung hewan tidak muntah dan bersikap lebih tenang akibat dari reaksi anastesi dan juga agar anastesi yang diberikan bekerja lebih optimal. Hewan yang akan dioperasi sebaiknya berumur sekitar 4-6 bulan karena pada umur tersebut hewan sangat toleran / aman terhadap anastesi.(Irwandi, 1995).




Patofisiologi   
            Proses penyembuhan luka terdiri dari beberapa fase yaitu :
  1. Fase hematum
Dalam waktu 24 jam timbul perdarahan, edema, hematume disekitar fraktur
Setelah 24 jam suplai darah disekitar fraktur meningkat
  1. Fase granulasi jaringan
Terjadi 1-5 hari setelah injury
Pada tahap phagositosis aktif produk neorosis
Hematome berubah menjadi granulasi jaringan yang berisi pembuluh darah baru fotoblast dan oesteoblast.
  1. Fase formasi callus
Terjadi 6-10 hari setelah injury
Granulasi terjadi perubahan bentuk callus
  1. Fase ossificasi
Mulai pada 2-3 minggu setelah fraktur sampai dengan sembuh
Callus permanent akhirnya terbentuk tulang kaku dengan endapan garam kalsium yang menyatukan    tulang yang patah.
  1. Fase consolidasi dan remadelling
Dalam waktu lebih 10 minggu yang tepat berbentuk callus terbentuk dengan oksifitas osteoblast dan osteuctas (Black, 1993)







KESIMPULAN

Fraktur femur  merupakan patah tulang yang disebabkan oleh kekerasan batang femur dapat mengalami fraktur trauma tidak langsung, putiran (twisting) atau pukulan pada bagian depan lutut yang berada dalam posisi fleksi pada kecelakaan jalan raya / jatuh dari ketinggian yang mengakibatkan penderita jatuh dalam shock. Trauma tidak langsung atau karena adanya kelainan dalam tulang tersebut. Dapat berupa kanker tulang (primer / sekunder) radang tulang yang berat atau karena kelainan metabolisme yang menyebabkan zat kapur dalam tulang menjadi sangat berkurang. Sehingga harus diambil tindakan operasi untuk mengembalikan fungsi senormal dan secepat mungkin untuk memulihkan pasien pada keadaan normal dengan melakukan metode pengobatan pasca operasi.























DAFTAR PUSTAKA

1.      Anonimus, 2009. Fraktur Femur. http://kuliahbidan.wordpress.com/2008/II/19?femur
2.      Artmeier, P.1972. The Use of Rompun in Small Animal Practice. Vet. Med. Rev. ¾ : 259-263
3.      Black, Joyce M.1993. Medical Surgical Nursing . W.B.Sainders Company Philadelphia.
4.      Brander, G.C.D.M. Pugh and R.J.Bywates. 1991. Veterinary Apllied Pharmacology and Therapeutics 5th ed Baillere Tindal Limited, London
5.      Fossum, T.W.2002. Small Animal Surgery. Second Edition. Mosby, USA.
6.      Hickman, J.&R.G Walker 1980. AnAtlas Veterinary Surgery Second Edition. John Wrigh & Son. Ltd. Philadelphia.
7.      Irwandi Yusuf, Drh. Msc. 1995. Penuntun Praktikum & Penuntun Koasistensi. FKH UNSYIAH Darussalam. Banda Aceh.
8.      Reksoprodjo,S. 2002. Kumpulan Ilmu Bedah. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
9.      Simbardjo,O. 2008. Fraktur Batang Femur. Dalam Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Bagian Bedah. FKUI.
10.  Tilley,P.L&F.W.K.Smith. 2000. The Five Minute Veterinary Consult Canine and Feline. Second Edition. Lippicont Philadelphia.
Terima kasih telah membaca artikel tentang Fraktur Femur di blog Medik Veteriner jika anda ingin menyebar luaskan artikel ini di mohon untuk mencantumkan link sebagai Sumbernya, dan bila artikel ini bermanfaat silakan bookmark halaman ini diwebbroswer anda, dengan cara menekan Ctrl + D pada tombol keyboard anda.

Artikel terbaru :

Mas Sehat | Blog Tentang Kesehatan | Mas Sehat ~ Blog Tentang Kesehatan | www.mas-sehat.com

1 komentar :

izin untukambilbahan kuliah nya dokter

Balas